"You're so demanding. Jelas aku akan menemani istri aku yang sedang cemburu, Rose. Aku tidak ingin dia marah kepadaku."

           Rose menggeram dan membuang wajahnya yang tersipu merah. Jelas-jelas Mikael sedang meledek Rose tetapi hati wanita itu justru berkhianat dengan menikmatinya. 

           "Kamu pakai apa hari ini? Brioni? Tom Ford? Kiton?" tanya Rose.

           "Dormeuil Vanquish, seingatku." Mikael menaikkan kedua alisnya. 

           "Oke. This is when you should go inside," kata Rose lalu bergerak duduk di lantai di samping pintu apartemennya. "Kamu tidak akan membuat Dormeuil Vanquish kotor—Mikael!"

           "Kenapa, Rose? Aku juga mau duduk." Mikael tanpa ragu ikut duduk di lantai dan Rose dengan seram menatapnya. 

           "Mikael, aku duduk di lantai karena aku tahu kamu tidak mungkin duduk di lantai dengan jas mahal kamu itu!"

           "Kalau begitu kamu salah, Choupinette. When I say I want to stay, I'll stay."

          "Kamu keras kepala sekali, ya. Aku sudah bilang aku tidak cemburu dan aku mau sendirian di sini, tapi kamu tidak mendengarkan aku."

          "Aku keras kepala? Lalu kamu apa?" tanya Mikael kepada Rose. 

          Rose memutar kedua bola matanya. "Stop it. I'm not in the good mood, Mikael."

          "Tidak perlu kamu bilang, semut-semut di lantai ini juga tahu you're having bad mood, Rose. Masalahnya sekarang, aku ingin tahu apa yang membuat mood kamu jelek."

          "Ada, orang. Pakai jas mahal tapi ikatan dasinya lebih jelek dari mood aku sekarang. Masih saja keras kepala padahal dia sendiri sedang lelah," kata Rose dengan nada sebal sementara Mikael tersenyum. 

           "Oh, ya, ada informasi tambahan," Rose berkata lalu mendekatkan diri kepada Mikael dan berbisik, "Sekarang sudah punya pacar."

           Mikael melirik Rose dan tertawa kecil. "Memangnya dasi orang itu sejelek apa? Masih lebih jelek dari dasiku tidak?" tanya Mikael kemudian menarik dasinya sehingga ikatannya semakin berantakan. 

           Rose berdecak dengan gemas saat melihat dasi Mikael menjadi aneh. "Kamu sengaja ya, Mikael?"

          Mikael mengendikkan bahunya. "Mungkin saja ada yang mau mengikatkannya ulang."

          "Smooth, Leclair, smooth," ucap Rose dan tidak bisa menahan senyuman. Dengan alasan gemas dan tidak kuat melihat dasi tidak rapi, Rose merangkak mendekati Mikael. Ia meraih dasi pria itu lalu menyentaknya.

          "Aw," ledek Mikael tetapi Rose hanya menjulurkan lidahnya. Rose menunduk untuk membuka dasi Mikael dan kemudian mengulang simpul dasi dari awal. Mikael yang bersandar pada dinding menyingkirkan rambut di sekitar dahi Rose sehingga wanita itu benar-benar salah tingkah. 

          Rose nyaris kehilangan napas berada di bawah tatapan Mikael yang sebenarnya datar dan biasa saja. Bahkan Rose beberapa kali salah memutar simpul sehingga Mikael meledeknya lagi, "Apa memang selama ini?"

          "See, Mikael? Orang itu semakin membuat mood aku buruk," kata Rose, masih membenarkan dasi Mikael. 

          Mikael mengikuti permainan konyol Rose dengan membalas, "Oh, orang yang kata kamu keras kepala padahal lelah dan sekarang sudah punya pacar itu?"

          Rose mengangguk. 

          "Well, Choupinette, kalau kamu tahu dia lelah, mengapa tidak menuruti ucapannya saja? Mungkin dia khawatir kamu menunggu akses pintu sendirian," kata Mikael dan Rose mau tidak mau tersenyum.

          "Buat apa dia khawatir dengan aku? Dia kan sudah punya pacar."

          Mikael tersenyum lembut dan Rose tidak sanggup menahan tangannya sendiri sehingga ia memegang pipi pria itu. "Dia tidak punya pacar, Choupinette. Dia hanya punya satu istri yang  sama keras kepala seperti dirinya dan sangat menarik di matanya."

          Rose mendongak lalu tertawa. "Oh, ya? Walau istri bohongan?"

          "Walau istri bohongan," ulang Mikael. 

          "Sudah, drama kita selesai. Kamu melantur," Rose berkata dan mendorong pipi Mikael pelan. Dasi Mikael sudah rapi sehingga ia hendak menarik diri, tetapi gagal karena Mikael menahannya. 

          "Aku serius. Tidak ada pacar." Mikael menatap Rose dalam.

          "Aku sudah bilang dari awal, aku tidak peduli, Kael."

           "Alright, Bad Liar."

          Rose memutar kedua matanya. "Aku cuma berpikir, Mikael. Kalau perempuan itu hanya orang biasa, kenapa bisa mudah sekali punya access code kamu. Beda sekali dengan aku. Masa aku harus menikahi kamu dulu baru punya access code kamu?"

          Mikael tidak kehabisan akal untuk menjawab, "Mungkin karena kamu bukan orang biasa."

            "Tidak nyambung," cibir Rose dan saat itu door locknya berbunyi, menandakan Rose sudah bisa mengaksesnya lagi. 

           Wanita itu bangkit berdiri diikuti Mikael. Rose tertawa ketika Mikael menepuk-nepuk jasnya dan membersihkan debu di sana. 

            "Jadi mood kamu sudah baik, Rose?" Mikael bertanya. 

            "You tell me," kata Rose, sekali lagi menjulurkan lidahnya sebelum masuk ke penthouse-nya dan membuat Mikael menggelengkan kepala. 

           Ketika Rose menutup pintunya, ia mendengar suara Mikael yang dalam berbicara dengan seseorang. Sepertinya melalui telepon karena Rose tidak mendengar balasan siapa-siapa. 

            "Good evening. I want to change my access code, please. Tolong kirim orang ke penthouse saya sekarang."

                     ...

            "That would be fine. Thank you."

             Mikael mengganti kose akses penthouse-nya dan entah mengapa Rose tersenyum mendengarnya. Hal-hal kecil yang pria itu lakukan selalu sukses membuat hatinya terjun bebas dan Rose tahu ini semakin berbahaya—Mikael semakin berbahaya. 

            Rose memejamkan mata sambil bersandar di pintu dan menggigit bibirnya. Ini salah, Rose. Kamu dan Mikael baru saja memulai sebuah kesalahan.

***

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Where stories live. Discover now