JANGAN LUPA VOTE
JANGAN LUPA KOMENTARNYA
SELAMAT MEMBACA 😊
Malam ini, dia benar-benar menjadi orang dengan hidup yang membosankan. Dia pernah menilai, orang yang hanya menghabiskan waktu malamnya untuk berdiam diri di kamar adalah orang dengan hidup membosankan. Malam ini, dia menjadi orang itu.
Arkana rasa usahanya tidak sia-sia. Setelah hampir setengah jam mencari akun sosial media instagram Kirana, akhirnya dia menemukannya. Segera Arkana melihat berbagai unggahan gadis itu.
Arkana tersenyum sendiri saat melihat beberapa foto yang Kirana unggah di instagram. Arkana semakin tersenyum lebar saat melihat beberapa puisi indah yang Kirana buat. Arkana semakin penasaran, dia terus melihat unggahan Kirana yang lainnya di instagram. Hingga tatapannya bertahan lama pada foto Kirana yang memakai seragam sekolah. Gadis itu seperti foto di dalam ruang kelas.
"Centil juga ya lo Ra! Tapi manis banget." Komentar Arkana melihat foto Kirana. Cowok itu tanpa pikir panjang segera memberikan komentar. Dia tidak mengetikkan kalimat gombalan. Hanya memberikan komentar dengan dua emoji senyum. Senyuman yang lebar.
Arkana sudah lebih dahulu mengikuti Kirana di instagram, setelah selanjutnya cowok itu memberikan love di hampir semua postingan Kirana. Kefokusan Arkana saat ini, membuatnya tidak sadar jika ada yang berjalan pelan-pelan menghampiri.
"Dapet!" katanya berseru senang. Arkana gelagapan. Segera dia bangkit dengan tergopoh. Kakinya masih terasa nyeri karena terjatuh tadi pagi.
"Mama Papa, Kak Arkana udah punya pacar baru!" seru Laura. Gadis itu membawa ponsel Arkana. Tidak segan dia meledek kakaknya berkali-kali.
"Balikin HP gue Laura! Adik durhaka lo!" Arkana memaki lantang. Laura tidak peduli. Dia berlarian kesana dan kemari. Memang sengaja mengerjai kakaknya.
Hingga dia menubruk mamanya—Aulia, barulah Laura menghentikan langkah. "Kasiin HP nya Laura." Aulia menasihati. Laura menggeleng.
"Laura!" Aulia kembali menasihati. Laura menurut. Dia berjalan mendekati Arkana dan menyerahkan ponsel kakaknya.
Tetapi tidak semudah itu. Laura kembali berlari dan tidak jadi memberikan ponsel milik Arkana.
Arkana tidak bisa bergerak lebih cepat. Kakinya masih terasa nyeri. Aulia berseru, menasihati putrinya untuk berhenti mengerjai Arkana.
"Papa..Papa.." Laura memasuki ruang kerja Papanya. Arkana melangkah masuk dengan malas. Entah sudah berapa lama dia baru merasakan lagi masuk ke ruangan itu. Bahkan menatap wajah Papanya saja dia malas.
"Papa lihat deh, pacarnya Kak Arkana. Cantik ya? Laura juga udah lihat langsung kemarin orangnya Pa."
"Laura balikin HP gue!"
Arkana tidak mau berjalan semakin mendekat. Terlebih harus menatap wajah Papanya. Cowok itu berdiri di dekat pintu ruang kerja Ginan—Papanya Arkana.
"Kasiin HP nya sayang ke Kakak kamu." Ginan berucap ke Laura.
"Tapi lihat dulu. Nih." Laura menunjukkan foto Kirana ke Ginan.
"Cantik kan?" Laura bertanya. Ginan mengangguk.
"Kalau yang ini, Laura suka. Kalau yang dulu Laura nggak suka!"
"Laura!"
Arkana sudah tidak bisa menunggu lagi. Dia sudah emosi. Laura berjalan pelan menghampiri kakaknya. Segera dia memberikan ponsel Arkana.
"Awas kalau sampai lo minta bantuin gue buat ngerjain PR lo. Nggak sudi!"
"Pa, masa Kak Arkana gitu? Pa.." Laura mengadu. Merengek. Ginan menghampiri putrinya. Menenangkan.
Arkana melangkah jauh. Cowok itu menuju ke kamarnya.
***
Kirana sangat iri dengan orang yang begitu dengan mudah membuat sesuatu melalui keterampilan tangannya. Entah merajut, melukis ataupun membuat keterampilan. Saat kemarin dia datang ke Rumah Kriya, Kirana sangat takjub melihat Reifansyah dan beberapa anak klub seni kriya yang begitu lihai dan terampil mengubah benda tidak berguna menjadi benda yang indah dan bernilai.
Ia sendiri tidak sepandai itu. Sabtu kemarin saja, Reifansyah membantunya banyak sekali untuk menghasilkan karya seni yang indah di hadapannya ini.
Sampah botol plastik yang terlihat tidak berguna, nyatanya bisa disulap menjadi benda yang indah seperti di hadapannya ini. Kirana suka melihatnya. Gadis itu memajang hasil kerajinan yang dia buat susah payah dengan bantun Reifansyah, di atas meja belajar. Kirana tidak henti memandanginya. Dia sangat menyukainya.
Sudah pukul sepuluh. Kirana melihat ke arah jam kecil yang berdiri di atas meja belajarnya. Kirana beranjak. Dia merapikan beberapa buku yang semula tercecer di atas meja. Setelah itu dia segera merebahkan diri.
Sebelum tidur, dia iseng melihat instagram. Kirana terbelalak sempurna. Akun Arkana.Adtm memenuhi kolom notifikasi.
"Dia apa-aapan sih sok manis banget pakai komen-komen segala?"
"Tuh kan, dia makin aneh ajah!!"
Belum juga selesai dibuat terkejut karena notifikasi yang begitu banyak dari Arkana, Kirana kembali dikejutkan karena melihat pesan masuk dari Arkana di line.
Kirana memang hanya membalas pesan yang penting-penting saja. Tetapi pesan ini entah dia harus membalasnya atau justru mengabaikannya.
Arkana: Besok pagi gue jemput
Kirana: Nggak usah!
Tidak menunggu waktu lama, Arkana membalasnya. Bahkan tidak butuh hitungan menit. Cowok itu sepertinya sudah menunggu balasan pesan dari Kirana.
Arkana: Pokoknya gue jemput
Melihat pesan masuk itu saja, Kirana uring-uringan. Dia pusing sendiri. Entah harus bagaimana membuat cowok itu agar menjauh dari hidupnya. Kirana memilih untuk mengabaikan pesan masuk itu. Dia memilih untuk menarik selimut dan segera terlelap. Besok pagi, dia harus bangun lebih cepat dan pergi ke sekolah lebih pagi dari biasanya.
***
Tania terheran. Masih pukul enam kurang lima belas menit. Tetapi Kirana sudah ketar ketir menunggu sarapan yang sedang dia buat.
"Duduk dong Kirana. Nanti juga ibu siapin sarapannya."
"Cepetan ya Bu. Oh iya, Kirana nggak sarapan di rumah deh. Dibawa ke sekolah ajah sarapannya."
"Kok gitu?"
"Kirana buru-buru Bu. Ayo Bu cepetan, aduh mana sih kotak makannya juga!"
Kirana mondar mandir kebingungan. Dia mencari ke lemari kayu kecil yang ada di dapur. Lemari itu menyimpan banyak peralatan dapur, mulai dari piring dan barang lainnya. Kirana tidak menemukan kotak makannya di situ.
"Ini Kirana." Tania menunjukkan kotak makan berwarna merah muda yang Kirana cari.
"Ayo Bu cepetan siapin ya! Oh iya, Kirana pakai sepatu dulu."
"Kenapa buru-buru banget sih Kirana?"
"Ini kan hari Senin Bu. Kirana juga harus piket. Takut nanti kesiangan."
Tania menatap putrinya semakin heran. Setelah kembali lagi, Kirana segera memasukkan kotak makan itu ke dalam tote bag yang ia bawa. Gadis itu lalu berpamitan. Ibu dan Ayahnya kompak menatap putrinya heran.
"Kamu naik apa Kirana?" Tania berseru.
"Ojek online." Kirana balas berseru.
"Kirana kenapa sih Bu?" Hendra ikut heran dengan Kirana.
"Mau piket katanya Yah." Tania membalas. Hendra hanya manggut paham.
***
Kirana sangat bersyukur. Tidak peduli jika Arkana datang ke rumahnya pagi ini. Karena rencananya semalam, dia memang akan pergi lebih pagi. Menghindari Arkana. Dia tidak perlu repot-repot memberikan alasan ini dan itu jika sudah sampai di sekolah seperti ini.
Jujur saja, ini menjadi rekor terpagi selama ia sekolah. Ternyata sesepi ini. Sebenarnya dia tidak piket hari ini. Hanya saja, dia tidak tahu harus beralasan apa ke Ibunya. Tidak mungkin dia menjelaskan tentang Arkana yang akan menjemputnya pagi ini. Dan dia sengaja menghindari cowok itu.
Kirana menyantap sarapannya dengan terburu. Beberapa murid yang baru masuk ruang kelas, basa basi menyapanya. Kirana balas menyapa. Kembali dia melanjutkan memakan sarapannya.
Dering ponselnya yang berdering keras, membuat pergerakan tangan Kirana terhenti. Gadis itu segera melihat siapa yang menelfon. Ternyata Arkana. Kirana hampir saja menyemburkan nasi goreng yang belum selesai dia kunyah.
Kirana mengabaikan panggilan masuk dari Arkana. Setelah itu, dia melihat tiga pesan masuk dari Arkana. Kirana berseru sebal. Tetapi kenapa harus Ayahnya yang memberikan nomor ponselnya ke Arkana?
+628xxxxx: Kenapa lo nggak tungguin gue sih? Kan gue udah bilang mau jemput
+628xxxxx: Gue dapet nomor lo dari ayah lo. Kata dia, lo pergi ke sekolah pagi-pagi banget.
+628xxxxx: Gue sekarang otw ke sekolah
Kirana mempercepat memakan sarapannya. Entah kenapa menghindari Arkana ternyata seribet ini. Kirana tidak nyaman dengan sikap Arkana yang terus mendekatinya. Dunianya selama ini sudah begitu nyaman. Tetapi menjadi berantakan dan terganggu gara-gara cowok itu.
Ruang kelasnya masih sepi. Beberapa murid yang baru datang tadi, menuju keluar dari ruang kelas. Kirana tidak punya pilihan. Tidak mau nanti saat Arkana datang, hanya ada ada dirinya dan cowok itu di ruang kelas.
Kirana pergi keluar ruang kelas dan menuju toilet. Dia hanya perlu menunggu beberapa menit lagi. Pasti Gadis dan Fara akan datang dan upacara bendera akan dimulai. Setidaknya, dia tidak perlu menghadapi Arkana pagi ini. Apalagi jika sampai hanya berdua dengan cowok itu di ruang kelas. Membayangkannya saja membuat isi kepala Kirana penuh dengan berbagai hal yang cowok itu lakukan.
Arkana selalu punya cara dan niat yang tidak pernah bisa dia baca apa maksudnya. Kirana hanya tahu, Arkana selalu cari gara-gara dengannya.
***
Dunianya selama ini sudah berada dalam zona nyaman. Teramat nyaman, sampai-sampai Arkana yang tidak henti mengganggunya, adalah bencana bagi Kirana. Tidak mudah menghindari cowok itu. Tadi saja, Kirana panas telinga mendapat teror dari berbagai pertanyaan yang cowok itu lontarkan karena pagi ini tidak mau pergi ke sekolah bersama.
Gadis dan Fara yang tahu hal itu, mereka justru malah menggodai Kirana. Mereka bilang, Arkana mulai tertarik dan bla bla bla. Kirana tidak ingin jika hal itu benar terjadi. Baginya, Arkana lebih baik membencinya sekalipun jika harus menyukai. Kirana belum siap harus disukai oleh siapapun. Apalagi Arkana. Cowok itu terlalu agresif menurutnya.
Saat jam istirahat sekarang saja, Kirana berada dalam pusat perhatian. Arkana tiba-tiba saja berjalan mendekatinya. Menariknya paksa untuk berdiri. Arkana menarik Kirana ke tengah halaman kantin.
Pasang mata memperhatikan. Mereka ketar ketir. Kirana lebih lagi. Dia melepaskan cekalan tangan Arkana sekuat tenaga. Tetapi nihil. Cowok itu semakin mengeratkan cekalannya. Arkana melihat ke arah Kirana. Cowok itu menyeringai. Kirana dihantam perasaan tidak enak. Apa yang akan Arkana lakukan? Kirana membatin.
"Perhatian semuanya!" Arkana berseru lantang. Pasang mata semakin lekat memperhatikan.
"Gue mau kasih info penting ke kalian semua. Kalau cewek di samping gue ini, yang namanya Kirana maheswari, dia—"
Kirana menoleh. Menatap tajam Arkana. Kirana bertanya-tanya. Kalimat apa yang akan Arkana ucapkan selanjutnya? Kirana masih berusaha melepaskan cekalan tangan cowok itu. Tetapi sia-sia.
"Dia cewek gue. Gue udah jadian sama dia. Jadi, siapapun yang cari gara-gara sama dia, akan berurusan sama gue!"
Kirana tersentak. Tubunya hampir saja kehilangan keseimbangan. Kata, "Cewek gue" Yang Arkana ucapkan bagai mimpi buruk di pagi hari.
Kirana menggeleng. Memberikan penjelasan lewat gerak tubuhnya. Bahwa dia bukan cewek Arkana.
Arkana yang lengah menjadi jalan bagi Kirana untuk pergi. Dia tidak ingin jadi pusat perhatian terlalu lama. Gara-gara ungkapan Arkana semula, di kantin ramai oleh murid yang bersorak-sorak dan bersiul-siul.
Kirana berlari jauh meninggalkan kantin. Arkana mengejar di belakang. Tepat di depan koridor salah satu ruang kelas, Arkana berhasil meraih pergelangan tangan Kirana.
"Kenapa lari?" tanya Arkana.
"Kamu jangan seenaknya gitu dong Ar! Jadiin aku cewek kamu. Kamu pikir aku mau?"
"Ya jelas mau kan? Siapa sih yang nggak mau sama gue?"
"Aku. Aku nggak mau sama kamu! Berhenti gangguin aku Ar. Bisa?"
"Nggak bisa Kirana. Masalahnya—"
Arkana menarik pergelangan tangan Kirana. Membuat tubuh gadis itu tertarik dan menipiskan jarak diantara mereka. Arkana masih menggantungkan ucapannya. Dia lalu berbisik dan melanjutkan perkataan, "Masalahnya, lo udah gangguin hidup gue duluan."
Kirana merinding mendengar perkataan itu. Hidupnya yang sudah teramat nyaman selama ini, nyatanya dengan mudah Arkana hancurkan.
***
SI ARKANA EMANG DEH. KALAU UDAH NIAT, APA AJAH DI SIKAT ABIS!
AGRESIF BANGET KAN DIA. WAJAR KIRANA KETAKUTAN WKWKWK
MAKASIH BANYAK YG SUDAH BACA AFTER WITH YOU
MAKASIH BUAT VOTE DAN KOMENNNYA
SAMPAI BERTEMU LAGI DI PART BERIKUTNYA
2 NOVEMBER 2020