CHAPTER 1 - Langit Sore dari Balik Dinding Kaca

11.3K 334 3
                                    

Langit sore masih memamerkan warna birunya yang indah, sebelum nanti berubah menjadi kelam. Awan putih berarak dan mulai digantikan dengan semburat senja. Aku bisa melihat keindahan itu walaupun hanya dari balik dinding kaca. Aku masih duduk di belakang meja kasir, di sebuah toko perlengkapan alat tulis tempat aku bekerja.

Jam tutup toko masih sekitar setengah jam lagi, tapi pengunjung sudah terlihat sepi sore ini. Bu Rianti, pemilik toko perlengkapan alat tulis ini, telah mengabariku bahwa ia akan singgah ke toko untuk mengecek barang. Aku menghela napas, lalu kembali melihat langit. Pikiranku berkelana.

Lima tahun yang lalu, sepeninggalan orang tuaku, aku memutuskan untuk pergi ke Jakarta. Dengan sedikit uang, aku berangkat dan mencoba bertahan di ibu kota. Berbekal ijazah SMA, aku mencoba melamar kerja ke sana-kemari. Ternyata mencari pekerjaan bukan hal yang mudah, lamaranku ditolak berulang kali.

Saat aku mulai berputus asa dan hampir hidup menggelandang karena kehabisan uang, aku bertemu dengan sepasang suami istri yang kuanggap sebagai penolongku. Mereka adalah Pak Raditya Mahawira dan Bu Rianti Sekar. Aku menemukan ponsel Bu Rianti yang terjatuh di sebuah mall yang aku singgahi untuk mencari lowongan kerja.

Setelah kami bertemu, Pak Raditya dan Bu Rianti ingin memberiku uang, namun aku menolak. Mereka lalu bertanya tentangku. Aku menceritakan dengan sejujurnya bahwa aku sedang mencari pekerjaan. Mereka langsung menawariku untuk bekerja di toko perlengkapan alat tulis milik mereka yang kala itu baru saja buka dan kebetulan sedang membutuhkan karyawan. Aku mengiyakan tawaran mereka.

Toko perlengkapan alat tulis milik mereka itu tak lain dan tak bukan adalah toko tempatku bekerja hingga detik ini, Rianti Stationery. Ya, aku sudah bertahun-tahun bekerja dengan mereka. Keluarga Mahawira adalah keluarga berada, namun itu tak menjadikan mereka tinggi hati. Pak Raditya dan Bu Rianti sangat baik, humble, dan dermawan.

Rianti Stationery bukanlah toko yang besar, tapi barang-barang yang dijual cukup lengkap dan beragam karena toko ini juga menjual produk impor dari berbagai negara. Selain menjual perlengkapan alat tulis, toko ini juga menjual perlengkapan komputer. Harga produk pun beragam, mulai dari yang terjangkau hingga yang terbilang cukup mahal.

Bu Rianti tidak pernah berniat membuka cabang toko di tempat lain, karena ia membuka toko ini bukan untuk berbisnis, melainkan karena kecintaannya pada dunia menulis. Ia sudah merasa sangat bahagia dengan perkembangan tokonya hingga saat ini.

Rianti Stationery sudah memiliki pelanggan tetap karena lokasinya yang sangat strategis. Toko ini berada di pinggir jalan raya dan dekat dengan beberapa sekolah, universitas, serta perkantoran. Rumah keluarga Mahawira sendiri terletak tepat di samping lokasi toko, namun agak menjorok ke dalam sejauh kira-kira lima puluh meter, sehingga rumah tak terlihat dari jalan raya.

Lamunanku terhenti saat kulihat Bu Rianti memasuki toko. Ia tersenyum saat aku menyapanya.

"Ini saya beli kue tadi," kata Bu Rianti seraya meletakkan plastik putih besar, yang berisi tiga kotak kue, ke meja kecil di samping meja kasir.

"Terima kasih, Bu," ucapku.

Bu Rianti mengangguk tersenyum, lalu memanggil Vera dan Ditha, dua karyawan toko yang lain. "Vera, Ditha, sini makan kue dulu."

"Iya, Bu," sahut Vera dan Ditha. "Nanti saja setelah selesai kerja."

Vera dan Ditha berada di gudang, mereka sedang menyusun barang-barang baru yang belum sempat disusun kemarin. Bu Rianti kemudian berjalan mengitari rak-rak barang. Hanya sebentar, ia lalu beranjak kembali ke arahku. Ia mengucapkan terima kasih ketika aku menyodorkan kursi dan mempersilakannya untuk duduk.

"Azalea, ada yang mau saya omongin sama kamu," ujar Bu Rianti setelah ia duduk.

"Tentang apa, Bu?" tanyaku.

Senandung Azalea (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang