Apa setelah ini akan ada judul novel DOSA BESAR MEIRA?

"Ka, ini lo mau tarik gue ke mana? Kelas gue pagi ini udah kelewat," tutur Meira saat Riska enggan mengatakan apa-apa dan terus merangkum tangan Meira seperti truk gandeng yang tak mau dipisahkan.

Truk aja gandengan, yakali kita enggak!

"Muterin fakultas lo," tutur Riska.

"Hah? Buat apa?"

"Ngukur aja sama lihat-lihat area sini, jadi kalau lo hilang tanpa sebab, gue bakal cari ke semua penjuru, kalau nggak ketemu berarti lo terbukti bolos kuliah."

Meira menganga tak percaya, serius sampai seperti itu cara Riska mengawasinya?

"Kelas lo mana tadi?"

"Balik lagi, di sini kejauhan."

Alhasil Riska mengajak Meira kembali menyusuri lorong yang sama menuju kelas perempuan itu, ternyata deretan mahasiswi yang sempat menggosipkan Meira masih bertahan di posisinya, dan lagi-lagi suara mencibir mereka terdengar seolah di mana Meira berada, di situ hujatan mengudara. Ini bukan lagi ada gula ada semut ya, cibiran mereka tak semanis rasa gula.

"Kelas ini?" tunjuk Riska setelah mereka berhenti di depan kelas yang Meira maksud, pintu sudah terbuka lebar sejak mereka melewatinya pertama kali.

"Iya." Meira menggigit bibir seraya mengangguk, rasanya selalu takut jika Riska kesal dengannya seperti kemarin malam.

Riska menarik Meira masuk ke dalam, ternyata di dalam sana sudah ada beberapa orang duduk di kursi masing-masing termasuk ketiga teman Meira yang tumben sekali tak berada di kantin, seketika jantung Meira berdegup kencang menemukan ketiganya membalas tatapan disertai banyak tanda tanya.

"Duduk, tempat duduk lo di mana?" tanya Riska, ia menatap ketiga teman Meira bergantian.

"Di sebelah Selly." Meira menunjuk kursi kosong di sisi kanan Selly, lantas Riska kembali menariknya hingga perempuan itu duduk di tempat yang sesuai, Meira kikuk menanggapi sikap Riska yang otoriter serta tatapan ingin tahu dari ketiga temannya—menghunus seperti pisau tajam yang terus ditusukan oleh pelaku kejahatan pada si korban yang sudah tak berdaya.

Riska membungkuk menyejajarkan wajahnya di depan mata Meira, ia menepikan surai di dekat telinga perempuan itu seraya tersenyum, nyaris mati jika jantungnya melompat dari dada saat ditatap seintens itu. Riska ini lagi apa-apaan sih! Menghipnotis?

"Jangan ke mana-mana, jangan bolos. Gue nggak bohong sama omongan gue tadi, kalau kelas udah selesai langsung chat gue. Nurut, kan?"

Meira mengangguk mengerti, Riska beranjak dan keluar meninggalkan Meira bersama teman-temannya yang semakin ingin tahu tentang sebab akibat dari hubungan tersebut. Untuk pertama kalinya Meira merasa lemas menghadapi tiga perempuan itu, ia seperti baru saja dilempar ke kandang yang berisi tiga macam betina dan siap melahapnya kapan saja.

Dalam hati Meira ingin menjerit sekencang-kencangnya.

***

"Jajan, yuk!" Yang pertama keluar dari ruang kelas adalah Tama, ia mendelik menemukan Meira sudah duduk pada kursi panjang di depan kelasnya siang ini, sejak kapan Meira di sana?

"Lho, ada Meira," celetuk Angga yang melangkah di belakang Tama, "nungguin Riska, ya?"

Meira yang sempat fokus pada ponselnya kini beralih, ia beranjak menatap teman-teman Riska. "Iya, Riska mana?"

"Paling belakang," tutur Tirta yang baru saja muncul, mereka seperti barisan bebek, berurutan begitu teratur.

"Lagi sama cewek, ya?" Meira bersidekap, ia ingat pertama kali menemui Riska di kelasnya laki-laki itu tengah berbicara dengan mahasiswi yang akhirnya berdebat dengan Meira. Saat ia hendak masuk, beberapa penghuni kelas yang lain mulai berhamburan keluar disusul Riska paling belakang.

Turtledoveحيث تعيش القصص. اكتشف الآن