32. Present

1.3K 342 41
                                    

Dinginnya udara kini sama dinginnya dengan aura seorang gadis yang tengah berpikir serius di kerumunan kegelapan. Rasa takut telah hilang bagai digerogoti amarahnya yang mengganjal di hati.

"Hmm... siapa yang akan menjadi pembuka nanti? Hais kenapa aku sangat bingung memikirkan ini." Monolog Lisa dengan tangan yang mengetuk-ngetuk dagu.

"Siapapun yang akan menjadi pembuka nantinya itu tidak menjadi masalah bagiku. Karena di mataku mereka semua sama saja."

Deritan besi yang terbuka membuat Lisa tertegun dan menoleh. Dia mendengus karena melihat wajah yang menyebalkan menurutnya. Orang itu masuk ke dalam penjara dan berdiri tepat di depan Lisa.

"Sepertinya keberanianmu itu terlalu besar sehingga kau sendiri tidak dapat mengukur seberapa kuatnya itu dapat menghancurkanmu."

Lisa terkekeh pelan mendengarnya, dia pun mendongak dan menatap wajah dingin itu. "Mungkin saja kau benar, sekiranya nanti entah hanya aku yang terkena imbasnya atau semua orang yang berada di dekatku."

Lisa berdiri dan menepuk pundak orang itu pelan. "Dengarkan ini baik-baik Irena. Kau dan aku sudah lama tidak bertemu. Dan dalam kurun waktu itu pasti ada banyak yang berubah bukan?" Lisa menghentikan perkataanya sambil berpura-pura berpikir. "Dan kau maupun aku sama-sama berubah. Jadi, lebih baik jika kita tidak saling ikut campur dalam masalah pribadi."

"Apa? Sekarang kau sedang menggertak atau sedang membual?" ucap Irena dengan nada bergurau.

"Anggap saja aku sedang menggertak sekarang. Tapi jika kau tak memperdulikan perkataanku hari ini. Maka akan aku pastikan, apa yang menjadi tujuanmu dulu tidak akan pernah tercapai," ujar Lisa tenang sambil menyeriangai menatap Irena yang kini wajahnya mulai menegang.

Dengan cepat Irena mencekik leher Lisa dan berhasil di tepis oleh gadis itu. Bahkan kini keadaan berbanding terbalik. Tangan Irena di kunci di balik punggung yang membuatnya tak bisa bergerak.

"Ck... apa itu barusan hmm? Kau berusaha mencelakaiku begitu, Irena? Bukankah dirimu cerdas, tapi mengapa kau malah terlihat begitu bodoh di depanku? Tak perlu kau bersusah payah menunjukan jati dirimu. Karena dari dulu aku sudah memandangmu sebagai gadis bodoh. Sekarang aku tahu mengapa Raja Socrates tidak menjadikanmu Ra___"

"DIAM! TUTUP MULUTMU! BERANI SEKALI KAU BERKATA SEPERTI ITU DI DEPANKU HAAH? TAK INGATKAH DULU SEBERAPA TAKUT DIRIMU SAMPAI-SAMPAI TUBUHMU BERGETAR? DASAR TIDAK TAHU DIRI!" potong Irena dengan makian yang menghujani Lisa. Bukannya takut Lisa kini malah tertawa dengan keras sambil bertepuk tangan.

"Ohh, apakah tuan putri ini sedang marah karena perkataanku tadi? Saya minta maaf kalau begitu," ucap Lisa sambil membungkuk. Tapi Irena tahu jika ini hanya main-main. Dan Lisa sedang mempermainkan dirinya.

Datang dan bertemu lagi dengan gadis ini adalah kesalahan besar. Seharusnya dari awal dia tak mencari masalah dengannya. Tapi kini semua sudah terlambat. Lisa sudah memasukan dia dalam rencananya yang tidak tertebak.

"Kau dari dulu begitu mudah terpancing Irena. Seperti tadi, hanya dengan sedikit kalimat menyakitkan kau langsung berapi-api. Dulu saat bertemu denganmu memang tubuhku bergetar takut. Tapi bukan berarti aku selamanya akan selalu takut dan tunduk padamu. Kau dengan gampangnya berpikir jika dapat mengendalikanku sampai kapanpun kan? Tapi kau tidak sadar jika kau kini yang sedang aku kendalikan."

"CUKUP! APA MAKSUDMU? KAU PIKIR AKU SUDI DIKELABUHI OLEH GADIS SEPERTIMU? WALAUPUN KAU SEORANG LUMOS, BUKAN BERARTI KAU TIDAK DAPAT DIKALAHKAN, LISA!" Emosi dari Irena kini sedang meluap-luap. Tak dia sangaka gadis yang dulunya terlihat begitu lugu dan penakut kini berubah sangat menyebalkan dan kurang ajar seperti ini.

Goddess Of Light [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang