Why?

802 128 10
                                    

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Siang ini Meira melakukan photoshoot di area out door dengan memakai dress hitam berbagai model, ia sudah berganti sekitar tiga dress, kini Meira beristirahat di bawah meja berpayung seraya melihat model lain melakukan tugasnya di depan kamera mil...

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Siang ini Meira melakukan photoshoot di area out door dengan memakai dress hitam berbagai model, ia sudah berganti sekitar tiga dress, kini Meira beristirahat di bawah meja berpayung seraya melihat model lain melakukan tugasnya di depan kamera milik Axel. Peppermint tea dingin terhidang di meja bersama sebuah box berisi alat make up, tas Meira dan ponselnya.

Metta tengah menyisir rambut Meira, ada sesuatu yang telah ia perhatikan sejak Mey datang ke lokasi pemotretan hingga detik ini, perbedaannya cukup terlihat di mata Metta. "Mey?"

"Hm." Meira menyeruput peppermint tea miliknya.

"Ada masalah?" Metta seperti bisa membaca isi pikiran Mey, atau mungkin menafsirkannya lewat ekspresi wajah? Apa Metta pernah belajar pada pakar ekspresi sebelum menjadi penata rias model?

"Nggak, masalah apa." Entah mengapa dengan siapa pun gadis itu diajak bicara setibanya di lokasi—pasti Mey selalu menjawab ogah-ogahan seolah ia malas membuka mulutnya untuk menimpali siapa pun.

"Ya, gue nggak tahu. Tapi, gue perhatiin sejak lo datang ke sini kok agak suram gitu, mendung-mendung kayak mau hujan itu muka," terka Metta.

Udah hujan dari tadi. Meira mendesah, "Nggak kok, biasa aja."

"Serius? Cowok lo nggak datang ke sini? Gue belum lihat dia, Mey. Kan waktu itu datang ke studio, siapa tahu sekarang datang lagi."

"Nggak datang, gue udah putus ama dia," aku Mey tanpa canggung, ia meraih ponsel dan membuka aplikasi whatsapp, konyol sekali ia berharap jika Riska akan menghubunginya. Mimpi apa Meira semalam? Ia harus secepatnya menyadarkan diri kalau Riska adalah sesuatu yang tidak mungkin, Riska adalah mustahil. "Lo punya pacar nggak?" Sekian lama Metta mendandani Meira, tapi baru kali ini ia mendengar Meira menanyakan hal seperti itu.

"Punya, sebentar lagi mau nikah malah." Metta tersenyum.

"Nikah, ya." Meira merasa sesak, ia menatap pantulan wajahnya lewat kamera ponsel, melihat jelas wajah cantik tersebut. Awalnya Mey memaksa senyum, tapi kamera juga memperlihatkan jika senyum yang dipaksa takkan bertahan lama, otot bisa kaku jika berkelanjutan. Untungnya meski suasana hati Meira sedang kelabu siang ini, ia masih bisa bekerja penuh totalitas, berpose sebaik mungkin di depan kamera tanpa meninggalkan kesan anggun nan menggoda dalam dirinya.

TurtledoveWhere stories live. Discover now