46. Jealous

11.3K 1.3K 237
                                    

Play: Jealous-Labrinth

Hai, guys... Apa kabar?

ketemu lagi di part baru. Jangan lupa siapin komen buat part ini.

——————————————


🍂

Masih dengan kondisi tubuh yang lemas Zetta memaksakan diri untuk masuk sekolah. Ya, begitulah Zetta. suka sekali membuat orang tuanya pusing. Ketika hari-hari biasa malas sekolah, tapi saatnya istirahat justru semangat sekali untuk berangkat. Sayangnya, wajah pucatnya tidak bisa dia tutupi hanya dengan make up tipis dan liptint sehingga mengundang tanya semua mata yang memandang. Dalam hati mereka bertanya-tanya, ada apa gerangan dengan gadis barbar yang biasanya membuat onar itu.

Di koridor tanpa sengaja Zetta melihat Putra dari kejauhan. Laki-laki itu menghentikan langkahnya sebelum mengikis jarak mereka. Putra menarik napas dalam-dalam, lantas kembali berjalan untuk menghadapi suasanya canggung itu.

Angin pun bertiup bersamaan dengan Putra yang melewati Zetta begitu saja. Zetta sempat menahan napasnya karena merasa sesak setiap Putra mengabaikannya. Zetta lebih memilih Putra memakinya dari pada mendiamkannya seperti itu. Sebelum Putra semakin jauh, Zetta mencekal tangan Pura tanpa membalikkan badannya.

"Put, gue sakit. Kok lo nggak khawatir sih?" Zetta ingin menyudahi dramanya dengan Putra. Dia sudah tak tahan berlama-lama tak saling sapa. Dan Zetta mungkin bisa memanfaatkan keadaannya, dia tahu Putra tak pernah tega melihatnya sakit.

Tanpa membalikkan badannya juga Putra membalas ucapan Zetta. "Kalau sakit kenapa masuk sekolah?" Putra pun sebenarnya sama sakitnya setiap bersikap dingin pada Zetta.

Zetta segera membalikkan badannya dan menatap punggung Putra yang masih membelakanginya. "Karena gue pengen ketemu kalian. Kalian yang selalu buat gue semangat berangkat sekolah. Kalian alasan gue bahagia. Gue nggak tahu berapa lama waktu yang tersisa buat kita bareng-bareng. Gue cuma mau menghargai waktu sama orang-orang yang gue sayang, Put.... "

Putra benar-benar tak bisa mendengar kata-kata manis Zetta. Lehernya terasa mencekik hingga tak mampu mengeluarkan sepatah kata pun untuk membalasnya. Tak tahu masih butuh waktu berapa lama lagi dia menyudahi rasa kecewanya. Dia tahu Zetta tidak salah. Hanya saja, rasa kecewanya pada takdir membuatnya tak terima jika hanya Zetta yang selamat,  sementara mamanya meninggalkannya selama-lamanya.

Putra tahu Zetta juga korban dalam peristiwa memilukan itu. Tapi, mamanya meninggal karena menyelamatkan Zetta tentu hal yang sulit diterima. Dalam hati Putra ingin kembali berbaikan dengan Zetta seperti dahulu, tapi otaknya selalu menolak. Sulit sekali menyelaraskan keduanya

Perlahan Putra melepaskan cekalan tangan Zetta dan melenggang begitu saja tanpa satu pun kata yang keluar dari mulutnya. Wajah Zetta semakin pucat menerima sikap dingin Putra untuk kesekian kalinya. Satu ranting kebahagiaannya sudah patah. Tak bisa kembali selain membiarkan tunas baru untuk tumbuh.

"Woe, Ta!" Pandangan Zetta pada Putra terputus oleh panggilan Nichole yang tiba-tiba diikuti Dave dan Vano.

Lagi-lagi tiga anak curut itu merusak momen dramanya. Zetta benar-benar tak bisa menahan emosi hingga terdengar geraman kesal dari mulutnya. "Ngagetin aja sih, kamvret!" Bahkan dalam keadaan tidak enak badan mulut Zetta masih saja bicara ketus.

"Lagian pagi-pagi udah nglamun aja lo?" tanya Dave. Tak hanya Dave yang melihat keanehan Zetta, Naichole pun sama. "Iya tuh. Eh, Ta mukalo kok kayak zombi gitu?  Kurang sajen lo?"

SAVAGE (End)Where stories live. Discover now