61) Cinta Dalam Diam

1K 60 0
                                    

"Abang, sebenarnya aku pengen banget pacaran," adu Alzam mengutarakan isi hatinya.

"Seumuran kamu juga sama, abang pernah rasain hal itu," timpalnya mengulit bahu adiknya.

"Tapi, kalau misalnya ada yang belum nikah terus nahan diri enggak pacaran, enggak dekat sama yang bukan mahram sebelum halal. Kamu juga pasti tau kalau ada yang meninggal terus ngelakuin hal itu ganjarannya syahid, luar biasa,'kan? Makanya sebisa mungkin waktu dulu abang tahan. Kamu juga pasti bisa." Jika menyangkut hal seperti ini mungkin Azizan tidak pernah bosan bercerita panjang lebar.

Kala Azizan menghembuskan napasnya dengan tenang. Ia melanjutkan, "Namanya juga anak muda tiap orang pasti ada sukanya sama lawan jenis coba anggap sebagai cinta dalam diam. Yang abang rasain setelah itu Allah beri jalan keluar  dalam kehidupan. Tanpa disangka dipermudah segalanya, bisa jadi abang gampang dapet apa-apa sekarang karena dulu bisa nahan diri buat enggak pacaran, siapa coba yang enggak pengen pacaran? Pengen banget, cuman kita bisa pilih. Emang berat soalnya pahalanya juga luar biasa. Sabar aja dulu, pacaran setelah pernikahan dijamin lebih indah."

Alzam menatap wajah abangnya dengan penuh penghargaan. "Abang, aku mau coba," ucapnya dengan suara yang penuh tekad.

Azizan tersenyum. "Itu semangatnya, Alzam. Percaya aja, Allah selalu beri yang terbaik untuk kita. Jadi, jangan pernah ragu untuk pilih jalan yang benar, meski itu terasa berat."

Mereka berdua kemudian terdiam, menatap langit sore.

***

"Zen, gue mau tanya hijab yang bener itu gimana?" Rewinda mendekati Alzena di perkarangan rumah.

"Yang longgar, yang sempurna bagian atas sama bawahnya. Soalnya ada yang kayak gini maaf ya, ada yang dibungkus gitu dililit, kadang ditutup. Tapi, auratnya itu masih kelihatan, aurat itu kelihatan lekuk tubuhnya, terlihat ada juga yang nerawang." Alzena senang jika Rewinda penasaran begini.

"Jangan sampai bagian dalamnya itu kelihatan, yang sering terjadi apa lagi anak muda seperti dalam Al-Quran yang menyuruh untuk sempurnain jilbab, atasnya ditutup batasnya paling rendah sampai dada. Tutup abis itu, bagian bawahnya dekat ke arah tanah," lanjut Alzena merasa curiga tumben sekali temannya ini menanyakan hal itu. Semoga, ia bisa masuk Islam. Itu harapan Alzena.

"Makasih banget buat penjelasannya ternyata kayak gitu," balas Rewinda betapa kagumnya dengan agama satu ini. Memuliakan mahluk yang bernama perempuan.

Seusai itu di ufuk barat, mentari perlahan meredup. Cahayanya berubah menjadi warna jingga yang lembut, menciptakan suasana senja yang memikat hati. Angin senja berhembus perlahan, membawa aroma harum bunga-bunga yang mulai merekah. Di langit, awan-awan berarak dengan perlahan, seolah menari mengikuti irama senja yang melankolis. Suara riak air sungai mengalun lembut, seiring dengan langkah sunyi waktu. Di tengah keheningan, langit ini terasa sendu, terbawa oleh pesona senja yang memancarkan keindahan.

***

Seperti biasa Hikam selalu mengikuti Fira dan mereka sedang berada di dapur, mencoba membuat kue.

Hikam mengacungkan sendok dengan bangga. "Beb, aku udah nemuin resep kue yang luar biasa! Aku yakin ini jadi kue terlezat yang pernah kita buat."

Fira tersenyum tidak percaya. "Aku penasaran, Hikam. Apa resep kue ajaib kamu?"

"Nah, resep ini punya bahan-bahan rahasia yang bikin kue ini unik. Pertama, kita butuh cokelat, mentega, dan... saus sambal!" balasnya dengan semangat yang meletup-letup.

Fira terkejut. "Saus sambal? Itu enggak masuk akal! Kue dengan saus sambal?"

Namun Hikam bersikeras. "Ya, ya! Aku yakin ini bisa ngasih rasa pedas yang bikin kaget dan unik pada kue kita."

Fira ragu-ragu. Tapi, tidak mau memperumit. "Ayo kita coba. Siapa tahu, mungkin ini akan menjadi kue terlezat yang aneh tapi enak."

Hikam dan Fira mulai mencampurkan bahan-bahan dengan saus sambal ke dalam adonan kue. Mereka saling bercanda dan tertawa saat melakukannya.

Hikam memasukkan adonan ke dalam oven. "Dan sekarang, kita tunggu kue ajaib ini matang."

Beberapa saat kemudian, alarm oven berbunyi dan mereka mengeluarkan kue dari oven.

Fira mengambil sepotong kue dan mencicipinya. "Beb, ini... ini..." Kemudian Fira tertawa terbahak-bahak. "Ini adalah kue teraneh yang pernah aku rasain!"

Hikam memakan sepotong kue dan tertawa. "Ternyata saus sambal enggak cocok dengan kue, ya? Tapi seenggaknya ini pengalaman yang baru."

Mereka berdua terus tertawa sambil mencicipi kue yang aneh tersebut.

***

Ketika pulang dari klinik Alzena melihat foto USG dan senyumnya melebar di wajahnya saat ia memandang ke arah Azizan, yang melihat foto dengan penuh antusias.

"Ini bayi kita," ungkap Alzena, sambil memberikan foto pada Azizan.

"Bayi kita, ya," kata Azizan, sambil menempelkan pipinya di kepala Alzena. "Dia kelihatannya tenang banget dan bahagia di sana."

Alzena mengangguk setuju. "Aku enggak sabar nunggu waktu kelahirannya," ucapnya lembut.

"Aku harap ini adalah awal dari banyak kenangan yang indah," kata Azizan sambil membisik.

"Bareng kamu di sini, aku yakin bakal indah," jawab Alzena sambil mencium pipi suaminya.

"Kalau kamu mau apa-apa bilang, jangan dipendam," kata Azizan sebelum mereka memasuki mobil.

"Aku belum mau apa-apa sekarang. Kalau misalnya ada yang aku pengen nanti aku kasih tau kamu," timpal Alzena.

"Abis ini kita ke rumah Bunda ya? Besoknya ke pesantren,'kan?" Alzena tampak bersemangat memberikan kabar gembira. Hubungan Alzena dan bundanya memang semakin baik, apa lagi saat dulu Alzena memutuskan untuk hijrah Alzena memperbaiki segalanya.

"Ya, Sayang," balas Azizan seraya mengangguk.

Alzena melihat Azizan dengan wajah berbinar-binar saat mereka berjalan menuju mobil. Setelah mereka duduk di dalam mobil, Alzena tiba-tiba mengajukan permintaan yang mengejutkan.

"Sayang, aku punya permintaan spesial buat kamu," kata Alzena dengan penuh harap.

Azizan menatap Alzena dengan rasa penasaran. "Apa itu?" tanya Azizan dengan lembut.

Alzena menarik nafas dalam-dalam sebelum melanjutkan, "Aku mau kamu berkunjung ke lapas bareng aku."

Azizan terkejut mendengar permintaan tersebut. Ia tahu bahwa Alzena telah berusaha keras untuk memperbaiki diri dan hidupnya setelah memutuskan untuk hijrah. Namun, mengunjungi lapas adalah sesuatu yang baru dan menantang bagi mereka berdua.

Azizan memandang Alzena dengan penuh dukungan. "Tentu, Sayang. Kalau itu yang kamu mau, aku mau dukung kamu sepenuhnya. Kita bisa lakuin sama-sama."

Senyum bahagia terpancar di wajah Alzena. Ia merasa sangat bersyukur memiliki Azizan yang selalu mendukung dan mencintainya tanpa syarat.

"Makasih, Sayang. Aku tahu ini enggak mudah," ucap Alzena penuh keyakinan.

***

Masih mau lanjut ga?

Tunggu sampai ending ya xixixi

Pokoknya makasih banyak yang udah mau bertahan sampai bab ini, enggak nyangka juga bisa sampai 100k lebih pembaca😻

KEPASTIAN DENGAN GUSWhere stories live. Discover now