Affected [COMPLETED]

By tenfullsun_

58.2K 7.6K 4.4K

"Jadilah pacarku, hanya 6 bulan. Kau bisa mengatur kontraknya." - Jung Jaehyun (Completed) (Berlanjut ke Dadd... More

Coffe
He Was My Ex
Agreement
First Meeting
Late Night Date
Healing
Trouble
Sunday Morning
Apple Cheeks
Daddy's Little Girl
Lost
Premenstrual Syndrome
Fellow
Encounter
Special Chapter: Missing (U)
Persevere
Spesial Chapter: Cousin
No Manner
Revealed
Special Chapter: Hangover
He Loves Her
Baby
Runaway
Unfulfilled Promises
High Tension
Special Chapter: Babysitting
Daydream
He (Still) Loves Her
Dreams Come True
Sorry
Daddy's
Reconciliation
Final Chapter: Her
New World

Decision

1.1K 177 186
By tenfullsun_


Syukurnya operasi Hyunji berjalan dengan lancar. Hyunji dan bayinya baik-baik saja. Jaehyun sangat bersyukur, dia bahkan hampir menangis saat melihat bayi itu dipindahkan tadi. Diam-diam dia mengucapkan terima kasih kepada bayi mungil itu.

Terima kasih sudah menjadi bayi yang kuat. Terima kasih sudah bertahan.

Sekarang Jaehyun sedang di depan ruang perawatan intensif, melihat bayi itu dari depan kaca yang transparan. Rasa bersalah kembali melingkupinya, karena dirinyalah sekarang bayi itu harus berada di inkubator dengan alat bantu napas. Kalau saja dia bisa mengendalikan emosinya. Kalau saja ia sadar bahwa yang menahan tangannya tadi adalah Hyunji, pasti bukan begini ceritanya. Tapi ya seperti cangkang telur yang sudah retak, bayi itu tidak mungkin disuruh bertahan di perut ibunya dengan kondisi seperti  itu.

"Maaf ya. Cepatlah sehat, nanti aku akan mengajakmu jalan-jalan."

Jaehyun tersenyum melihat bayi itu menggeliat seakan memberi jawaban. Tiba-tiba otaknya kembali mengingat kata-kata Ahra.

"Percayalah, hidup tanpa seorang ayah bukanlah hal yang menyenangkan."

Terdapat kegetiran di wajah itu. Jaehyun bahkan bisa melihat lapisan tipis yang membayang di mata gadis itu, walaupun di saat yang sama Ahra tersenyum.

Jaehyun tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi, tapi pemuda itu cukup sadar diri untuk tidak bertanya lebih jauh mengenai keluarga Ahra, terkhusus lagi ayah Ahra. Ia takut jika ia melakukannya, hal itu akan mengorek luka yang seharusnya tidak ia buka. Ia lebih senang jika Ahra menceritakannya sendiri, dengan begitu ia tahu jika Ahra benar-benar mempercayainya.

Jujur saja selama ia pergi ke rumah Ahra, melihat dari foto-foto yang terpajang di rumahnya, tidak ada yang menunjukkan sosok ayah dari gadis itu. Selalu hanya ada Ahra dan ibunya. Di luar itu hanya ada Ten dan anak muda lain yang Jaehyun yakini sebagai teman atau mungkin sepupu Ahra. Tidak ada sosok pria paruh baya yang menunjukkan eksistensi sebagai ayah Ahra. Jadi apakah secara tidak langsung Ahra telah memberitahunya bahwa gadis itu tumbuh tanpa kasih seorang ayah?

Setelah memikirkan semua itu, akhirnya Jaehyun membuat keputusan dalam waktu singkat. Pikirannya berubah cepat. Mungkin ini rekor tercepat baginya untuk mengambil sebuah keputusan yang akan mengubah hidupnya.

"Babygirl, kau bisa memanggilku ayah."


🍑🍑🍑




Orang tua Hyunji baru datang saat petang, selama itu yang menjaga Hyunji adalah Doyoung dan ibu Jaehyun. Hyunjo, kakak Hyunji sempat datang dan menunggu selama operasi, namun saat adiknya sudah selesai dan memastikan keponakannya baik-baik saja, ia pamit pulang untuk mengambil keperluan Hyunji selama di sini. Sementara itu Hyunji sudah siuman beberapa jam lalu tapi keadaannya masih lemah pasca melahirkan.

"Bagaimana keadaan Hyunji?"

"Dia baik-baik saja, sekarang dia sedang tidur." ibu Jaehyun menjawab dengan tenang.

"Kenapa dia bisa sampai jatuh?"

"Maaf bibi, aku yang membuatnya terjatuh." Jaehyun datang tepat saat pertanyaan itu dilontarkan. Mendengar penjelasan itu tentu saja membuat ibu Hyunji langsung naik pitam.

"Setelah tidak mau menikahinya, sekarang kau membuatnya jatuh agar bisa lari dari tanggung jawabmu?!"

"Tidak, aku tidak akan lari lagi."

"Apa?!"

Semua orang tentu terkejut dengan jawaban Jaehyun. Ibu Jaehyun bahkan sampai menarik anaknya untuk meminta penjelasan. Bukannya beliau menentang keputusan itu, tapi beliau hanya ingin memastikan alasan Jaehyun. Bagaimanapun selama ini anak semata wayangnya telah mati-matian menolak tuduhan yang ditujukan padanya. Jadi saat mendengar jawaban Jaehyun sekarang, pasti memunculkan tanda tanya besar pada diri wanita itu.

Tanpa memberi penjelasan kepada orang tuanya, Jaehyun menatap ibu Hyunji. Dengan yakin ia menegaskan keputusannya.

"Aku akan menjadi ayah dari bayi Hyunji."


🍑🍑🍑



Hari ini tepat seminggu setelah insiden pemutusan kontrak pacaran Jaehyun dan Ahra. Jujur saja, walaupun ini adalah keputusan yang dibuatnya, Ahra sedikit merasa menyesal. Karena nyatanya, ia tetap kepikiran dengan masalah itu. Lebih tepatnya ia penasaran dengan kondisi Jaehyun. Ahra ingin tahu bagaimana kabar pemuda itu sekarang. Walaupun begitu, selama seminggu ini ia tetap berusaha belajar dengan fokus untuk ujian pendadarannya hari ini.

Beberapa kali Ten juga menyempatkan datang ke rumah untuk membantunya belajar dan menyiapkan materi presentasi. Ahra bersyukur ia mendapatkan jadwal sidang di pagi hari. Setidaknya pikirannya masih segar, tidak dipungkiri ia tetap merasa gugup saat menunggu dosen pengujinya datang. Untungnya Jungwoo datang menemaninya, pemuda itu juga sempat membantunya menyiapkan laptop dan materi presentasi yang akan ia bagikan ke para dosen.

Di menit-menit awal gadis itu sempat gugup sampai beberapa kali salah dalam mengucapkan kata. Apalagi melihat ketiga dosen penguji yang sangat serius dalam memeriksa materi skripsinya. Tidak ada interupsi saat ia melakukan presentasi, dosen penguji baru bertanya saat sesi tanya jawab lalu dilanjutkan demo programnya. Walaupun sempat bingung dalam merangkai jawaban, gadis itu bisa melewatinya dengan cukup baik. Bahkan saat tes coding secara langsung juga berjalan dengan lancar.

Saat keluar ruang sidang, ia disambut oleh Jungwoo dengan senyuman lebar di wajah dan buket bunga di tangan kanannya. Pemuda itu merentangkan tangan pada Ahra, tanda ingin memeluk, tapi kesadaran Ahra masih belum pulih sepenuhnya. Ketegangan masih menyelimutinya, jadi gadis itu hanya diam di depan pintu, menatap Jungwoo dengan pandangan yang sulit diartikan. Karena tidak segera mendapat sambutan dari Ahra, pemuda itu akhirnya maju lalu memeluk Ahra.

"Jungwoo, aku belum dinyatakan lulus." cicit Ahra pelan, suaranya teredam di pundak pemuda itu.

"Kau pasti lulus. Kenapa wajahmu pucat sekali noona, santailah sedikit. Hasilnya pasti memuaskan, tenang saja." Ahra menelan saliva berat lalu mengangguk.

"Ten mana? Katanya mau datang?"

"Merindukanku huh?" Ahra menoleh ke sumber suara, ternyata itu adalah pemuda yang ia cari. Ten tersenyum, tangannya juga memegang sebuah buket bunga. Melihat ekspresi tegang Ahra yang belum mengendur, Ten bergerak memeluk gadis itu.

"Kenapa dengan wajahmu? Aku yakin tadi kau bisa menjawab semuanya. Iya kan?" tangannya mengusap punggung gadis itu untuk menenangkan.

"Ck, kalau dengan Ten hyung saja dibalas pelukannya." Jungwoo mencibir tidak terima dengan apa yang dilihatnya sekarang. Ten segera melepas pelukannya.

"Diam kau, iri bilang bos!" Ten tersenyum mengejek.

"Maaf, aku-"

"Ananda Lee Ahra, silakan masuk kembali ke dalam." Ahra belum sempat menyelesaikan kalimatnya. Salah satu dosen penguji memanggilnya masuk untuk memberitahu hasil ujian pendadarannya hari ini.

"Semangat!" Ten berbisik di telinga Ahra, membuat gadis itu mengangguk setelah mengambil napas dalam sebelum masuk kembali.

Tidak butuh waktu lama untuk menunggu Ahra kembali keluar. Kali ini, gadis itu keluar dengan senyuman di wajah. Ahra bahkan melompat-lompat kecil walaupun kedua tangannya dipenuhi laptop dan tiga bendel laporan skripsi yang sudah dicoret-coret oleh pengujinya. Ten dan Jungwoo tidak perlu menebak penyebab mengapa gadis itu terlihat sangat bahagia, sudah pasti karena ia dinyatakan lulus dengan nilai yang memuaskan.

"Wah selamat nona Lee Ahra! Anda telah resmi menjadi pengangguran baru!" Jungwoo mengangkat tangan kanannya di kepala, melakukan hormat seperti seorang prajurit. Ahra berdecak tidak suka mendengar ucapan selamat itu. Sementara itu Ten mengambil tiga bendel laporan yang ada dipelukan Ahra.

"Ck, yang benar saja! Tolong jangan seperti itu! Ucapan itu seperti doa, kau tahu?!" Jungwoo terkekeh mendengar Ahra yang mulai mengomel seperti biasanya.

"Wah dia sudah bisa marah-marah lagi. Siapa yang tadi keluar dengan wajah pucat, kukira kau bisa pingsan kapan saja." Mau tidak mau Ahra tertawa mendengar ejekan Jungwoo, kalau diingat lagi rasanya malu, tapi ya bagaimana lagi, namanya juga orang cemas.

"Lihat saja nanti waktu kau sidang ya. Cepat selesaikan skripsimu itu!" Wajah Jungwoo langsung berubah masam. Ini memang sudah menjadi penyakit yang sering diderita mahasiswa semester akhir. Badan dan hati rasanya jadi lemas dan tidak enak gara-gara mendengar kalimat tanya kapan-skripsi-mu-selesai, efeknya hampir seperti mantra Avada Kadavra yang ada di Harry Potter itu.

Melihat itu Ten segera bereaksi dengan peka, "Kau itu jangan mentang-mentang sudah selesai jadi seenaknya."

"Hmm sawry Jungwoo," Jungwo tidak menanggapi, hanya melirik Ahra sekilas.

"Hei, jangan marah begitu."

"Traktir dulu setelah ini."

"Iya, oke-oke. Apa sih yang tidak untuk Jungwookuu~" Ahra tersenyum sedikit terlalu lebar.

"Lihatlah! Senyummu bahkan tidak terlihat tulus."

"Tidak, bukan seperti itu. Aku janji nanti setelah revisi selesai aku akan membantumu mengerjakan skripsi."

"Aku tidak butuh janji palsu." Jungwoo masih merajuk. Selanjutnya Ahra hanya berdecak, terlalu lelah menanggapi rajukan Jungwoo.

"Ngomong-ngomong, Doyoung kemana sih? Tidak ada kabar." Ahra bertanya kepada Jungwoo yang notabene sepupu Doyoung.

"Aku kan sudah bilang tidak tahu. Aku bertanya pada ibunya, beliau bilang dia hanya sibuk." Jawab Jungwoo.

"Well, sepertinya ada yang panjang umur." Mendengar perkataan Ten, Jungwoo dan Ahra reflek menoleh mengikuti arah pandang pemuda itu.

Ahra mengernyit sebentar merasa aneh, tapi memang benar, itu Doyoung yang tiba-tiba muncul. Beberapa kali mereka ribut masalah sidang Ahra yang dilaksanakan hari ini di grup chat mereka, jadi Ahra mengabaikan perasaan anehnya. Ia tidak heran juga jika Doyoung bisa datang walaupun tidak pernah memberikan respon. Sekarang yang membuatnya bertanya-tanya adalah, kenapa pemuda itu datang bersama Jaehyun? Hubungan mereka tidak baik kan? Apa mereka hanya kebetulan bertemu di sini? Atau mereka datang bersama?

"Hyung, kau darimana saja? Kenapa menghilang? Sok sibuk sekali." Jungwoo langsung memberondong kakak sepupunya itu dengan pertanyaan yang sudah beberapa terakhir ini mengganggunya.

"Ada sedikit urusan." Doyoung tersenyum.

"Cih." Lagi-lagi Jungwoo mencibirnya.

"Kalau ada masalah cerita saja." Ten meremas pundak Doyoung. Ini jarang terjadi sebetulnya, biasanya Ten hanya akan melontarkan hal-hal tidak berfaedah untuk mengganggu temannya itu.

"Selamat ya," Jaehyun tersenyum sambil menjabat tangan Ahra, memberi selamat dengan tulus.

"Terima kasih." Suara Ahra hampir tercekat karena sesak dan senang tiba-tiba memenuhi dadanya. Ia tidak mengira Jaehyun akan datang, walaupun lagi, Ahra sebenarnya merasa aneh dengan hal ini.

"Ahra," Ahra mendongak untuk melihat lawan bicaranya.

"Aku akan menikahi Hyunji."

Apa?!

"Itu keinginanmu kan? Aku akan menikah dengan Hyunji. Ini undangannya. Kau, bisa datang kan?"

Untuk sejenak Ahra merasa linglung, ia merasa ada terlalu banyak suara yang masuk ke pendengarannya. Terlalu banyak informasi juga yang minta diproses saat ini.

"Sekarang kau puas kan?"

"A-aku, apa maksudmu?"

"Kalau begitu, aku pamit dulu. Sekali lagi selamat." Tanpa menunggu lama Jaehyun langsung berbalik meninggalkan Ahra dengan rasa bingung dan bersalah yang menggelayut. Kenapa Jaehyun menyalahkan dirinya? Jadi Jaehyun akhirnya menikahi Hyunji dengan terpaksa?

"Hei-hei kenapa kau menangis?" Ten menarik Ahra hingga menghadapnya.

"Lee Ahra?"

"Jaehyun Ten, Jaehyun-" gadis itu tergugu tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Begitu banyak hal yang berkecamuk di dalam dirinya, ia bingung bagaimana harus mengutarakannya.

"Come here girl," Ten menarik Ahra dalam pelukannya. Mengusap lembut kepala gadis itu untuk membuatnya tenang. Ia tidak tahu apa penyebab jelas yang membuat gadis itu menangis. Kalau hanya karena putus dengan Jaehyun, dari minggu lalu gadis itu bersikap biasa saja, tidak menunjukkan gejala patah hati yang parah. Hanya beberapa kali terlihat melamun, tapi itu hal yang lumrah. Ten yakin perasaan Ahra pada Jaehyun belum sejauh itu untuk membuat gadis itu menjadi seperti ini. Tapi ya itu hanya menurut Ten, perasaan sebenarnya dari seseorang kan siapa yang tahu.

Untuk saat ini Ten tidak mau banyak bertanya dulu. Ia ingin membiarkan gadis itu menangis sebanyak-banyaknya sampai gadis itu lega. Kalau perlu sampai stok air matanya habis supaya dia tidak menangis lagi. Lebih mudah menanyai Ahra saat gadis itu sudah tenang. Selain karena pikirannya sudah tertata, Ten juga tidak mau repot-repot memahami ucapan orang yang sedang menangis. Bukannya bersimpati, mungkin dia malah akan menertawakan atau malah emosi karena ketidakjelasan kata yang keluar.

🍑🍑🍑

*Menyambut Ahra keluar dari ruang sidang*


Mau post dari semalem tapi internetku embuh2an, yawis tak tinggal turu gaes wkwk. Pada masih sabar nungguin cerita ini tamat ngga seh? Tulung jangan bosen dulu ya, bentar lagi kok^^

Dan lagi, kalo ada yg notice curhatanku kemarin. Chapter ini udah ditulis sebelum curhatanku malam itu hoho. Sungguh kebetulan yang kavretun sebetulnya tapi ya udah lah ya, aku tinggal tidur besoknya udah ga kepikiran ternyata. Andai semudah itu juga melupakan Jaehyun dan fokus sama Ten, tapi aku ga bisa >.<

Continue Reading

You'll Also Like

1.5M 6.7K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...
2.5M 31.1K 29
"Lebarkan kakimu di atas mejaku! Aku ingin melihat semua yang menjadi hakku untuk dinikmati!" desis seorang pemuda dengan wajah buas. "Jika aku meny...
146K 3.3K 24
Ini copy dari internet sih, jujur. Karna ini cuma buat refresh aja... From:: Official Team Playful Kiss
14.3K 2.3K 22
TAKDIR CINTA Aku kira kau terus bersedia untuk memperjuangkanku, sesiap aku berjuang untukmu. Tapi, aku tersadar kau tidak pernah berjuang untukku ya...