22 - Rencana

46 24 90
                                    

Kini Greysia dan Putri sedang duduk di bawah pohon rindang. Mereka berdua sengaja membawa makanannya ke bawah pohon sembari melihat anak kelas dua belas sedang ujian praktek.

Mereka berdua menatap asik kepada anak kelas dua belas yang sedang melakukan drama. Drama yang dibawakan berjudul 'Ketika sahabat dilamar oleh malaikat maut'.

Murid kelas dua belas yang membawakan drama itu begitu menghayati perannya, dan dapat feel-nya. Greysia dan Putri yang sedang makan pun saling pandang, kemudian mereka berdua menundukkan kepalanya.

"Put, gue kangen sama El. Dia apa kabar ya di sana," ucap Greysia.

"Gue juga kangen Grey sama El. Sekarang di sana masih jam pelajaran, ngga mungkin kita video call."

"Bener juga kata lo, Put. Eh iya, anak kelas dua belas kapan UN-nya?" tanya Greysia.

"Kalau ngga salah bentar lagi deh, ngga sampai sebulan kok. Kenapa, Grey?"

"Gimana kalau pas kelas dua belas UN, kita ke Bandung?" usul Greysia.

"Nah, ide bagus tuh, Grey. Siapa aja nih?"

"Paling gue bakal ajak Angkasa sama Kenzo."

Putri mengangguk-anggukkan kepalanya, setelah itu melanjutkan acara makannya.

***

Kenzo sejak tadi berlalu lalang, sibuk untuk menempelkan jadwal UN yang sebentar lagi akan dilaksanakan.

Dirinya begitu sibuk kali ini, setiap tahunnya ia akan seperti itu menjelang anak kelas dua belas Ujian Nasional.

Baginya itu semua tak masalah, karena dirinya lebih suka banyak kegiatan dibanding dengan berdiam diri. Karena kalau dirinya berdiam diri, ia akan banyak berpikir negatif tentang dirinya atau hal di sekitarnya.

Saat menempel di Mading kelas sepuluh, tanpa sengaja ia melihat Kinan sedang berada di sana. Kenzo yang sudah tau akan rencana Kinan dengan Jesslyn pun bertindak seolah tidak mengerti apa-apa dan bersikap seperti biasanya.

Kinan berjalan mendekat ke arahnya, Kenzo membuang muka. Rasanya ingin sekali ia cepat-cepat lulus dari sekolah ini karena muak melihat murid yang bermuka dia.

"Hai, Kak. Mau aku bantuin ngga?" tawar Kinan dengan tersenyum ramahnya. Rasanya Kenzo benar-benar muak melihat senyuman itu.

"Ngga perlu, lo kerjain aja kerjaan lo," ketus Kenzo.

"Kok Kakak ketus gitu sama aku? Emang aku ada salah apa?"

"Ngga ada Kinan. Mungkin gue terlalu capek," alibi Kenzo. Bisa-bisanya ia kelepasan ketus kepada Kinan. Kalau Kinan merasa tau akan rencananya dengan Jesslyn kan bahaya.

"Ooh gitu, Kak. Kakak semangat ya pasang jadwalnya," ucapnya lalu berjalan meninggalkan Kenzo.

Kenzo memutar bola matanya malas, baru kali ini ia menemukan cewe bermuka dua dengan nyata di hadapannya.

Kinan berjalan menuju belakang kelas, ia hendak menemui Jesslyn di sana.

"Kak, kapan kita bilang ke Angkasa dan Greysia soal rencana kita kemarin?" bisik Kinan di telinga Jesslyn.

"Bentar, Nan. Gue lagi urusin drama gue dulu. Oh iya, tugas lo, nanti lo bilang ke Angkasa, Greysia, Kenzo untuk tunggu dulu di parkiran. Bilang aja ada yang mau Jesslyn omongin, penting." Kinan mengacungkan jempolnya, kemudian ia berjalan menuju kelasnya untuk mengatur strategi bagaimana caranya agar Angkasa, Greysia dan Kenzo bertemu bersamaan di sebuah tempat.

Setelah mendapat ide, Kinan langsung berlari menuju kantin untuk membeli jajanan sebelum akhirnya ia kembali ke kelas.

***

Di dalam perpustakaan, Angkasa tengah membaca beberapa novel dan buku pelajaran. Ia tersenyum-senyum sendiri membaca novel bergenre romansa saat itu.

Rasanya ingin sekali ia berada di dalam novel itu, menjadi pemeran utama yang hidup bahagia bersama pujaan hatinya.

Angkasa menatap langit-langit perpustakaan, ia mulai membayangkan bagaimana dirinya dengan Greysia di masa depan.

"Sa, kamu ngapain di situ?" Angkasa menoleh, ia menggelengkan kepalanya.

"Tolong gendong anak kamu dulu, aku mau ambilin sarapannya," ucap Greysia.

Angkasa mengangguk, ia berjalan mendekati Greysia dan mengambil alih anaknya dari tangan Greysia.

Putrinya itu begitu lucu, cantik seperti bundanya. Angkasa tampak bahagia dengan kehadiran putrinya itu di dalam keluarga kecil mereka, ia menciumi pipinya dan seluruh wajah putrinya.

"Sayang, kalau kamu besar jangan cari pacar yang kasar, ya. Papa ngga mau kamu kenapa-kenapa. Oh iya, nanti Papa sama Bunda bakal buatin adek laki-laki untuk kamu, deh. Biar ada yang jagain kamu. Kamu kan anak pertama, ya. Bahunya harus kuat ya, karena anak pertama itu rintangannya berat."

Angkasa tersenyum-senyum sendiri, ia begitu bahagia memiliki keluarga kecil yang kini menjadi pelengkap hidupnya.

Bruk!

Sebuah buku-buku di meja tepat Angkasa berada jatuh bersamaan. Angkasa terkesiap, ia membenarkan posisi duduknya. Ia melihat sekeliling, ternyata tadi dirinya hanya berangan berumah tangga bersama Greysia.

"Astaga, Grey. Gue sampe kebayang punya anak dari lo." Angkasa mengusap wajahnya.

"Semoga gue sama Greysia bisa menua bersama dan hidup bahagia seperti lamunan yang barusan terjadi kepada gue," gumamnya.

Lalu ia pun segera berdiri untuk meletakkan buku-buku yang telah dibacanya ke tempat semula.

Ia keluar dari perpustakaan karena bel masuk telah berbunyi.

Saat berjalan, tanpa sengaja ia melihat Greysia yang tengah menonton drama anak kelas dua belas bersama Putri. Angkasa mengangkat sudut bibirnya, ia tersenyum manis melihat kekasihnya.

Ia tidak menyangka bahwa perkenalannya waktu itu hanya sebuah perkenalan biasa. Namun nyatanya, pertemuan itu kini membuat dirinya tersenyum-senyum sendiri memikirkannya.

"Hah, kenapa gue nyaman banget sama lo, Grey. Kenapa ngga pas gue udah lulus kuliah dan punya pekerjaan aja ketemu sama lo, kan gue bisa langsung nikahin lo. Kalau masih SMA kan gue harus nunggu waktu untuk bisa halalin lo, Grey. Mana tahun depannya lo hanya menjadi tunangan gue, setelah itu kita kuliah masing-masing."

Angkasa menggelengkan kepalanya. "Kenapa gue jadi mikir kaya gitu sih. Duhh, segitu pengennya ya gue nikah sama Grey sampe kebawa ke hayalan. Jangan bilang ntar kebawa mimpi lagi. Tapi ngga papa deh, kalau mimpinya indah mah gue mau-mau aja," monolog Angkasa.

"Gue temuin Grey bentar kali, ya. Setidaknya gue bisa acak-acak rambutnya sebentar," pikirnya lalu berjalan mendekati Greysia.

Sesampainya di hadapan Greysia, Angkasa langsung saja mengacak rambutnya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Greysia mendengus kesal, rambutnya kali ini benar-benar acak-acakan karena tangan jahil Angkasa.

Greysia menatap tajam ke arah Angkasa. Angkasa yang sadar akan hal itu pun bergidik ngeri, tanpa basa-basi ia pun berlari meninggalkan Greysia yang Angkasa rasa ingin menyerang Angkasa.

"Angkasa! Lo bisa ngga sih ngga usah ngeselin!" teriak Greysia kesal.

Angkasa berhenti, ia terkekeh saat menoleh kebelakang mendapati Greysia seperti singa yang sedang mengamuk. Ia pun hanya terkekeh, lalu melenggangkan kakinya menuju kelas dan langsung terduduk karena merasa lelah telah menjahili Greysia.

 ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄ ̄

To be continued

Heartache (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang