bab 23 - Manar; stuck in feeling

11 3 0
                                    

Mungkin bagi lo, gue cuma orang asing yang selalu ingin tahu keadaan lo. Maaf kalo terkesan memaksa, semua ini karena gue sayang sama lo.

~HAPPY READING~

Now Playing : Hampa - Ari Lasso

[Manar Fuadi Rafsanjani]

Jika ada yang mengatakan bahwa jatuh cinta itu indah, maka orang itu salah. Kadang bahagia hanyalah menjadi kamuflase dalam sebuah hubungan itu sendiri. Kalau sudah siap menerima bagian bahagianya, lalu kenapa harus tidak siap dengan bagian sedihnya? Bukankah bahagia dan sedih selalu datang beriringan ya?

Dalam kamus sejarah hidup gue, baru kali ini gue dibuat terjebak dan bingung disaat yang bersamaan. Masih ingat kejadian dikantin hari itu?

Ya, tepatnya tiga hari yang lalu. Gue tidak pernah menduga, kalau saat itu juga bakalan jadi momen dimana terakhir gue melihat Naura, oh dan Fery tentunya.

Mereka berdua menghilang begitu saja. Bahkan dihari itu, semua orang tidak ada yang tau kemana perginya mereka. Naufal yang sore itu mengangkut barang bawaan Fery dan Naura pun memilih bungkam tak banyak bicara.

Raut wajah pemuda itu tampak sendu. Tapi dia mencoba tetap terlihat baik-baik saja. Ada yang aneh dimata gue, tentu saja. Setelah hari itu, gue sama sekali tidak mendapat informasi mengenai Naura maupun Fery. Mereka terlalu tertutup.

Sesekali gue melihat Naufal berseliweran di sekolah. Itu pun bukan seperti Naufal yang selama ini gue kenal. Dia jadi lebih banyak diam. Raut mukanya benar-benar datar dan terkesan dingin. Kantung matanya menghitam. Penampilannya jauh lebih urakan dari sebelumnya. Bahkan  dia cenderung mengabaikan siswi-siswi yang berusaha menyapanya, atau bahkan omelan guru-guru yang selalu saja memarahinya.

Gue tahu, pasti tengah terjadi sesuatu. Dan itu bukan suatu hal yang biasa, dan pasti sangat berat buat dilalui. Sejauh ini gue belum mencoba bertanya macam-macam pada Naufal.

Meski harapan gue satu-satunya bersumber dari cowok itu. Tapi gue cukup tahu diri, ini bukan waktu yang tepat. Atau kalau gue nekad, yang ada gue malah semakin memperkeruh suasana.

"Ck, galauin Hilda terus elo tuh, udah kali kak, tar juga tuh anak nongol lagi kesekolah, elo kayak ngga tau Hilda aja" ujar Liana

Gue ngga ngerti antara gue yang terlalu berlebihan memikirkan Naura, atau emang semua orang didekatnya tak pernah mencemaskan keadaan gadis itu dan selalu menganggap ini hal yang sepele.

"Elo jangan banyak pikiran gitu lah, udah H-4 lomba loh, jaga kesehatan elo juga, lagian kata Naufal mah Hilda baek-baek aja, mungkin dia lagi males sekolah, dia kan biasa kek gitu" kali ini Keano juga ikut menegur gue

Gue hanya mengangguk samar, "Gue ke toilet dulu" pamit gue ke yang lain

Memandangi pantulan diri gue di cermin, pikiran gue tetap tak bisa berhenti di satu nama, Naura. Kemana perginya gadis itu? Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Apa dia baik-baik saja?

Menghela nafas kasar, gue membasuh muka sekali lagi, berharap kekhawatiran gue sedikit berkurang agar dapat latihan band dengan fokus, karena lomba sudah dalam hitungan jari, gue ngga boleh terlalu banyak pikiran seperti ini.

Langkah gue terhenti saat akan menginjakkan kaki di anak tangga pertama.

"Apa separah itu? Kira-kira kapan Naura bisa masuk sekolah lagi?"

"Semoga lekas membaik yaa, sayang banget, padahal kan Naura sudah saya daftarkan jadi peserta lomba menyanyi tingkat nasional itu"

"Kalau boleh tau, dirumah sakit mana ya Bu?"

ELDER [Complited] ✅Where stories live. Discover now