19

34 7 0
                                    

Langit tak secerah kemarin. Awan mendung menutupi mentari yang tengah bertugas menyinari bumi. Malam panjang terlewati begitu saja. Tanpa sempat membiarkan matanya terpejam sejenak.

Elcio membuka jendela kamarnya. Menghirup dalam udara segar pagi hari. Tanaman hijau serta beraneka ragam warna bunga memanjakan mata. Dadanya sedikit membaik dalam semalam, meski tersisa sedikit sensasi mengganjal.

Pintu kamar terbuka, lalu tertutup lagi. Terlihat wajah cantik Elena dengan senyum manis persis seperti senyuman milik si bungsu. Wanita itu berdiri di sebelahnya, mengikuti kemana arah pandang Elcio tertuju.

"Tidak ada yang sakit? " Suara lembut itu mampu memantik penghangat pada hati sang putra.

Elcio menggeleng kecil. "Sudah lebih baik mama, "

"Maafkan mama telah meninggalkanmu, dan akhirnya kamu yang harus mencari mama. Mama ingin membuka lembaran baru dengan kalian, apakah kamu ingin bercerita sesuatu supaya mama dapat mengenalmu lebih dalam? " Tanpa dapat di sembunyikan, Elcio tersenyum lebar.

"Tentu saja, memang apa yang ingin mama ketahui? Cio bisa menceritakan semuanya, " Ucap Elcio penuh semangat.

Telunjuk Elena mengetuk-ketuk pelipis. Berpikir apa yang ingin dia ketahui dulu dari sang putra. "Seperti apa hal yang kamu sukai dan tidak sukai? "

"Cio suka bermain basket, berolahraga, bermain, dan masih banyak lagi. Yang tidak Cio sukai? " Ucapan Elcio menggantung. Dia terdiam sejenak, berpikir.

"Cio hanya tidak suka orang bermuka dua. Menjaga kepercayaan itu sangat penting, " Jawabnya.

"Mama setuju, sepertinya kamu di besarkan dengan baik sehingga memiliki sikap sangat manis seperti ini. " Ekspresi wajah Elcio berubah dalam sekejap. Binar di mata mungilnya menghilang.

"Cukup baik, " Ucap Elcio ragu.

Pintu kamar kembali terbuka lebar. Leo menyelamatkan sang putra dari tatapan penuh selidik Elena. Sebagai seorang ibu, meski mereka telah berpisah untuk waktu yang sangat lama. Elena tetap bisa melihat gurat tidak nyaman, saat dia mulai membicarakan tentang Adrian.

Kesempatan emas, Elcio bergegas berlari kecil menuju kamar mandi. "Cio mandi dulu, " Ucapnya.

"Bajunya boleh mama pilihkan? " Tanya Elena meminta ijin.

Jari telunjuk dan ibu jarinya bertaut. Membentuk huruf "O". " Pilihlah apa pun yang mama suka, "

Pintu kamar mandi tertutup sempurna. Suara gemericik air mulai terdengar. Senandung teralun merdu dari bibir mungil Elcio. Suara khasnya menyihir Leo dan Elena. Dari segi apapun putra bungsu mereka sangat mirip dengan sang ibu. Selesai mandi, Elcio keluar dengan tangan yang masih mengusap handuk pada surainya yang basah. Netranya menangkap baju dengan warna mencolok. Leo menatapnya was-was, menyiapkan beberapa kata menenangkan apabila Elcio melayangkan protes.

Leo termenung di tempat. Tanpa terpaksa, Elcio memakai baju pilihan Elena. Di bantu dengan sang ibu, sekarang dia terlihat lebih tampan dan rapi. Paras menggemaskan sungguh mendukung pakaian yang dia kenakan. Elena mencubit gemas pipi Elcio. Kerutan di sudut mata pemuda itu terlihat.

"Putra ibu terlihat sangat menggemaskan, " Puji Elena.

"Tentu saja, ini semua juga berkat mama dan papa. " Gusi merah muda Elcio terlihat.

Suara perut Elcio membuyarkan suasana hangat antara ibu dan anak. Pemuda itu menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal, dengan senyum canggung. Pasangan suami-istri itu terkekeh melihat Elcio salah tingkah.

"Baiklah, sekarang mari kita makan. Yang lainnya pasti sudah menunggu sangat lama, " Leo merangkul pundak sang putra. Tangannya yang lain menggenggam lembut tangan Elena.

[DISCONTINUE] HOPE ||TreasureTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang