Untuk mengikis sedikit kejenuhannya ia menyalakan musik, tapi yang terdengar lagu melankolis, ia matikan saja dan terus mengemudikan mobilnya dalam suasana hati yang berkabut. Tiba di perempatan lampu merah yang menyala mobilnya berhenti, Meira meluruhkan kaca mobil dan menoleh ke kanan, ia tertegun beberapa saat tatkala halusinasinya berlangsung.

Sepasang kekasih menaiki motor, si perempuan menggamit perut lelakinya dari belakang seraya menyandarkan kepala di punggung. Meira menelan saliva melihat semuanya sampai ia mencengkram kemudi. Apa yang tengah ia pikirkan sekarang?

"Nggak usah sinting, Mey. Tobat lo, Mey. Tobat," gumam Meira seraya menaikan lagi kaca jendelanya ketimbang ia terus berhalusinasi seolah melihat sepasang kekasih di dekat mobilnya adalah sebuah kenang yang benar-benar mengusik.

Saat lampu hijau menyala, ia yang paling pertama melajukan mobilnya seraya menyingkirkan resah yang tiba-tiba singgah.

***

Cerita berbeda datang dari kawasan Pantai Nusa Dua di Bali, lebih tepatnya di area Pantai Tanjung Benoa yang memiliki spot scuba diving cukup aesthetic untuk dikunjungi wisatawan luar negeri atau dari Indonesia sendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Cerita berbeda datang dari kawasan Pantai Nusa Dua di Bali, lebih tepatnya di area Pantai Tanjung Benoa yang memiliki spot scuba diving cukup aesthetic untuk dikunjungi wisatawan luar negeri atau dari Indonesia sendiri. Riska serta keempat temannya baru saja menepi setelah menyelam sesuka hati menelusuri birunya laut Nusa Dua yang dikenal sebagai salah satu pantai paling bersih di Bali. Siapa yang tidak jatuh cinta melihat birunya lautan di sana, belum lagi beberapa tempat wisata yang disuguhkan, resort serta hotel juga tersedia sesuai keinginan.

Saat sore tiba, Riska serta teman-temannya yang sudah melakukan scuba diving saat pagi hari—kini tengah bersantai menikmati sore yang menyenangkan di pesisir pantai, takkan habis cerita jika harus berkisah tentang indahnya alam, jauh dari Jakarta dan menikmati suasana yang lain—salah satunya pantai di Bali memang cukup efektif mengenyahkan rasa penat. Salah satu keuntungan menjadi anak Mapala adalah mereka memiliki banyak agenda kegiatan alam yang cukup menyenangkan, segala sesuatu yang terhubung dengan alam takkan pernah membosankan.

Riska hanya sendiri saat memutuskan berdiri di bibir pantai, teman-temannya sibuk merayu beberapa wisatawan asing berbikini yang kebetulan tengah berjemur—mumpung sorot matahari masih terasa panas.
Kaus pantai warna biru muda serta celana pendek membalut tubuh laki-laki yang membiarkan sepasang kakinya telanjang, sebuah kacamata lensa cokelat bertengger di hidungnya.

Ia membiarkan ombak saling mengejar dan merayunya untuk melangkah ke tengah, harusnya Riska tergoda oleh birunya air laut, tapi ia bersikeras untuk tetap diam saja sampai sebuah panggilan masuk di ponselnya membuat laki-laki itu mengalihkan fokus dari pemandangan eksotis di depannya.

"Ka, kamu kapan pulang?" Suara Luna terdengar.

"Besok pagi, kenapa?"

"Nggak apa-apa, aku butuh teman ngobrol aja, soalnya sikap Meira sejak hari itu malah makin dingin. Kayaknya aku salah banget ya sama Meira, Ka."

TurtledoveWhere stories live. Discover now