EMPATPULUH ENAM

7.9K 491 32
                                    

🩸🩸🩸

Omongan apa yang paling ditakuti?
Omongan di dalam pikiran diri sendiri.





Sesampainya di Rumah Sakit, Eca terus berdoa agar Caca baik-baik saja, perawat membawa Caca keruangan IGD. Tadi Eca juga sudah menghubungi keluarga Caca, orang tua dan para temannya.

"ECA," teriak seseorang berlari di lorong mencari keberadaan anaknya.

"Bunda." Eca berlari berhamburan di pelukan Bundanya.

"Bun ini salah Eca, harusnya Eca juga di dalam sana, bukan cuma Caca aja Bun." Dia terisak di dalam dekapan Bunda.

Dengan tersenggal-senggal dia kembali berbicara. "Harusnya Eca selamatkan Caca Bun, Eca bodoh Bun gak bisa jagain Caca," racaunya dipelukan Bunda, dengan baju bersimbah darah.

"Caca pasti kesakitan Bun," sambungnya, garis bibirnya melengkung ke bawah menandakan kecewaan yang teramat besar.

Bunda mempererat pelukannya, dia sangat tidak tega dengan kondisi putrinya. "Sayang kamu yang tenang, ya, Caca pasti baik-baik saja, kok, di dalam sana."

"Enggak, enggak, ini salah Eca gak bisa jaga Caca Bun." Dia terus meronta di pelukan Bunda masih tidak bisa menerima keadaan yang menimpanya.

Papa yang di samping tak tega melihat keadaan putrinya yang kacau dia pun mendekat. "Sayang dengerin Papa, Caca pasti baik-baik saja Nak." Tangannya terulur mengelus kepala putrinya dengan sayang, matanya mulai berkaca-kaca, karena baru pertama kali dia—sebagai seorang Ayah melihat keputusasaan anaknya sendiri.

"Gimana keadaan anak saya?" suara bariton terdengar dari belakang. Mereka serempak menoleh ke asal suara melihat siapa di sana.

Di sana sudah ada orang tua Caca, Kris dan Triger menghampiri Eca.

"Eca lo gapapa?" tanya Kris di depan Eca, yang di tanya hanya membalas dengan anggukan menandakan dia baik-baik saja.

Setelah itu Eca mendekati orang tua Caca. "Caca di dalam Om, sedang di priksa." Eca meremas bajunya di hadapan orang tua Caca dengan tampang murung.

"Om maafin aku, kalau saja Eca tahan Caca supaya gak nyebrang duluan, pasti mobil itu gak akan tabrak Caca, kalo aja aku bisa cegah Caca pasti dia ga bakal berada di dalam sana," bebernya dengan suara terbatah, seraya menceritakan apa yang terjadi sebelumnya.

Dia pun menoleh ke Mami Caca. "Tante maafin Eca harusnya, Eca yang jagain Caca, Eca gak becus jadi teman Tante." Eca melihat Mami Caca yang sudah terisak semenjak mendengar anaknya kecelakaan.

Orang tua Caca berusaha mengerti semua ucapan Eca dan membawa perihal masalah ini ke pihak berwajib, agar mereka menangkap pelaku tabrak lari anaknya. Kemudian tentang permintaan maaf dari Eca barusan, mereka juga tidak tahu harus bereaksi seperti apa, tetapi ini hanya sebuah kecelakaan bukan salahnya. Eca pun sudah menceritakan kronologisnya dengan tersengal-sengal. Mereka semua sama-sama terpuruk menunggu kelanjutan Caca di dalam.

Pintu ruangan itu terbuka, dokter yang menangani Caca menghampiri mereka semua.

"Keluarga pasien?" tanya dokter, orang tua Caca langsung bangkit dan menghampiri.

"Saya dok, gimana keadaan anak saya dok, anak saya tidak apakan?" pertanyaan seorang ayah mengkhawatirkan putrinya.

"Keadaan pasien yang cukup parah, mengharuskan kami membawanya ke ruang ICU, agar bisa ditangani lebih lanjut lagi," ucap dokter di hadapan orang tua Caca.

Raut khawatir di wajah orang tua Caca semakin pias. "Apapun lakukan buat anak saya dok, saya mohon tolong selamatkan anak saya,"permohonan Papi Caca untuk kesembuhan anak satu-satunya.

ANTAGONIS URAKAN [END]Unde poveștirile trăiesc. Descoperă acum