Jangan lupa vote, komen dan kalau suka cerita ini share ke teman-teman kalian 😊😊
Happy reading 😘
Menjadi pacar seorang Arkana Adhitama tidak ada satupun dalam daftar keinginannya. Bahkan dulu ketika anak remaja sesusianya sibuk membicarakan tentang pacaran dan galau berkelanjutan karena urusan percintaan, Kirana menganggap mereka hanya membuang-buang waktu untuk hal yang tidak penting. Tetapi ketika dia merasakannya langsung apa itu jatuh cinta, Kirana tidak ingin beranjak dari euforia perasannya saat ini.
Setidap sudut sekolah, jalanan yang mereka lalui, tempat makan favorit, danau dan rumah kayu, telah tertinggal jejak kenangan antara Arkana dan Kirana. Orang lain boleh menilai mereka tidak cocok ataupun pasangan yang aneh, tetapi Kirana pikir, ada yang salah dengan penilaian mereka.
Hubungan mereka terjalin sudah tiga puluh lima hari. Bagi mereka ini serasa baru terjalin baru kemarin sore. Sore ini, sebelum Arkana mengantarkan Kirana pulang ke rumah, Arkana akan membawa Kirana ke suatu tempat. Bukan danau ataupun rumah kayu.
Rumah dengan pelataran luasnya sudah Arkana dan Kirana masuki sore ini. Arkana bergerak cepat membukakan pintu mobil untuk Kirana. Beberapa orang yang bekerja untuk keluarga Adhitama melihat Arkana dan Kirana. Mereka tersenyum-senyum. Arkana menyapa mereka dengan ramah.
Kirana hanya ingin tertawa setiap kali mendengar berbagai penilaian buruk teman-temannya tentang Arkana. Ya, mereka bebas untuk menilai orang. Dan bagi Kirana, yang penting dia tidak menilai buruk Arkana seperti yang banyak murid di sekolah bilang. Kirana sudah melalui hari demi hari bersama Arkana. Dari hal itu Kirana semakin tahu, Arkana tidak seburuk yang orang lain pikirkan.
"Laura ke mana Ar?" tanya Kirana. Dia sudah duduk di sofa ruang tamu Arkana.
"Dia lagi kursus seni peran." Arkana menjawab. Kirana hanya mengangguk pelan menimpali jawaban Arkana tadi.
"Silakan diminum dulu Non." Bi Siah, ART di rumah Arkana datang. Dia sudah menyuguhkan minuman untuk Kirana.
"Makasih Bi." Kirana membalas.
"Gue ke kamar dulu ya ganti baju. Lo mau ikut?" ucap Arkana ke Kirana. Bi Siah yang masih di tengah-tengah mereka tergelak.
"Den Arkana nih, yang bener ajah Den." Bi Siah berkomentar.
"Kan siapa tahu Bi dia mau ikut." Arkana menimpali dengan bercanda.
Kirana hanya tertawa. Dia geleng-geleng kepala karena ulah Arkana barusan. "Yaudah sana Arkana!" ucap Kirana. Ini persis seperti usiran.
"Bi Siah pernah nemu ada tamu yang ngusir si pemilik rumah?" Arkana menyindir Kirana karena ucapan Kirana tadi.
"Nggak pernah nemu tuh Den." Bi Siah membalas.
"Nih cewek di depan gue ini Bi orangnya. Nggak sopan banget masa tuan rumah diusir?"
"Arkana, aku nggak usir kamu. Kan katanya kamu mau ganti baju. Yaudah sana! Emang itu ngusir ya Bi?" Kirana menoleh, menatap Bi Siah.
"Aduh, aduh bibi nggak mau ikut campur ah. Bibi undur diri dulu kalo gitu." Bi Siah undur diri. Dia terkekeh kecil. Melihat tingkah Arkana dan Kirana yang menurutnya sangat lucu. Berdebat hal yang seharusnya tidak layak diperdebatkan.
"Ikut ajah napa sih?"
"Ikut apaan sih?"
"Ke kamar gue. Gue mendadak lupa cara ganti baju yang baik dan benar itu gimana."
"Arkana!"
Mendapat ucapan tegas dari Kirana, Arkana berhenti menjaili Kirana. Arkana berlalu. Kirana menunggu di ruang tamu.
***
Dari rumah Arkana, Kirana dibawa pergi ke rumah yang letaknya tidak jauh dari rumah Arkana. Rumah yang malam itu pernah Kirana kunjungi dengan kedua orang tuanya. Sebelum masuk penuh ke dalam rumah itu, Kirana terlebih dulu bertemu dengan beberapa orang. Mereka penjaga di rumah itu.
Arkana menyapa basa basi. "Awas Bang rumahnya Pak Adhitama bergeser," kata Arkana dengan guyonnya. Penjaga rumah Pak Adhitama tertawa. Arkana dan Kirana masuk ke dalam rumah itu.
Ada beberapa ART yang sedang wara wiri di rumah itu. Mereka sibuk masing-masing. Mereka kompak menyapa Arkana. Kirana semakin dibawa masuk ke dalam rumah itu. Arkana membawa Kirana menuju lantai dua.
Ada pintu yang cukup besar. Kirana ternganga melihat pintu itu. Arkana menekan sebuah tombol, lalu pintu besar itu terbuka. Kirana kembali ternganga melihat isi di balik pintu besar itu.
"Ini museum pribadi kakek gue Ra."
"Nggak apa-apa Ar kita masuk ke sini? Nanti dimarahin Kakek kamu lagi."
"Nggak apa-apa lah. Santai ajah. Lagian ya gue udah sering masuk ke sini. Dulu malah ruangan ini jadi tempat gue buat main petak umpet."
"Keren banget ya, di dalam rumah Kakek kamu ada museumnya."
"Kata Kakek gue, dia ingin menyimpan kenangannya tidak hanya di dalam ruang ingatan. Tetapi dia ingin menyediakan satu ruangan khusus untuk dia menyimpan segala kenangannya. Nah ruangan ini tempatnya."
"Ar, itu Kakek aku." Kirana berseru senang melihat salah satu foto di pigura yang terpajang di dalam ruangan itu. Kirana menghampiri pigura foto itu. Kirana merabanya lembut.
"Nggak nyangka ya, Kakek kita sahabatan," ucap Kirana.
"Iya. Dan lebih nggak nyangka lagi, cucunya malah pacaran." Arkana membalas. Kirana tertawa kecil merespon ucapan Arkana tadi.
Dari pigura foto itu, Kirana melihat apa yang ada di ruangan itu. Museum pribadi Pak Adhitama sebagian besar diisi oleh foto-foto kenangan masa mudanya.
"Waw, ini foto-foto orang yang kerja sama Kakek kamu Ar?" tanya Kirana takjub.
"Iya. Lebih tepatnya orang-orang kepercayaan Kakek gue, Ra." Arkana membalas. "Nah orang ini, dia yang paling deket sama gue Ra. Dia orang kepercayaannya Kakek. Dulu, gue pas masih kecil kalau main ke mana-mana suka diikutin diem-diem sama dia. Kakek tuh dulu takut banget kalau gue diculik."
"Mukanya kayak nggak asing ya? Ini orang yang pernah nolongin kita bukan sih, Ar?"
"Iya itu orangnya. Lo tahu Ra, saat gue tahu lo dibawa pergi sama Farel, gue inisiatif minta bantuan dia. Gue bilang ke dia, kalau gue nggak hubungin selama sepuluh menit, berarti gue dalam bahaya."
Kirana menatap penuh Arkana. Memperhatikan wajah Arkana dari samping. Arkana menoleh. Dia melambaikan tangan. Menyadarkan Kirana yang terbengong. Arkana menyubit gemas pipi Kirana. Karena hal ini barulah Kirana tersadar. "Kenapa? Kagum ya sama ketampanan gue?" Arkana menyombongkan diri. Kirana mendorong pelan dada Arkana. "Kepedean!" ejek Kirana. Dia berjalan, melihat ke bagian lainnya.
Kirana berjalan, langkahnya menyusuri deretan foto yang terpajang apik di tempatnya masing-masing. Kirana tidak henti tertawa. Begitu banyak foto masa kecil Arkana di museum pribadi Pak Adhitama.
"Ya ampun Ar, kamu ternyata gemesin banget pas kecilnya ya?"
"Emang udah gedenya nggak gemesin?"
"Pas gedenya ngeselin!"
"Tapi ngangenin, kan?"
"Nggak!"
Kirana kembali berjalan. Dia masih melihat berbagai foto masa kecil Arkana. Dari foto-foto yang dia lihat, Arkana mempunyai masa kecil yang begitu indah. Kirana melihat foto ayah dan ibunya Arkana di dalam museum itu.
"Kalau dilihat-lihat muka kamu mirip banget ibu kamu ya, Ar?"
"Masa sih?"
"Iya mirip banget."
"Orang gue anaknya Ra. Lo gimana sih?"
"Arkana!"
Kirana cemberut. Arkana baru saja menyubit pipinya. Semenjak menjadi pacar Arkana, Kirana harus berlapang dada. Cowok itu senang sekali menyubit pipinya.
Tanpa aba-aba, Arkana membawa Kirana ke satu tempat lagi. Arkana membuka pintu yang ada di ruangan museum itu. Kirana dibuat terbelalak.
"Kakek kamu keren banget sih Ar? Dia punya perpustakaan pribadi."
"Lihat dulu lah cucunya. Nggak jauh keren kan?"
"Tuh kan, mulai lagi deh kepedeannya!"
"Gue nggak kepedean Kirana, tapi emang kenyataannya gitu kan?"
"Ra?" Arkana celingukan. Dia tadi bicara seorang diri. Sudah tidak ada Kirana di samping Arkana. Tadi, Arkana begitu asyik menyombongkan dirinya. Dia tidak sadar jika Kirana sudah berlalu diam-diam.
Arkana mencari Kirana ke berbagai lorong di dalam perpustakaan itu. Ribuan buku tertata apik di tempatnya masing-masing. Sepanjang mata memandang, tidak ada satupun yang posisinya terlihat merusak pandangan. Semuanya tertata rapih. Bahkan tertata sesuai dengan temanya masing-masing.
Kirana berada di bagian rak yang isinya buku-buku puisi dari berbagai penulis legendaris. Tidak hanya dari Indonesia, tetapi juga dari penulis legendaris mancanegara.
"Ra, lo nih main ngilang ajah!" Arkana menghampiri Kirana. Gadis itu terlihat fokus membaca buku puisi yang kini ada di pangkuan kedua tangannya. Kirana lalu menaruh kembali buku itu di tempatnya semula. Kirana agak berjinjit menaruh buku itu.
"Lagian badan lo mungil banget sih? Minum susu yang banyak makanya biar tumbuh!" Arkana mengejek Kirana. Dia membantu Kirana menaruh buku itu.
Kirana hanya mendengus singkat merespon ejekan Arkana tadi. Tepat dia berbalik badan, Kirana sudah berhadapan dengan dada bidang Arkana. Karena hal ini Kirana tertegun. Arkana sedikit menunduk, melihat wajah Kirana. Gadis itu dia tatap sedang terdiam.
Arkana bergerak. Dia mengangkat dagu Kirana. Wajah Kirana mendongak. Hening yang menghuni ruangan itu, kini menyatu bersama tatapan Arkana dan Kirana. Keduanya bertukar pandangan.
Kirana menutup kedua matanya bersamaan dengan wajah Arkana yang semakin mendekat. Kirana dapat merasakannya. Embusan napas hangat cowok itu yang menyapu seluruh permukaan wajahnya. Semakin dekat, Kirana semakin merasakan hangatnya.
Kedua telapak tangan Kirana terkepal hebat. Menahan gemuruh perasaannya yang makin tidak karuan. Debaran jantungnya bergerak cepat. Dia berharap Arkana tidak akan mendengar bunyi debaran luar biasa ini. Karena ini bisa jadi sangat memalukan. Kirana belum pernah dibuat seberdebar ini oleh seorang cowok.
Kirana meremas kuat kedua sisi rok abunya seiringan dengan kecupan singkat yang Arkana berikan. Arkana menarik diri dengan pelan. Dia melihat Kirana yang begitu gugup saat ini.
Jika Kirana berpikir dengan logika, tadi apa yang Arkana lakukan bisa jadi sesuatu yang salah dan tidak seharusnya. Tetapi Kirana tidak lagi memikirkan benar dan salah. Bagaimana mungkin dia memikirkan benar dan salah? Kalau tadi itu sangat membuat dirinya berdebar tidak karuan. Arkana baru saja mengecup singkat pipi kanannya. Singkat, pelan, dan lembut.
Arkana mendekat lagi, menunduk dan mendekatkan wajahnya ke wajah Kirana. Untuk menolak atau mendorong jauh cowok itu saja Kirana tidak bisa.
Kirana menutup kedua matanya lagi. Kali ini sensasi mendebarkannya lebih hebat dari semula. Sayangnya sensasi mendebarkan ini berubah menjadi hal yang memalukan ketika Arkana berucap, "Perut lo bunyi. Lo laper?"
------
Si Arkana ada ada ajah momen bikin gugup anak orang nanya laper 🤭🔫
Permisi, gue lewat dulu
Makasih yg udah mampir dan super makasih vomentnya 😘
Masih banyak kejutan, jadi tetap setia menunggu oke!!
Aku juga mau kasih tahu kalau nggak lama lagi aku akan meluncurkan cerita baru. Ini dia covernya guys.
Blurb nya menyusul 👌👌
Cerita ini bakal sering bikin dongkol dan gigit jari 😂
JADI JANGAN LUPA NANTI KALIAN BACA JUGA CERITA BARU AKU
(EH LO SIAPA NGATUR NGATUR EWKWKWK)
FAVORIT BGT DEH SAMA PEMBACA AWY
See you 💜