TraveLove

By Marronad

3.4M 259K 7.5K

Maret, 2018 #2 chicklit #1 rank pilot #12 #14 Bea hampir yakin kalau apa yang dikatakan mamanya benar, berpak... More

Awal
Dua Orang Yang Berbeda
Dua Manusia
Pergi Tak Kembali
Merasa Kehilangan
Hari-Hari Setelah Kehilangan
Salah Sangka
Waktu Yang Sama
Gara-Gara Kopi
Surabaya
Seragam Pilot
Bertemu
Bertemu 2
Perjodohan Mendadak
Waktu
Lukisan
Saran Dari Mereka
Meminta Restu
Persiapan
Persiapan 2
Pernikahan
Pesta Pernikahan
After Marriage
Feeling
One Day With You
Abid Kecewa
Tentang Mereka
Tentang Mereka 2
Perhatian Abid
Tak Secanggung Saat Itu
Berdua
Bali?
Bali
Perasaan
Galeri Papa
Because Of You
Take Off
Awal Dari Perasaan
Realita
Tidak Tepat Janji
Bad Day
Surat Pemecatan
Teman Bercerita
Curiga
Bohong Dan Kenyataan
Kepergian
Kekecewaan Bearista
Lebih Dari Cinta
Maafkan Bea
Epilog+Ekstra Part

Kecurigaan Itu Berlanjut

83.8K 5.4K 357
By Marronad

Papa Alex kira setelah melakukan radioterapi serta mengonsumsi obat-obatan tradisional baik kanker  atau sesak napas itu tidak kambuh lagi. Sebab sudah beberapa bulan terhitung dari melakukan radioterapi keadaan membaik dan Alex tidak merasakan apa pun. Selama itu juga tidak pernah lagi untuk melakukan check up ke dokter yang sudah ditunjuk oleh menantunya, ia berpikir kalau sudah sembuh tidak perlu ada pengobatan yang hanya membuang sebagain uang menantunya. Namun, semua di luar dugaan saat ia mulai membaik, ternyata sesak napas itu kambuh, membuat ia harus berbaring lemah dan menahan napas yang begitu sangat menyiksa.

Ia hanya mampu terpejam, jika hanya bisa hidup sampai hari ini, ia bersiap pergi agar tidak merasa sakit dan merepotkan orang-orang yang mencintainya. Oksigen yang menempel wajahnya membantu Alex menetralkan napas.

“Gimana keadaan Papa?” tanya Abid pada Dimas, ia mengatur napasnya yang tersengal-sengal akibat berlarian sepanjang menuju rumah sakit. Setelah mendapat pesan dari Dimas, ia langsung bergegas ke rumah sakit Rossela.

“Kemungkinan besok harus kemoterapi,” jawab Dimas.

“Kemoterapi?”

“Iya, Mas. Bapak ....”

“Bapak kenapa?” Abid tidak sabar menunggu.

“Saya minta maaf ... sebenarnya Bapak menolak check up.” Dimas menunduk.
“Saya sudah marah sama Bapak kemarin, tapi Bapak malah marah-marah balik sama saya, katanya sudah sembuh,” jelas Dimas.

“Sudah, sudah, kamu tidak perlu merasa bersalah. Terus, bagaimana bisa Papa sesak napas lagi?” tanya Abid. Ia tidak menyalahkan Dimas.

“Bapak merokok, Mas.”

“Kapan?” Abid mencoba menjadikan suasana biasa agar bisa mendapatkan jawaban jelas dari Dimas.

“Jadi, sesudah kalian berkunjung, galeri Bapak ramai, semuanya memesan beberapa lukisan, ada juga mahasiswa yang sedang penelitian. Mereka mengajak Bapak buat makan-makan gitu, Mas. Kayaknya Bapak lupa kalau lagi menjauhi rokok, akhirnya malah merokok sama mereka. Saya tahu pas tadi pagi Bapak bilang mulai nggak enak badan dan benar Bapak sesak napas. Maafkan saya, Mas,” jelas Dimas.

Abid menepuk pundak Dimas, Abid memakluminya. Seorang dokter keluar dari ruangan Papa dan meminta agar Abid bisa ikut ke ruangannya untuk mendengar penjelasan dokter. Abid memasuki ruangan dokter, mempersilakan Abid menunggu sebentar. Sang dokter mencuci tangannya sebelum menjelaskan tentang pemeriksaan yang dilakukannya tadi.

“Bagaimana keadaan Papa?” tanya Abid, saat dokter sudah duduk di depannya.

“Saya sangat menyayangkan tindakan Pak Alex. Ternyata setelah selesai radioterapi, ia tidak mau pengobatan. Sekarang sudah terlambat, seperti yang saya bilang, kanker yang dialami Pak Alex akan berkembang dengan cepat. Kanker itu sudah merusak sebagian tubuh Pak Alex, saya yakin ini terjadi karena dia kembali merokok.”
Dokter terdiam sebentar, menatap Abid dan Dimas bergantian.

“Besok pagi kami akan melakukan kemoterapi, mudah-mudahan kali ini tubuh Pak Alex menerima. Saya tidak bisa menjanjikan apa-apa selain meminta doa kalian ... pasien kanker paru-paru yang sudah memasuki stadium empat seperti Pak Alex harapan hidupnya sangat kecil,tetapi Pak Abid tidak perlu khawatir, itu hanya prediksi medis. Kita serahkan semuanya pada Tuhan.”

“Iya Dok, doa kami selalu mengalir untuk Papa,” jawab Abid.

Abid keluar dari ruangan dokter.

“Dim ... nanti kamu yang jaga Papa, ya,” ucap Abid mendekati Dimas di kursi tunggu.

“Iya, Mas mau kerja, ya?”

“Iya, saya nggak bisa ambil libur dadakan gini. Kalau ada apa-apa hubungi saya. Kalau Papa sadar tolong kasih tahu  kalau saya tidak bisa menemani,” ujar Abid.

“Siap, Mas. Nggak apa-apa. Mas kerja yang fokus biar masalah Bapak saya yang jaga.”

Thanks, saya harus gimana kalau sudah seperti ini?” Abid duduk di sebelah Dimas sembari menompang tangan.

“Kita cuma bisa pasrah, Mas. Cuma Allah yang tahu. Apalagi masalah penyakit, makin pasrah Mas, penyakit itu nggak main-main,” balas Dimas.

“Iya ... padahal saya berharap Papa mau menuruti perkataan saya.”

“Bapak orangnya keras, Mas. Semaunya sendiri, kadang saya juga kesal. Bukan apa-apa, selama masa pengobatan Mas Abid yang biayai semua ini. Harusnya paham dan semangat buat sembuh, ini malah menyerah duluan.”

Kekecewaannya pada Alex membuat Dimas tidak bisa berkutik. Ia sangat kecewa dengan semua sikap pria itu.

“Sudah Dim, kita nggak boleh menghakimi Papa, Papa pasti punya alasan.”

Dimas mengangguk. Menantu Pak Alex  memang layaknya malaikat, masih lemah lembut saat Alex mengecewakan bahkan kembali merepotkan menantunya itu. Ia saja belum tentu bisa seperti itu pada mertuanya kelak.

“Mas, kapan mau bicara tentang Bapak sama Mbak Bea?” tanya Dimas.

“Sekarang keadaan susah terkendali, sepertinya saya harus jujur. Tapi, nanti setelah Papa selesai kemoterapi dan saya pulang dari penerbangan. Pasti akan menjelaskan semua pada Bearista,” jawab Abid.

“Iya, Mas. Sudah waktunya tidak perlu dirahasiakan.”

“Saya tidak tenang kalau bohong terus sama Bearista,” ucap Abid.

***

Setelah turun dari mobil Bea langsung masuk ke kamar mandi, sengaja mengabaikan Abid karena badannya sudah sangat menginginkan air. Dilihatnya sekeliling kamar, tidak ada tanda-tanda keberadaan suaminya, di mana Abid? Bea keluar dari kamar untuk mencari, tetapi lampu setiap ruangan mati. Apalagi Bea sangat terkejut ketika pintu rumah terbuka.
Lebih parahnya pintu gerbang juga terbuka lebar, Bea melirik ke arah garasi juga tidak ada mobil Abid.

“Abid ....” Bea mencoba memanggil Abid, barangkali Abid masih di sekitar sini. “Mas Abid ....”

Tidak ada tanda-tanda orang menyahut, merasa sedikit takut karena sudah larut malam membuat Bea berlari menutup pintu.

“Mbak Bea, mencari Mas Abid?” Suara pria membuat Bea menghentikan langkah, lalu berbalik.

“Iya Pak, Bapak tahu?” Ternyata satpam komplek. Menjelang tengah malam satpam memang sering berkeliling.

“Tadi keluar bawa mobil, katanya ada urusan,” jawab satpam itu, tadi Abid menyapanya saat berpapasan.

“Oh gitu, terima  kasih, Pak.”

“Iya Mbak, sama-sama, kami permisi,” balasnya, lalu meninggalkan Bearista.

Bea berlari memasuki rumah, mengunci pintu rumahnya. Jawaban satpam sudah membuat Bea mengambil ponsel, menelepon suaminya agar tahu keberadaannya.
Namun, hanya mendapat jawaban dari operator. Bagus sekali, ponsel Abid tidak aktif dan pergi tanpa pamit.

Ternyata laki-laki itu lupa kalau sudah punya istri. Bea duduk bersandar di sofa, sembari memijat pelipisnya, kenapa akhir-akhir ini Abid selalu membuat cemas dan curiga.

***

Abid belum juga datang, padahal pagi ini pria itu harus bekerja. Bea tersadar, ternyata tadi malam tertidur di sofa, pasti karena menunggu Abid hingga ketiduran. Bea memilih untuk mencuci muka, sebelum  memutuskan untuk membuat sarapan. Tidak membuat sarapan untuk Abid, cukup untuk dirinya saja. Toh Abid juga tidak menganggap dirinya ada.

“Bea ... Bea ... sayangnya Mas ....”
Bea yang sedang menggosok gigi berhenti, berbalik menutup pintu kamar mandi. Ia mengenal suara itu, tetapi malas bertemu. Bea marah dan tidak akan mudah luluh meski dipanggil sayang.

“Bea, kamu di mana?”

Bea tetap bersembunyi di balik pintu kamar mandi.

Abid mulai memasuki kamar untuk mengambil sesuatu, karena akan bekerja. Ini saja buru-buru pulang takut telat ke bandara, pagi pasti akan macet. Saat memasuki rumah tidak ada tanda-tanda keberadaan istrinya, tidak ada sahutan dari istrinya. Abid baru pulang pagi karena ia ketiduran di rumah sakit. Untung saja Dimas membangunkan. Mandi saja Abid di rumah sakit, ia takut memakan waktu lebih banyak.

“Bea, kamu di mana?” teriak Abid.
Sepertinya Bea tidak ada, akhirnya Abid memilih menuju ke kamar mandi.

Abid membuka kenop pintu kamar mandi, tetapi dikunci dari dalam. Abid mengetuk pintu kamar mandi, tidak lama kemudian pintu terbuka menampilkan Bea. Abid bernapas lega.

“Pagi.” Abid hendak mencium pipi Bea, tetapi Bea menahannya dan menjauhi Abid.

“Tidak pulang semalaman dari mana?” tanya Bea dengan nada biasa.

“Ada urusan mendadak, maaf.”

“Segitu pentingnya sampai tidak izin atau mengabari aku?” Tatapan Bea berubah mengintimidasi.

“Buru-buru, sekali lagi maaf. Saya tahu salah, kamu pasti khawatir, ya.”

“Sayangnya aku nggak khawatir!” Abid mencoba meraih tangan Bea, tetapi Bea menepisnya. “Nggak usah pegang-pegang!”

Abid melakukan kesalahan lagi, padahal berjanji akan selalu mengabari Bea. Namun, semalam ia memang begitu panik dengan keadaan Alex.

“Apa jangan-jangan kamu punya pacar? Dan pacarmu minta sesuatu, jadi rela malam-malam pergi. Kalau memang ada wanita lain, bilang. Nggak usah sembunyi! Kalau memang nggak suka dengan hubungan ini bisa pisah baik-baik. Jangan Setidaknya jadilah pembohong yang baik.” Bea menumpahkan semua kekesalan, semalam ia berpikiran bahwa Abid pergi karena menyembunyikan sesuatu. Hingga Bea berpikir bahwa Abid mempunyai wanita lain.

Abid menatap Bea tidak percaya bagaimana bisa istrinya mempunyai pikiran seperti itu. Abid menarik Bea ke pelukannya. Bea memberontak, tetapi Abid memeluknya dengan erat.
“Tidak! Tidak ada wanita lain. Bea ... jangan ada pikiran seperti itu. Saya tidak sejelek apa yang kamu bayangkan, saya cuma punya kamu dan kamu cuma punya saya. Kamu buang jauh-jauh pemikiran tadi. Saya janji setelah pulang dari penerbangan akan menjelaskan semuanya. Satu lagi, tidak ada kata pisah kecuali takdir yang memisahkan,” tegas Abid. Ia semakin erat memeluk Bea sembari menciumi puncak kepala wanita itu, ia sangat menyayangi dan mencintai wanita yang sedang dipeluknya ini, jadi mana mungkin ia bisa mendua.

“Bohong, kamu pasti bohong!” Bea mendorong Abid sekuat tenaga.

“Saya nggak bohong, Bea. Saya berani bersumpah apapun agar kamu percaya. Saya pergi memang ada urusan.” Abid kembali meraih Bea dalam pelukan.

“Saya pergi dulu, doakan saya cepat pulang dan segera menjelaskan kesalahpahaman ini,” ucap Abid dengan nada rendah. Ia sudah tidak punya banyak waktu.
Ternyata Bea sudah mempersiapkan koper serta perlengkapan penerbangan Abid, jadi hanya mengganti baju saja. Emosi Bea mulai mereda, setelah mendengar penjelasan Abid, ia bisa percaya untuk kali ini.

“Jaga diri baik-baik, jangan buka pintu sembarangan. Kalau ada apa-apa telepon Firman ya, minta bantuan, kalau ada orang yang datang nggak dikenal nggak usah direspon,” ucap Abid, ia mencium kening Bearista dan Bearista menyalami tanpa bicara.

Bearista terdiam. Sebenarnya Abid menyembunyikan tentang apa?

-TBC-

Tinggalkan vote dan komentar. Part Gadis Kecil bisa kalian baca di Karyakarsa.

Instagram: Marrona.wp

Marronad

Continue Reading

You'll Also Like

4.4M 132K 88
WARNING ⚠ (21+) πŸ”ž π‘©π’†π’“π’„π’†π’“π’Šπ’•π’‚ π’•π’†π’π’•π’‚π’π’ˆ π’”π’†π’π’“π’‚π’π’ˆ π’˜π’‚π’π’Šπ’•π’‚ π’šπ’ˆ π’ƒπ’†π’“π’‘π’Šπ’π’…π’‚π’‰ π’Œπ’† 𝒕𝒖𝒃𝒖𝒉 π’π’“π’‚π’π’ˆ π’π’‚π’Šπ’ 𝒅𝒂𝒏 οΏ½...
753K 3.3K 12
Hts dengan om-om? bukan hanya sekedar chatan pada malam hari, namun mereka sampai tinggal bersama tanpa ada hubungan yang jelas. πŸ”›πŸ” my storys by m...
2.4M 106K 47
⚠️ Jangan menormalisasi kekerasan di kehidupan nyata. _______ Luna Nanda Bintang. Gadis itu harus mendapatkan tekanan dari seniornya di kampus. Xavie...
4.1M 30.6K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!