PARADOX WHISPER

By hirosea

60.3K 6K 746

[ DISCONTINUED! ] Malam itu, Min Yoongi tidak sengaja bertemu Kim Taehyung. Tatapannya dingin, namun hatinya... More

00
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30

20

1.2K 163 38
By hirosea

Jungkook tidak suka keramaian, hal itu membuatnya merasa tak punya cukup ruang untuk dirinya sendiri, namun sialnya Yoongi mengajaknya ke sebuah kafe yang ramainya bukan main, berisik, dan kepala Jungkook di buat pening karenanya.

"Ini pertama kalinya nilai pelajaranmu turun drastis. Ayahmu bahkan menghubungiku dan bertanya apa yang terjadi, dan karena itu aku mengajakmu kemari untuk membicarakan sesuatu, penting sekali"

Bicaranya Yoongi tidak lagi sama seperti dulu, nada dan intonasi suaranya seakan memberi jarak agar Jungkook tahu di mana posisinya sekarang. Mereka hanya sebatas guru dan murid, Jungkook pikir.

"Aku ingin minum dulu," Jungkook bilang seraya memalingkan wajah.

"Oke, kamu mau minum apa?"

Jungkook menatap Yoongi beberapa saat. Pikirnya memang benar, Yoongi jadi berbeda. Jika biasanya ia akan langsung memesan minuman favorit Jungkook tanpa harus bertanya, kali ini Yoongi bertanya seakan keduanya tidak pernah menghabiskan waktu bersama, seakan mereka tidak terbiasa berdua.

"Apa saja, pesankan apa saja," Jungkook bilang. Ia sengaja ingin melihat apa yang akan terjadi setelah ini.

Yoongi pun membaca deretan menu sebelum ia menawarkan dengan senyum terpampang jelas di wajah. "Banana milk smoothies, mau?"

Jungkook mengangguk setuju, lalu setelahnya Yoongi menawarkan lagi. "Choco cheese cake? Kamu mau itu juga?"

Jungkook mengangguk lagi dengan senyum yang sedikit disertai tawa kecil. Yoongi ikut tersenyum lebar ketika gigi kelinci Jungkook menyembul lewat celah bibir. Tampak jelas jika pemuda itu masih tetap manis seperti kali pertama mereka bertemu di tahun ajaran baru, Yoongi ingat jelas masa itu.

"Kamu pikir aku lupa apa yang kamu suka?" Yoongi sedang menggodanya, dan menurut Jungkook itu amat keterlaluan. "Aigoo, Jungkook-ie, jangan cemberut seperti bayi kelinci."

Jungkook selalu menyukai kepribadian Yoongi yang susah di tebak. Kadang dia jadi amat manis untuk ukuran seorang guru dengan tatapan tajam, dan ada saatnya juga dia jadi menggemaskan padahal sedang menggerutu tidak jelas. Sebagaimana Jungkook jatuh cinta, ia hanya ingin Yoongi jadi satu-satunya yang utama, karena menurutnya Yoongi penuh akan pesona.

"Jadi, ada apa dengan nilamu, Jungkook?"

Si pemuda Jeon mengedikkan bahu seraya menggeleng, seakan dirinya sendiri tidak tahu alasan mengapa nilainya jadi masalah yang serius. "Menurutmu?"

Yoongi mengernyit. "Kenapa tanya aku? Ini berpusat darimu, jadi kamu yang tahu sebabnya."

Tatapan Jungkook melembut, penglihatannya amat teliti menelusuri lekuk wajah Yoongi yang menampakkan gurat kelelahan begitu kentara. Jungkook tidak tahu seberapa banyak pemuda yang lebih tua menguras tenaga akhir-akhir ini, ia tak lagi tahu seberapa sering Yoongi lembur setiap malam hingga lingkarkan hitam menghias sekitar mata cantiknya.

Jungkook masih senantiasa pada pendirian sebelumnya jika Yoongi ingin tahu. Satu patokan yang ia prioritaskan meskipun Yoongi sendiri tidak pernah mau tahu soal itu lagi. Jungkook terlalu banyak jatuh cinta pada Yoongi hingga hatinya tak punya cukup ruang lagi untuk orang lain.

"Jungkook, tolong jangan jadikan aku bebanmu"

Pandangan Jungkook jatuh pada tangan Yoongi yang berada di atas punggung tangannya. Kulit putih pucat yang selalu hangat, dan entah seberapa banyak Jungkook ingin sekali menggenggam jemarinya.

"Bisakah kamu lupakan saja? Kita bisa perbaiki ini sama-sama"

Tidak. Ini sudah terlalu jauh, Jungkook tidak bisa berhenti atau melangkah mundur lagi. Ia telah mengorbankan banyak hal demi Yoongi, jadi mana mungkin ia bisa melupakan cinta pertamanya.

Tangan mereka terpisah jarak saat Jungkook refleks berdiri dengan tatapan sendu. Hanya dari sorot matanya, Yoongi tahu jika murid kesayangannya itu tidak setuju akan penawarannya.

Seringai tipis menarik bibir Jungkook untuk terbuka. "Maaf, tapi aku bukan tipikal orang pelupa. Aku tidak yakin ini akan mudah."

Yoongi tidak berkutik sama sekali di saat Jungkook menarik kasar ranselnya lalu berjalan menjauh dari meja.

"Tolong pikirkan kembali. Ini menyangkut masa depanmu juga. Kumohon, Jungkook, waktuku tidak banyak"

Suasana hening melanda sesaat kemudian, tidak peduli akan pengunjung kafe di meja lain yang kini mengalihkan pandangan mereka secara bergantian pada keduanya. Jungkook memalingkan muka untuk bertemu pandang dengan Yoongi yang kini telah berdiri di depan meja yang ia pesan untuk mereka berdua. Yoongi dengan tatapan memelasnya adalah hal tidak biasa yang sangat jarang ia perlihatkan pada siapapun, baik itu pada Jungkook sekalipun. Jungkook jadi terenyuh, namun juga kesal di saat bersamaan karena firasatnya berkata jika Yoongi merencanakan sesuatu.

"Kamu tidak berencana meninggalkanku, ya kan?" Jungkook bertanya seraya membawa dirinya kembali mendekati meja.

"Aku tidak pernah berpikir untuk meninggalkanmu, hanya kurasa kita butuh jarak untuk terbiasa," katanya lirih.

Wajah Jungkook memanas mendengarnya. "Terbiasa katamu?"

"Ya." Yoongi tersenyum begitu manis namun kedua tangannya mengepal kuat. "Kita harusnya terbiasa untuk tidak bertemu," lagi.

Yoongi tahu ia tidak akan mudah mengelabui Jungkook, bahkan jika ia telah berulangkali menyusun rencana untuk tetap terlihat biasa saja tanpa sedikitpun tersirat raut muka mencurigakan dihadapan pemuda itu. Tapi hanya lewat sorot mata tajam Jungkook, Yoongi pikir dia pasti tetap kalah apalagi menyangkut kejujuran.

Hampir tiga tahun mereka habiskan untuk mengenal baik karakter satu sama lain. Selama itu pula Yoongi mengambil hampir semua peran sebagai pengganti orang tua Jungkook dengan menjadi orang kepercayaan keluarga mereka. Ia mendapat pekerjaan dan jaminan hidup dengan sebuah perjanjian yang telah disepakati dua belah pihak, tanpa Jungkook tahu.

Jungkook bukan sekedar pemuda biasa yang butuh pendidikan, ia berharga karena merupakan penerus tahta atas kekayaan keluarganya. Perjanjian yang semula disepakati perlahan melenceng dari tujuan sebenarnya. Yoongi gagal dalam tugasnya mendidik Jungkook untuk jadi sempurna. Karena seiring berjalannya waktu, Yoongi ingin membebaskan Jungkook dari kekangan dan tuntutan. Tapi apa yang diinginkan Yoongi pun juga berakhir di luar pemikirannya. Jungkook tumbuh dewasa dan jatuh cinta.


"Terima kasih telah menjaga Jungkook dengan baik. Minggu depan, kami akan memberikan seluruh jaminan yang telah kita sepakati, dan dengan begitu kau tidak perlu bertemu Jungkook lagi"

Yoongi mengangkat kepala menatap tuan Jeon yang duduk di sofa mewah dalam ruang pribadi presiden direktur. Pria paruh baya itu baru saja meletakkan sebuah amplop di atas meja kaca. Penuh wibawa dan patut dihormati adalah kata yang berputar dalam kepala Yoongi, dimana ia selalu menemukan keseriusan ketika mereka terlibat pertemuan secara diam-diam.

"Maaf, bukankah perjanjiannya berakhir setelah Jungkook lulus nanti? Dan ini masih delapan bulan lagi sebelum—"

"Jungkook akan segera berangkat ke Slovenia akhir bulan ini"

Sudut bibir Yoongi bergerak kaku dan tubuhnya mendadak mati rasa. Ini terlalu mendadak. "A-apa Jungkook tahu?"

"Tentu tidak. Anak itu bisa memberontak dan kabur dari rumah jika sampai dia tahu," kata tuan Jeon menyeringai lebar, "Kau pasti dapat menebak kemana ia akan lari bukan?"

Tatapan mengejek yang ditujukan pada Yoongi membuat sesuatu dalam dirinya merasa begitu direndahkan. Yoongi seketika menunduk saat pemantik dinyalakan untuk membakar gulungan tembakau yang diapit kedua jari Tuan Jeon. Yoongi bertanya-tanya, apakah Jungkook juga merasakan hal serupa saat berhadapan langsung dengan pria dihadapannya sekarang—semacam ketakutan.

"Jungkook menyukaimu, sangat menyukaimu, sampai ia berpikiran jatuh cinta itu semudah berucap guyonan kanak-kanak." Ia memandang Yoongi dari kepala sampai ujung kaki, berdecak sembari menyeringai tipis. "Entah apa yang kau lakukan pada putraku. Tetapi aku rasa tak pantas menyalahkanmu, karena kehadiranmu sejak awal adalah keinginan kami sendiri."

Setiap kalimatnya lembut diucapkan, namun seolah menampar Yoongi untuk sadar jikalau Tuan Jeon menjadikannya alasan mutlak atas masalah penyimpangan seksual sang anak tunggal.

"Serahkan surat ini pada sekretarisku dan kau akan segera menerima imbalan yang kita sepakati. Dia akan mengurus semuanya untukmu"

Tuan Jeon meraih jas hitamnya kemudian berjalan melewati Yoongi yang masih diam mematung di tempat. Dan di saat pintu berdentum tertutup, Yoongi menarik nafas untuk menghilangkan gugup yang sempat melandanya. Ia memandang nanar sebuah amplop yang tadi diletakkan Tuan Jeon di atas meja lalu melangkah gontai untuk mengambilnya.

Tidak berselang lama masuklah seorang yang merupakan sekretaris Tuan Jeon yang kemudian menghampiri Yoongi.

"Tuan Jeon telah menyiapkan mobil untuk mengantar anda menemui Tuan Muda Jungkook"

Yoongi menyodorkan amplop berisi surat sesuai dengan perintah Tuan Jeon tadi. "Katakan padanya aku akan pergi tanpa harus menerima ini."


Yoongi menemui Jungkook dengan setumpuk alasan yang ragu ia ungkapkan, mengingat pemuda itu berada dalam masa sulit dan begitu sensitif. Yoongi ingin Jungkook melupakannya sebelum ia benar-benar pergi. Jika tidak, Yoongi akan merasa memiliki hutang karena meninggalkannya dengan perasaan yang salah. Sedang Jungkook tetap bersikeras bahwa mereka harus tetap bersama.

Apa yang harus dilakukan? Yoongi terbawa rasa takut jikalau hal buruk terjadi saat pemuda itu tahu rencana Tuan Jeon untuk mengirimnya ke Slovenia. Pemikiran buruk menghantam kepalanya, ketakutan jika Jungkook mengalami sakit seperti Taehyung.

"Aku akan banyak merindukanmu setelah ini. Tapi jangan rindukan aku juga, ya?"

Jungkook terus bertanya apa yang terjadi, mengirimkan pesan singkat sebanyak dua puluh kali dan tak henti menelpon meski Yoongi sama sekali tidak menjawab satupun panggilan yang masuk.

Yoongi kembali ke rumah setelah jemputan Jungkook datang ke kafe untuk membawanya pergi. Yoongi kacau, ia menunduk dalam sambil memeluk kedua lututnya di samping ranjang. Matanya terpejam erat tidak siap menjatuhkan genangan air mata yang malah kian membuat dadanya sesak karena tidak ada tempat pelampiasan lain untuk rasa sakitnya. Semua sudah berakhir, dan Yoongi kecewa pada dirinya sendiri.

Malam hampir datang, ikut serta membawa angin dingin melalui jendela yang terbuka lebar, membelai mata Yoongi yang sedikit sembab tak jauh beda dari wajah kusutnya. Yoongi berusaha meyakinkan dirinya kalau semua akan baik-baik saja. Maka Yoongi mendongak dengan satu tarikan dan hembusan nafas panjang, dan di saat yang tak terduga ia mendapati Taehyung tengah berdiri di ambang pintu.

"Hyung, kamu menangis?" Ia mendekat untuk mensejajarkan diri agar dapat melihat Yoongi dari dekat. "Apa terjadi sesuatu? Siapa yang membuatmu menangis?"

Yoongi menggeleng cepat. Taehyung tidak boleh tahu soal Jungkook. Tidak untuk saat ini.

"Aku harus berbenah untuk pindah rumah. Hanya sedih harus meninggalkan tempat ini," katanya cengengesan.

"Mendadak sekali. Mau pindah kemana? Apa jauh? Kalau jauh mending ke apartemenku saja. Atau mau kubantu cari rumah di dekat tempat kerja?"

Yoongi menggeleng lagi. "Aku juga akan pindah tempat kerja."

"Hei? Kamu tidak di pecat, kan?"

"Tentu tidak, kontrak kerjaku sudah berakhir"

"Kenapa tidak diperpanjang?" Taehyung duduk menghadap Yoongi dengan tatapan serius.

"Ingin cari pengalaman baru"

"Lalu, Jungkook?"

Tatapan mata mereka bertemu saat Taehyung mengucapkan nama itu. Yoongi sendiri tidak tahu harus menjawab apa. Hening sebentar membuat Taehyung mengibaskan tangan hendak mengganti topik pembicaraan.

"Kita lupakan dulu soal Jungkook. Yang terpenting saat ini adalah tempat tinggal dan pekerjaan baru," kata Taehyung lalu merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel. Menekan-nekan layar benda itu selama beberapa saat hingga terdengar dering notifikasi setelahnya. "Ayahku bilang dia bisa membantumu. Kita temui dia besok."











[...]

Continue Reading

You'll Also Like

560K 34K 27
LAPAK BROTHERSHIP ✔️ NOT BOYS LOVE...❌ SUDAH END TAPI TETEP VOTE + FOLLOW PROSES REVISI Kamu tahu obsessi? Ya apa saja bisa dilakukan bahkan bisa m...
185K 15.8K 84
"Jadi, saya jatuh dan cinta sendirian ya?" Disclaimer! Ini fiksi nggak ada sangkut pautnya di dunia nyata, tolong bijak dalam membaca dan berkomentar...
59.3K 7.6K 30
'benci bisa jadi cinta loh, cantik' 'apaan, diem lu' 'aduh, malu malu ih si geulis' 'gue laki ya, jangan main cantik-cantik lu' 'tapi lu emang cantik...
53.7K 5.1K 66
Kisah fiksi mengenai kehidupan pernikahan seorang Mayor Teddy, Abdi Negara. Yang menikahi seseorang demi memenuhi keinginan keluarganya dan meneruska...