I'm Fine || Kim Seokjin ✓

By kimjinieya__

137K 9.1K 531

[COMPLETE] Seokjin adalah namja berbahu lebar seluas samudera pasifik yang memiliki sifat pendiam, dingin dan... More

1
2
3
Perkenalan tokoh
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Promot
20
21
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45 (End)
Cuma Mampir...

22

1.9K 171 14
By kimjinieya__

Sebelumnya~

"Kang Chanhee!! Sekarang kamu berani berontak ya! Apa yang membuatmu semakin memberontak dengan Appa seperti ini ha?!!!"

"INI SEMUA KARENA APPA YANG SELALU MEMBANDINGKAN AKU DENGANNYA!!!" teriak Chani sembari menunjuk hyungnya.

❤️
❤️
❤️
❤️
❤️
❤️

"KANG CHANHEE!!!!" teriak Sangwoo.

Wajah mereka sama-sama memerah. Emosinya telah tak terkendali. Entah apa yang akan terjadi nanti. Si bungsu paling takut dengan perkelahian yang terjadi kembali setelah kejadian 4 tahun yang lalu. Ia hanya mendekap sang ibu dan menyembunyikan wajahnya di ceruk leher sang ibu. Seokjin menatap si bungsu yang telah menangis sesegukan.

Kedua ayah dan anak ini saling menatap garang. Bahkan deru nafas keduanya naik turun. Tangan keduanya terkepal erat.

"Appa menyekolahkanmu untuk menjadi siswa yang pintar. Bukannya bodoh seperti dirimu! Appa sangat kecewa melihatmu seperti ini. Seperti anak berandalan yang tak tahu diri!"

Kedua tangan Chani terkepal erat di samping tubuhnya. Mendengar hinaan dari sang ayah justru membuat hatinya mencelos. Sangat sakit rasanya.

"Appa kecewa denganku? Bukannya terbalik?"

"Apa maksudmu ha?!"

Chani tidak menjawab apa yang menjadi pertanyaan sang ayah barusan.

"Aku sungguh sangat kecewa denganmu Appa!" tegas Chani.

Dengan perasaan amarah bercampur aduk dengan rasa kecewa. Chani langsung melangkahkan kakinya menaiki tangga menuju kamarnya.

"Chani-ya" panggil Hyuna lirih.

Saat Hyuna ingin mengejar sang anak, Sangwoo mencegahnya.

"Tidak perlu di kejar. Biarkan saja" ketus Sangwoo.

Berbeda dengan Seokjin. Ia menatap datar dan dingin ke arah ayahnya.

"Tidak hanya Chani yang kecewa dengan Abeoji, akupun juga sama dengannya. Aku sangat amat kecewa dengan Abeoji"

Pernyataan yang dilontarkan oleh Seokjin membuat hati sang ayah sakit. Entah kenapa saat putra sulung mengatakannya seperti itu justru membuatnya sakit. Tidak seperti Chani yang sebelumnya juga mengatakan bahwa ia kecewa dengannya.

Seokjin menatap datar sejenak sang ayah. Beberapa detik kemudian ia memutuskan untuk naik ke lantai atas. Entah kenapa fikirannya saat ini tertuju pada Chani. Ia sangat takut. Takut di benci oleh sang adik seperti dulu. Ia menaiki tangga dengan perlahan. Sampai di atas ia berjalan menuju kamar sang adik pertamanya.

Tok

Tok

Tok

"Chani-ya, ini hyung. Buka pintunya saeng"

Tak ada jawaban dari dalam kamar sang adik. Perasaan bersalah semakin menguar di hatinya. Ia sungguh sangat takut sang adik kembali membencinya.

"Saeng, tolong buka pintunya. Hyung ingin berbicara denganmu"

Ceklek

Akhirnya sang adik membuka pintunya. Namun saat keluar raut wajah sang adik sangat suram. Ia menatap datar dan dingin pada sang kakak.

"Hyung ingin berbicara denganmu"

"Tak ada yang perlu dibicarakan lagi" ketus Chani.

Pintu segera di tutup oleh Chani. Namun tangan sang hyung menyelip masuk. Dan saat pintu itu hampir tertutup, tangannya terjepit di sana.

"Akh!" pekik Seokjin.

"Hyung! Kau ini apa-apaan ha? Hyung sudah gila ya?!" teriaknya.

"Hyung hanya ingin berbicara baik-baik denganmu, Chani-ya" lirih Seokjin.

Chani tertegun dengan apa yang ia dengar barusan. Suara lirihan sang hyung membuatnya luluh. Namun emosinya lebih dominan saat ini.

"Walaupun hyung melakukan hal yang seperti tadi, aku tidak akan luluh denganmu"

Sang adik menghempas tangan hyungnya keluar. Setelah itu ia menutup pintunya kasar. Sontak mengejutkan sang hyung yang tepat di depan pintu kamarnya.

Blam

Seokjin memejamkan matanya terkejut. Ia menunduk menatap tangannya yang terdapat garis berwarna ungu. Tak hanya satu melainkan dua di sebaliknya. Seokjin memhela nafas frustasi. Ia menatap pintu putih yang tertutup di hadapannya.

"Chani-ya, maafkan hyung. Jangan di fikirkan lagi perkataan Abeoji. Hyung hanya takut kamu akan membenci hyung seperti dulu" jeda Seokjin. Helaan nafas sesak di dadanya keluar dari mulutnya. "Jika memang kau membenciku, hyung tidak masalah. Hyung akan menjauhimu. Jika kau membutuhkan sesuatu, panggil hyung saja. Jaljayo, saranghae saeng" lanjutnya.

Dengan tertatih Seokjin membalikkan tubuhnya, melangkahkan kakinya menuju kamarnya. Tanpa Seokjin sadari, sang adik tidak pergi dari balik pintu kamarnya. Justru Chani menyandarkan punggungnya di balik pintu. Iamenggigit bibir bawahnya ke dalam. Menahan gejolak pedih yang berusaha keluar dari lubuk hatinya. Ia merosot terduduk di lantai.

"Mianhae hyung... hiks... mianhae... hiks..."

Pecah sudah tangisan Chani saat ini. Ia menangis sejadi-jadinya semalaman. Ia mengabaikan luka di wajahnya. Bahkan ia tak peduli dengan rasa sakit yang ada di perutnya. Baginya, malam ini merupakan malam yang suram.

❤️
❤️
❤️

Makan malam di keluarga Kang sungguh sangat hening. Hanya terdengar suara dentingan perpaduan antara sendok, garpu dan piring. Setelah kejadian beberapa jam yang lalu, Sangwoo sang ayah sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata sekalipun. Ia hanya membungkam mulutnya. Perasaan kecewa masih ketara di lubuk hatinya. Berbicara dengan istrinya pun tidak. Mereka tak mneyadari bahwa tangan kanan putra sulung tengah terluka. Beruntung Seokjin menggunakan pakaian berlengan panjang. Jadi ia bisa menyembunyikannya.

Tak lama kemudian putra sulung keluarga Kang berdiri dari duduknya dan mengatakan sesuatu yang dingin nan ketus.

"Aku selesai" dinginnya.

Mendengar Seokjin mengatakan kata 'selesai' Kim Ahjumma mendekatinya. Mengambil alat makan bekas anak majikannya.

"Gomawo Ahjumma"

"Cheonma Tuan Muda"

"Tidak perlu memanggilku Tuan Muda, panggil saja namaku seperti biasanya"

"Ah... Ne Jinie"

"Gomawo"

Setelah mengucapkannya Seokjin segera pergi dari meja makan. Mendengar keakraban sang anak dan pelayan terpercayanya membuat hati sang ibu merasa iri. Merasa bahwa ia tidak bisa sedekat ini dengan putra dan putrinya. Walau setiap malam dia selalu pulang. Tapi tetap saja ia merasa tak sedekat itu dengan ketiga anaknya.

❤️
❤️
❤️

Di kamar serba putih, namja bermarga Kang ini tengah duduk di kursi meja belajarnya. Mengerjakan pekerjaan rumah yang menumpuk saat ia tak masuk sekolah kemarin. Saat mengerjakannya tiba-tiba ia teringat dengan perkataan adiknya beberapa jam yang lalu.

"INI SEMUA KARENA APPA YANG SELALU MEMBANDINGKAN AKU DENGANNYA!!!"

Seokjin menelungkupkan wajahnya pada lipatan kedua tangannya. Entah kenapa perkataan Chani adiknya selalu terngiang di otaknya.


"Aku sungguh sangat kecewa denganmu Appa"

"Walaupun hyung melakukan hal yang seperti tadi, aku tidak akan luluh denganmu"

Seketika hatinya sesak. Seperti tengah tertimbun batu besar yang menimpa hatinya. Apakah tidak boleh sekali saja dirinya merasakan kebahagiaan. Tidak hanya sekali tapi seterusnya. Tidak ada rasa kecewa, sedih, amarah. Ia hanya ingin bahagia. Bahagia bersama keluarganya. Namun semua yang ia inginkan tidak pernah terjawab.

Tiba-tiba saja saat ia tengah memikirkan suatu hal yang menimpanya. Ia merasakan sebuah usapan lembut di kepalanya. Sangat lembut. Bahkan usapan itu begitu nyaman bagi Seokjin.

'Oppa'

Seokjin tertegun dengan suara lembut dari yeoja ini. Ia sangat mengenal suara yang baru saja ia dengar.

'Menangislah jika itu membuatmu lega'

"Aniya. Oppa tidak akan menangis" lesu Seokjin dengan suara paraunya.

'Oppa yakin?'

Seokjin mengangguk pelan mengiyakan. Wajahnya masih ia sembunyikan di balik lipatan kedua tangannya di meja. Usapan itu tetap terus di lakukan oleh Saeron.

'Jangan ditahan Oppa'

Sedetik itu juga bahu lebar namja itu bergetar. Ia menangis dalam diam. Bahkan suara tangisannya pun tak terdengar. Tangan mungil Saeron terus mengusap punggung. Guna menenangkan namja yang selalu ia rindukan.

Beberapa menit berlalu. Seokjin telah berhenti menangis bahkan ia sudah tidak di kursi meja belajar lagi. Melainkan ranjang king size miliknya. Ia membaringkan tubuhnya di ranjang dan kepalanya ia tidurkan dengan paha Saeron menjadi bantalan. Saeron duduk bersandar di headboard ranjang. Lalu ia Mengusap lembut surai hitam milik Seokjin.

"Gomawo Saeron-a"

'Cheonma Oppa. Aku sangat senang sekarang Oppa baik-baik saja setelah meluapkan semuanya sekaligus'

"Beruntung kau selalu datang di saat Oppa terpuruk. Jika tidak, mungkin Oppa tidak akan sekuat ini"

'Masih ada Dahyun Eonni'

Seokjin spontan bangun. Ia menatap kaget ke arah Saeron.

"Astaga! Aku lupa menghubunginya"

'Aigoo... Bagaimana bisa Oppa lupa dengan kekasihmu sendiri eoh?'

"Hahahaha... Mian"

'Ceritakan semuanya apa yang baru saja terjadi di sekolah maupun di rumah'

Seokjin mengangguk dan setelah itu ia bangkit dari bebaringnya lalu mengambil ponselnya yang berada di nakas samping ranjangnya.

Tuuutttt...

"Yeoboseyo Oppa?"

"Yeoboseyo chagi. Kau sedang apa sekarang?"

"Aku sedang mengerjakan pekerjaan rumah Oppa. Apa Oppa sudah selesai mengerjakannya?"

"Belum. Tadi Oppa...."

Seokjin menjeda perkataannya. Masih sedikit ragu untuk menceritakan yang tengah terjadi padanya.

Puk

Sebuah tepukan di bahunya membuat Seokjin spontan menoleh. Ia melihat bahwa Saeron mengangguk meyakinkan. Ia menghela nafas gusar sebelum mengatakannya pada Dahyun.

"Ada apa Oppa? Kenapa tak dilanjutkan?"

"Dahyunie, ada masalah yang sedang aku hadapi hari ini"

"Apa itu? Ceritakan saja padaku"

"Tadi siang sebelum Chani pulang sekolah, dia berkelahi dengan Jaehyun"

"Mwo? Bagaimana bisa?"

"Molla nado. Aku tidak tahu apa alasannya dia berkelahi dengannya. Tapi dia bilang kalau Jaehyun membuat masalah terlebih dahulu dengannya"

"Jinjjaro? Lalu bagaimana dengan wajahnya sekarang?"

"Sudah dia obati sendiri"

"Aigooo... Kenapa tak kau bantu Oppa?"

"Dia kembali membenciku chagi"

"Waeyo? Apa yang membuatnya jadi membencimu lagi?"

"Oppa akan menceritakannya"

-

-

SKIP

-

-

"Astaga... Jadi hanya karena nilai saja kalian bertengkar? Kenapa tak di bicarakan baik-baik dengannya?"

"Dia tidak mau mendengarkan Oppa"

Terdengar helaan nafas kasar dari seberang sana.

"Lalu sekarang kalian saling acuh seperti dulu lagi?"

"Hm"

"Haahhhh... Ya sudahlah Oppa, jangan di fikirkan lagi. Aku akan membantumu berbicara dengannya"

"Tidak perlu chagi-ya"

"Waeyo?"

"Geunyang....."

"Arraseo, arraseo... Aku tak akan mengatakan apa-apa padanya"

"Gomawo chagi"

"Ne cheonma"

"Aku beruntung memiliki seorang kekasih yang sangat pengertian seperti kamu"

"Hahahaha... Oppa bisa saja. Aku juga sangat beruntung memilikimu Oppa"

"Tapi aku takut kalau kamu akan mendapat masalah lagi dari Han Seoyoon"

"Gwaenchana Oppa. Aku akan berusaha kuat dan berani dengan mereka"

Seketika Seokjin diam. Entah kenapa semua orang yang ia sayangi seakan ingin menjadi lebih kuat dan berani.

'Kenapa mereka selalu saja membuatku pusing? Mereka benar-benar ingin menjadi orang yang kuat dan pemberani mengahadapi orang-orang yang membencinya. Tidak Chani, tidak Dahyun. Sama saja' batin Seokjin.

Ia seperti melamun menatap ke arah lain. Merenungkan sesuatu yang menjadi beban fikirannya saat ini.

"Yeoboseyo? Oppa?"

Seketika lamunan Seokjin buyar. "Oh? Wae?" kikuknya.

"Waeyo Oppa?"

"Kenapa apanya?"

"Kenapa Oppa diam? Apa ada yang Oppa fikirkan?"

"Gwaenchana chagi"

"Kau yakin Oppa?"

"Hm"

"Lebih baik sekarang Oppa tidur ya, istirahatlah. Keadaan Oppa masih belum baik"

"Nanti saja. Oppa harus mengerjakan tugas sekolah dulu"

"Memangnya besok Oppa akan masuk sekolah?"

"Hm"

"Jangan dulu ya Oppa? Oppa baru saja keluar dari rumah sakit"

"Oppa tetap akan sekolah"

"Haisshh... Arraseo, besok aku tunggu di gerbang sekolah"

"Jangan sendirian. Oppa akan meminta tolong pada Yoongi atau Namjoon"

"Tidak perlu Oppa"

"Jangan menolak apapun yang Oppa katakan. Oppa takut kamu kenapa-napa chagi"

"Gwaenchana, aku janji akan baik-baik saja"

"Yaksokhae?"

"Ne yaksok"

"Arraseo. Kau tidurlah. Ini sudah malam"

"Ne Oppa, aku akan tidur dulu. Aku sudah mengantuk"

"Jalja, saranghae chagi"

"Nado saranghae. Jalja"

"Hm"

Pip

Setelah mematikan ponselnya, Seokjin menghela nafas gusar. Ia memijit pangkal hidungnya yang saat ini sedikit pusing. Memikirkan banyak masalah yang ia hadapi. Selama sepasang kekasih ini tengah mengobrol melalui ponselnya. Kim Saeron gadis yang selalu muncul saat Seokjin terpuruk sudah menghilang entah ke mana.

Seokjin turun dari ranjang king sizenya dan berjalan perlahan ke meja belajarnya. Melanjutkan pekerjaan rumahnya yang belum terselesaikan. Sebelumnya ia melihat jam dinding yang ada di kamarnya.

"Sudah jam 11... Aku harus segera cepat menyelesaikannya"

Dengan secepatnya Seokjin mengerjakan pekerjaan rumahnya yang masih menumpuk.

❤️
❤️
❤️

Neol wihaeseoramyeon nan
Seulpeodo gippeun cheok hal suga isseosseo
Neol wihaeseoramyeon nan
Apado ganghan cheok hal~~

Klik

Seokjin segera mematikan alarm yang berbunyi dari ponselnya. Ia mengangkat wajahnya yang menempel di meja belajar.

Meja belajar?

Jadi semalaman Seokjin tertidur di meja belajar? Bukan. Seokjin hanya ketiduran di sana. Jadilah dia bangun di meja belajar.

Kelopak mata itu masih tertutup. Walau Seokjin telah bangun dari tidurnya. Namun tetap saja. Nyawanya benar-benar belum terkumpul sekarang. Ia mengambil ponselnya dan menyalakan layarnya. Jam 5 pagi. Ia melihat jam yang tertera di layar ponselnya. Akhirnya ia memutuskan untuk bangkit dari duduknya. Berjalan menuju kamar mandi. Mencuci muka adalah hal yang biasa semua orang lakukan. Jika di kamar, Seokjin tidak akan menggunakan kruk untuk membantunya berjalan. Lebih nyaman berjalan tanpa kruk. Mungkin nanti ia juga akan berfikiran untuk tidak menggunakannya saat ke sekolah.

Setelah mencuci muka dan menyikat giginya, ia berdiri tegap di depan cermin wastafel. Ia memandang dirinya sendiri di cermin. Air mengalir dari kran wastafel. Merenungi semua hal yang telah terjadi di kehidupannya. Entah kenapa ia selalu memikirkan semua hal yang sebenarnya tidak terjadi padanya. Padahal semua kejadian ini bukanlah dia yang mengalaminya melainkan orang lain. Tapi dia selalu kefikiran tentang semua kejadian ini. Seokjin selalu menghela nafas frustasi di saat semua kejadian yang ia hadapi melayang di otaknya. Saking asiknya melamun dan air kran terus mengalir, ia tidak menyadari bahwa sedari tadi ponselnya berbunyi di nakasnya. Entah siapa yang menelfonya sepagi ini.

Akhirnya setelah 3 menit merenung, Seokjin memutuskan untuk keluar dari kamar mandi. Ia mengusap wajahnya menggunakan handuk kecil. Mengeringkan wajahnya yang basah setelah mencuci muka. Ia berjalan perlahan ke arah nakas. Mengambil ponselnya. Ia terkejut jika ada yang menghubunginya barusan.

"Joon? Kenapa dia menelfonku sepagi ini?" gumamnya pelan.

Seokjin terlihat tengah berfikir, mengapa Joon menghubunginya sepagi ini. Tanpa berfikir dua kali, Seokjin segera menelfon balik namja bermarga Park itu.

"Yeoboseyo hyung"

"Joon-a, waeyo? Ada apa kau menelfonku sepagi ini?"

"Hyung..."

"Wae geuraeyo? Kenapa suaramu seperti itu?"

"Minji..."

Deg

Mendengar nama Minji keluar dari mulut Joon, seketika jantungnya berdekup sangat kencang. Kemungkinan buruk akan terjadi kembali.

"Hyung, Minji...."

"Waeyo? Ada apa dengan Minji, Joon-a?! Jangan berbelit, hyung mohon"

Joon menghembus nafasnya sesak. "Minji koma hyung" lirihnya.

Hening.

Seketika mulut itu terkatup sangat eratnya. Sepasang mata namja ini membesar. Ia sungguh terkejut dengan kabar yang di berikan oleh Joon.

"Hyung gwaenchana?"

Tangan Seokjin terangkat mencengkram rambutnya kasar. Kedua matanya terpejam. Sesak rasanya. Masalah bertambah satu lagi. Tangannya mengepal kuat di ponselnya.

"Gwaenchana, hyung akan ke sana sekarang"

"Andwae! Akan lebih baik hyung ke sini nanti saja. Bukankah hyung akan ke sekolah?"

"Ne majja"

"Jadi hyung berangkat ke sekolah. Soal Minji biar aku yang mengurusnya"

"Arraseo"

"Mianhae hyung. Aku selalu membebani dirimu"

"Gwaenchanayo Joon-a. Lagi pula kau sudah hyung anggap seperti adikku sendiri"

"Gomawo hyung"

"Hm"

"Kalau begitu, aku sudahi dulu ya hyung?"

"Geurae"

"Gomawo hyung, annyeong"

"Ne"

Pip

Seokjin menjambak rambutnya frustasi. Kenapa harus Minji sahabatnya yang mendapat masalah seperti ini. Rasa sakit di tangannya ia hiraukan. Lebih sakit hatinya yang saat ini tidak pernah berhenti mendapatkan kejutan dari orang-orang tercinta. Seokjin memang terkenal terlihat sangat kuat. Namun di balik itu semua, hatinya begitu lemah. Ia bukanlah namja yang terus menerus bisa menyembunyikan kepedihan di hatinya.

Lagi. Seokjin lagi-lagi menghela nafas frustasi. Ia mengacak surai hitamnya kasar. Fikirannya tidak tenang. Karena tidak mau berlama-lama bergelut dalam fikirannya. Seokjin memutuskan untuk mandi. Acara membersihkan diri tidak berlangsung lama. Seokjin keluar dari kamar mandi dengan kemeja sekolahnya dan handuk kecil bersanggar di kepalanya. Ia berjalan ke depan lemari bajunya. Membukanya dan menhambil celana seragamnya. Seokjin segera bersiap-siap.

Selesai bersiap-siap, Seokjin keluar dari kamar tanpa menggunakan kruk. Walau jalannya masih terpincang. Ia menuruni tangga. Berjalan menuju meja makan yang ternyata sudah ada sang ibu. Hyuna mendengar derap langkah perlahan menuju kearahnya. Ia tersenyum kembut saat menemukan presensi putra sulungnya berhenti di hadapannya.

"Selamat pagi sayang" ucapnya lembut.

"Pagi" singkat Seokjin.








































































****

Jangan lupa voment ya!

Thankyou 😘

Continue Reading

You'll Also Like

79.7K 11.4K 22
Seorang gadis dari masa Dinasti Joseon harus terdampar ke masa depan akibat mengejar seorang penjahat dari negri asalnya. Akibat insiden tersebut di...
2K 209 13
[Sebelum membaca cerita ini, di sarankan untuk membaca My Brother is Idol Book 1.] kisah selanjut nya, bahagimana setelah sebuah peristiwa membuat Yo...
15.2K 894 17
[ C O M P L E T E ] [[word count: 10,561 words]] story by ssjin___
201K 11.8K 32
( cerita sudah lengkap tapi masih tahap revisi) Uchiha Sarada gadis berusia 17 tahun yang menduduki bangku sekolah kelas 2 SMA , dia adalah anak dar...