01

269 24 0
                                    

Di bawah cahaya rembulan, seorang pemuda tanpa mengenakan busana apapun kecuali celana pendek kumal berdiri. Manik indahnya mengerjap lucu. Sedangkan ketiga pemuda itu saling bertukar tatap. Harapan mereka sungguh menjadi kenyataan. Untuk beberapa saat mereka terpaku pada tempat duduk masing-masing.

"Dingin, " Suara bergetar menyapa indra pendengaran mereka.

Serentak ketiganya berlari menghampiri pemuda tersebut dan menggiringnya masuk kedalam rumah.

"Adik kecil, siapa namamu? Dan bagaimana kau bisa sampai disini? " Tanya Jinendra, dia masih tidak percaya. Mungkin saja pemuda itu hanya bocah yang tersesat.

Pemuda manis itu menggeleng kecil. "Saya hanya tau nama saya dan usia saya. Archangel Elcio Pratama, enam belas tahun. " Jawab pemuda itu.

Tatapan terkejut setelah perkataannya, membuat kepalanya menunduk dalam seolah bersiap jikalau ketiga pemuda itu mengusirnya. Daniel menelan salivanya kasar. Kemudian tersenyum canggung.

"Nama yang indah, nama gue Daniel. Panggil aja bang niel. " Ucapnya sembari mengusap lembut rambut penuh tanah Elcio.

"Kalo gitu ayo ikut gue, bersihin badan dulu. " Elcio mengangguk patuh. Daniel berbalik, telunjuknya menunjuk si kembar secara bergantian. "Kalian berdua tolong siapkan makanan. " Imbuhnya sebelum melenggang bersama si manis menuju kamarnya.

Jinandra dan Arjuna juga beranjak dari tempat mereka. Keduanya sangat patuh dengan si sulung. Supaya tidak terkena omelan. Kau tau? Jika Daniel sudah mengomel dia tak akan jauh berbeda dengan ibu-ibu di luar sana.

Tugas mereka sangat mudah, hanya memanaskan masakan sang kakak. Setelah itu menatanya di atas meja makan. Daniel adalah sosok kakak terbaik yang pernah ada, menurut si kembar. Di samping kesibukannya, pemuda itu masih bisa mempunyai waktu untuk kedua adiknya.

Noda merah menetes mengotori lantai dapur. Jinendra melebarkan matanya melihat kecerobohan adik kembarnya. Arjuna belum menyadari, dia menumpahkan sausnya. Pemuda itu tetap melangkah, meletakkan piring terakhir.

Rahangnya terjatuh kebawah melihat lantai dapur yang kotor. Di tambah berkat tidak sengaja menginjak sauh tersebut, noda merah berceceran dimana-mana. Jinendra keluar dari dapur melemparkan alat pel yang sudah di beri sabun.

"Cepet pel lantainya! Kalo kena amuk singa gue ga ikutan. " Jinendra kembali ke dapur, dia masih memiliki tugas mencuci piring.

Arjuna merengut kesal, dia terburu-buru mengepel kekacauan yang dia buat. Sebelum Daniel tiba, keadaan dapur harus sudah bersih. Jika mereka masih menyayangi kesehatan jiwa. Beruntung sekali, tepat setelah Arjuna mengembalikan alat pel. Daniel turun bersama Elcio yang memakai setelan baju tidur snoopy. Plaster menghiasi beberapa bagian wajahnya.

Jinendra baru saja keluar dari area dapur, lantas duduk di salah satu kursi meja makan. Diikuti dengan Arjuna, mereka duduk bersandingan. Daniel tersenyum bangga, dia mempersilahkan Elcio duduk di sampingnya.

"Wah, sejak kapan kalian bisa diandalin? " Manik Daniel berbinar menatap makanan di depannya.

Jinendra melirik sinis si sulung. "Gue selalu bisa di andelin, " Protesnya.

Dia lantas melirik ke pemuda yang sudah menyantap makanan terlebih dahulu. Daniel tersenyum tipis melihat sang adik makan secara lahap. Tangannya beralih mengambil piring di sebelahnya. Lalu menyendok nasi secukupnya dan meletakkan lauk pauk dia atasnya.

"Makan yang banyak. " Ucap Daniel sembari meletakkan piring tersebut ke hadapan Elcio.

Pemuda manis itu tersenyum lebar. Senyumnya tak kalah manis dari wajahnya. Jinendra mengepalkan tangannya menahan keinginan mengigit pipi gembil pemuda di depannya.

[DISCONTINUE] HOPE ||TreasureWhere stories live. Discover now