42. Sakit

1.3K 247 89
                                    

Happy 30K ESCOGER 🥳🥳🥳 huaaa nggak nyangka bisa sejauh ini karena berkat dukungan dari kalian!

Kalian luar biasa banget, ASLI 🤗🤗 terimakasih banyak ya 🙏🏻🙏🏻 ailafyuuuu! ❤️❤️❤️

Buat kalian yang baca ESCOGER dan suka sama ceritanya, jangan lupa rekomendasikan cerita ini ketemen-temen kalian. Rekomendasi di Facebook, story WA, story Instagram dah mana-mana lah 💛💛💛💛

Jangan lupa follow akun @penajourneyku di Instagram

Semoga nggak ada typo 😇

Happy Reading~

————————-

Sagara memasuki kelasnya dengan langkah pelan, meletakkan tasnya di kursi nomor dua dari depan karena jatah rolling tempat duduk. Sagara menghempaskan pantatnya di kursi dengan napas berat. Baru pertama kali dalam tujuh belas tahun hidupnya, dia merasakan patah hati. Ternyata rasanya benar-benar tidak enak, rasanya seperti serba salah.

"Woi! Kusut bener tuh muka, belum kena setrika ye?" ledek Dewa yang baru datang dengan tas yang ada di kedua bahunya.

Sagara hanya melirik Dewa tanpa ada niat menjawab. Melihat hal itu, Dewa hanya geleng-geleng kepala.

"Lo kenapa lagi, perasaan waktu pacaran sama Sasi binar-binar di muka lo tuh ada, makin ke sini makin surut aje," ucap Dewa sambil meletakkan tasnya.

Sagara hanya mengatupkan mulutnya sembari mengeluarkan buku mata pelajaran pertama hari ini yaitu, Fisika. Dia mulai menulis beberapa rumus di sana tanpa peduli kalau sejak tadi Dewa memperhatikan setiap tingkah Sagara.

"Sagara is back! Sagara yang sariawan tiap hari," celetuk Dewa tidak tahan menjadi kacang.

Sagara menoleh dengan pandangan gelap. "Lo nggak ngerti sedikit pun, jadi diem aja!" ucap Sagara ketus. Well, sebenarnya tidak ada niat untuk berkelakuan seperti itu, hanya saja pikiran Sagara sedang kusut.

Dewa hanya memutar bola matanya. "Gue perhatiin lo begini sejak bokap lo meninggal, Ga. Gue bener atau gue emang bener?" ucap Dewa dengan menaikkan satu alisnya.

Sagara menghembuskan napasnya lelah sembari memijat keningnya. "Lo bener, jadi bisa lo diem dulu?"

Dewa pun ikut menghembuskan napasnya pelan. Dia ingat perkataan Paris bahwa dia tidak ada di posisi Sagara, bukan hak dia untuk menekan Sagara.

"Jangan berlarut atas kesedihan lo," ucap Dewa. "Gue emang nggak ada di posisi lo, tapi ini terlalu lama buat lo bergelung sama duka, kasihan bokap lo, kasihan Sasi."

"Lo tahu apa perihal bergelung sama duka? Lo nggak bakal ngerti seberapa gue ngerasa bersalah atas kepergian bokap gue sampai-sampai gue harus lepas Sasi! Lo nggak tahu apa-apa, Dewa!" ucap Sagara hilang kesabaran. Rasa menyesal itu kembali menghantamnya semakin keras.

Dewa melongo. "What the fuc—" ucap Dewa terpotong karena sibuk menutup mulutnya karena kaget. "Lo putusin Sasi?" bisik Dewa dengan wajah linglung.

"Apa nih?" Paris datang menghampiri Sagara dan Dewa membuat keduanya melihat ke arah Paris.

"Nggak," ucap Sagara dingin sambil kembali berkutat pada bukunya.

Sedangkan Dewa menatap Sagara dan Paris secara bergantian. Paris melihat Dewa sambil memberi kode bertanya-tanya ada apa dengan Sagara.

Dewa hanya mengedikkan bahunya. "Lo baru dateng?" tanya Dewa berusaha mengalihkan obrolan karena keadaan akan genting kalau Paris tahu bahwa Sasi dan Sagara 'end'.

ESCOGER : Memilih [COMPLETED]✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang