63) Setetes Kecil

923 56 1
                                    

Manusia berkejaran menumpuk-numpuk harta, walau tak akan dibawanya ke mana-mana. Manusia mempertuhankan akalnya, mematuhi kebodohan, walau akan menghadapi keabadian.

Manusia memisah-misahkan urusan dunia dan urusan langit, walau pedoman hidupnya di dunia diturunkan dari langit. Manusia bermain-main dengan maksiat, walau hanya akan menyakiti dan merugikan dirinya sendiri.

Manusia mengoleskan gincu tebal-tebal pada dosanya, walau tahu Allah Maha Melihat, malaikat tak pernah alpa mencatat. Manusia menghambur-hamburkan waktu, walau tahu sebentar lagi malaikat maut akan bertamu.

Begitulah kita kadang suka mengatur Tuhan. Kadang suka buat-buat aturan. Padahal hidup tak lain adalah ujian. Allah hanya ingin tahu siapa di antara kita, yang paling baik amalnya.

Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (QS. Al-Mulk ayat 2)

Buku itu yang sedang Alzena baca. Tidak sia-sia Alzena membawa bukunya. Setidaknya ia bisa memanfaatkan waktu. Benar-benar merasa tertampar.

Sedangkan di pinggirnya Azizan sedang membaca kitab kuning. Yang isinya saja Alzena tidak terlalu mengerti. Walupun Alzena juga pernah belajar masa kanak-kanaknya mengaji di desa. Belum lagi soal otak Alzena yang mudah lupa.

"Enggak mau ngajar kalau gini bawaannya," ucap Azizan mengawali percakapan.

Alzena merasa bingung enggak biasanya Azizan seperti ini. "Kenapa?"

"Mau sama kamu. Dari tadi aja masih muntah-muntah terus. Enggak tega ninggalinnya." Bibir Azizan mengucup seraya memeluk tubuh istrinya.

Alzena mesam-mesem mendengarnya. "Aku bukan anak kecil."

"Anak kecil aja kalau di depan aku, selamanya sampai tua juga enggak masalah," balas Azizan masih memeluk Alzena erat.

"Kapan beresnya?" Alzena mengalihkan topik.

"Apa?" tanya Azizan enggan melepas pelukannya. Padahal sedang di tempat orang tua walaupun kamar mereka tertutup pintu.

"Selesai pelukannya sampai kapan?" ulang Alzena dengan kalimat yang berbeda.

"Bentar lagi."

"Berapa menit?"

"1 jam."

"Lama itu bukan bentar."

"Bagi orang sabar itu sebentar, Sayang."

"Oh, kamu ngatain aku enggak sabaran gitu?"

Pandangan menusuk Alzena hadiahkan untuk suaminya.

Azizan mengorek tengkuknya karena salah bicara dengan ibu hamil yang sedang sensitif.

***

Dengan menggerakkan bibirnya Rezki meminta tolong kepada sipir untuk meminjam telepon menelepon Elisa.

"Elisa, katanya lo mau bebasin gue?"

"Bentar, Bang. Bujuk papanya susah."

"Lo enak udah bebas, gue punya rencana baru."

"Lo juga bisa bebas, Bang. Besok gue coba bantu. Ada duit semuanya gampang paling gue nyoba pake duit tabungan aja."

"Nanti gue ganti, kartu ATM gue kenapa bisa diblokir coba? Padahal isi duitnya banyak, sialan emang! Pokoknya lo jangan lapor bokap sama nyokap gue!"

KEPASTIAN DENGAN GUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang