bab 28 - Naura; kembali

4 3 0
                                    

not found quotes

~Happy Reading~

[Naura Hildania Ayeesha]

Menghela nafas kasar, gue terbaring diatas tempat tidur dengan pandangan menerawang langit-langit kamar. Selama seminggu menghilang, gue pikir semuanya akan kembali ke awal dimana segalanya belum serumit ini.

Justru kenyataannya sebaliknya. Yang gue lakukan adalah istirahat dari masalah, yang artinya gue harus siap sewaktu-waktu untuk kembali dan terlibat dengan kenyataan lagi.

Manar, cowok yang belakangan ini selalu memunculkan tanya baru dalam otak gue.

Cowok yang membuat gue kembali merasakan trauma di masa lalu, atas semua yang pernah papa lakukan.

Ini janggal. Manar sama sekali tidak terlibat dalam masa lalu gue. Seharusnya dia tidak bersalah atas apapun yang terjadi pada gue sekarang karena memang dia tidak melakukan apapun.

Dua hari gue dirawat dirumah sakit, setelahnya gue diasingkan di sebuah rumah di dekat puncak. Selama itu gue selalu mendapatkan sesi konsultasi dengan psikiater pribadi keluarga gue.

Gue selalu menceritakan segalanya ke Dokter Ghea. Tentang apa pun yang gue rasakan. Tentang hal-hal mengenai kehidupan pribadi gue. Juga semua hal yang gue rasakan pada seorang cowok bernama Manar.

Sejak kejadian gue diculik waktu kecil dulu, Dokter Ghea adalah orang yang tau tentang segalanya yang gue rasakan. Gue tidak pernah mengeluh karena trauma ini, gue juga selalu datang saat sesi konsultasi. Itu membuat sesuatu dalam dada gue terasa meringan.

Dari dulu gue ngga pernah bisa ceritain apa yang gue rasakan ke semua orang, Mama, Naufal, Fery, atau bahkan teman-teman gue yang lain. Semua ngga ada yang tau. Karena gue paling ngga suka jika dipandang kasihan oleh orang lain. Gue ngga butuh itu.

Dokter Ghea pernah bilang, "Kamu ngga salah kalau kamu suka sama Manar. Masalah dia balik suka ke kamu ngga nya itu urusan dia. Yang kamu rasakan itu karena kamu terlalu cemas sama semua yang belum tentu bakal terjadi. Manar belum tentu suka beneran ke Liana, begitupun sebaliknya. Kamu kan ngga tau. Jadi jangan terlalu cepat untuk menyimpulkan sesuatu. Trauma itu muncul karena kamu selalu menganggap semua cowok yang kamu cintai sama seperti papamu. Mereka beda Hilda, dan kamu harus ingat itu."

Jika dipikir kembali, gue emang bodoh. Gue selalu merasa cemas yang akhirnya gue termakan sendiri oleh bisikan otak kadal gue tentang suatu hal yang ngga baik. Semua yang gue alami, semua yang terjadi, dasarnya datang dari diri gue sendiri, bukan orang lain.

"Hilda... Mama boleh bicara..??"

Panggilan dari luar pintu kamar membuat gue mengerjap, lalu merubah posisi menjadi duduk bersila diatas tempat tidur.

"Masuk aja Mah"

"Kok belum tidur?"

"Hm, belum ngantuk"

"Gimana sekarang?"

"Hilda udah baik-baik aja Mah.. Kemaren-kemaren juga udah kayak biasanya"

Mama duduk di tepi tempat tidur gue, manatap gue dengan tatapan teduh, serta membelai rambut gue.

"Hil.. Obat yang sebenarnya kamu butuhkan itu cuma satu, dan itu ada pada diri kamu sendiri. Yang perlu kamu lakukan adalah berdamai dengan masa lalu. Mama tau itu pasti akan sulit buat kamu, tapi kalo ngga pernah dicoba yaa selamanya bakal terus nyusahin kamu juga. Jadikan masa lalu sebagai pelajaran hidup buat kita menghadapi masa depan."

"Kalo kamu tau, sebenarnya papa mu sama sekali tidak pernah membenci keluarga kita. Yang dia lakukan dulu, itu cuma pura-pura. Justru karena dia sayang sama kita, dia ngga mau membuat perpisahan ini jadi dipenuhi oleh janji-janji manis. Karena yang namanya perpisahan kan mau manis atau sadis akhirnya bakal tetap mengurai tangis. Hil... Maafin papamu yaa.. Kita mulai semuanya dari awal, anggap bahwa semua yang pernah papa lakukan dulu itu ngga pernah terjadi, kita coba ya Hil.."

ELDER [Complited] ✅Where stories live. Discover now