TraveLove

By Marronad

3.3M 258K 7.5K

Maret, 2018 #2 chicklit #1 rank pilot #12 #14 Bea hampir yakin kalau apa yang dikatakan mamanya benar, berpak... More

Awal
Dua Orang Yang Berbeda
Dua Manusia
Pergi Tak Kembali
Merasa Kehilangan
Hari-Hari Setelah Kehilangan
Salah Sangka
Waktu Yang Sama
Gara-Gara Kopi
Surabaya
Seragam Pilot
Bertemu
Bertemu 2
Perjodohan Mendadak
Waktu
Lukisan
Saran Dari Mereka
Meminta Restu
Persiapan
Persiapan 2
Pernikahan
Pesta Pernikahan
After Marriage
Feeling
One Day With You
Abid Kecewa
Tentang Mereka
Tentang Mereka 2
Perhatian Abid
Tak Secanggung Saat Itu
Berdua
Bali
Perasaan
Galeri Papa
Because Of You
Take Off
Awal Dari Perasaan
Realita
Tidak Tepat Janji
Bad Day
Surat Pemecatan
Teman Bercerita
Curiga
Bohong Dan Kenyataan
Kecurigaan Itu Berlanjut
Kepergian
Kekecewaan Bearista
Lebih Dari Cinta
Maafkan Bea
Epilog+Ekstra Part

Bali?

62.1K 5K 162
By Marronad

Bea sudah berada di kantornya. Hari ini ia sedikit terlambat. Ia berlari tergesa-gesa untuk masuk ke dalam.

“Kamu pikir ini kantormu?” Suara itu membuat Bea yang ingin masuk ke kantor mendadak berhenti untuk mendongak. Lukas di depannya. Ia kira Lukas belum datang, karena biasanya ia akan datang jam sembilan pagi.

“Maaf, Pak. Tadi saya mengantar suami saya dulu,” jawab Bea

“Alasan!”

“Saya serius, Pak. Tadi juga sudah bilang sama Nayla untuk memberitahu kalau hari ini saya telat.” Bea mencoba menjelaskan.

“Yang bos itu saya, bukan Nayla. Harusnya izin sama saya.” Nadanya sangat ketus.

“Saya takut menganggu Bapak. Jadi, minta tolong sama Nayla untuk menyampaikannya saja.”

“Banyak alasan kamu. Kamu kira ini perusahaan keluargamu?” Sepertinya Lukas memang naik darah.

“Terserah Anda saja, Pak. Mau dipotong gaji juga tidak apa-apa. Yang penting saya sudah menjelaskan,” ucap Bea, melangkah meninggalkan Bos. Sehari saja ia tidak berdebat dengan Lukas pasti hidupnya aman.

“Nay! Kamu bilang tidak sama Bos kalau aku telat?” tanya Bea tepat di meja Nayla.

“Bilang kok, Be. Bahkan aku menjelaskan kalau kamu terlambat karena mengantar suaminya. Bos juga bilang tidak apa-apa. Memangnya kenapa?” Nayla jadi penasaran, pagi-pagi Bea sudah kesal begini.

“Emang dasar nyebelin tuh orang,” gerutu Bea

“Udah, lo mending resign aja, aku yakin gaji Abid nggak akan kurang,” balas Nayla, sambil tersenyum genit.

“Nggak akan, Nay. Sebelum Abid sendiri yang nyuruh berhenti,” jawab Bea

“Aku yakin Abid pengin kamu keluar dari sini, mungkin tidak berani jadi Abid memilih diam. Lagian nggak akan kekurangan seandainya kamu nggak kerja.”

Karena meja Nayla dan Bea berdampingan, Bea pun memilih duduk. “Selagi Abid belum melarang, aku akan kerja. Lumayan buat nambah tabunganku.”

“Kalau aku jadi kamu mending resign. Cewek itu harus dinafkahi bukan menafkahi, Be,” ujar Nayla

“Aku nggak mau. Abid itu kerjanya bawa nyawa. Masa dia kerja keras, aku malah enak-enakan.” Mungkin karena Bea sudah terbiasa sendiri, maka pemikirannya dengan Nayla sedikit berbeda.

“Ya, terserah. By the way kamu sudah siap-siap pergi ke Bali, untuk acara ulang tahun kantor?” tanya Nayla.

Bea berpikir sebentar. Sejauh ini ia tidak mendapatkan informasi ini. “Bali? Kapan?” tanya Bea.

“Dua hari lagi kantor kita mengadakan acara di Bali dan semua karyawan wajib ikut,” ucap Nayla

“Aku nggak tahu, Nay.”

“Aduh ... aku lupa. Kamu kan, cuti tiga hari, berarti tidak bisa ikut dong?”

“Emang benar karyawan wajib ikut? Kalau iya, aku pasti ikut,” jawab Bea. Bali adalah pulau yang ingin Bea kunjungi untuk kedua kalinya.

“Iya, serius mau ikut, bukannya suamimu kerja, ya?” Nayla mengerutkan kening menatap Bea, sesekali menatap sekitar untuk memastikan Lukas tidak ada.

“Nggak usah izin, tinggal berangkat aja. Lagian dia nggak akan tahu. Berapa hari di Bali?” tanya Bea

“Dua hari, lebih baik izin dulu biar Abid nggak khawatir,” kata nayla

“Dia mana khawatir sama aku. Cuma dua hari paling kalau Abid pulang aku sudah di rumah,” balas Bea.

***

Dulu, biasanya hal yang pertama Abid lakukan saat landing adalah mencari tempat istirahat, berbeda dengan sekarang.  Hal yang pertama ia lakukan adalah mengaktifkan ponsel, hanya untuk memastikan Bea mengirimnya pesan atau tidak. Namun, ternyata semua notifikasi yang masuk tidak ada satu pun pesan dari istrinya.

Bea ke mana hingga belum juga mengirim pesan. Tidak mungkin belum sampai, Abid saja sudah landing. Abid bukan tipe orang yang gila dengan ponselnya, terkadang Abid juga tidak mengaktifkan benda itu selama bertugas. Kecuali jika ada keperluan sangat penting.  Keluarga akan mengabari Abid lewat kantor maskapai. Abid mencoba menelepon sang istri, sayang tidak ada tanda-tanda Bea mengangkatnya.

“Ke mana Bea,” gumam Abid.
Abid menyimpan ponselnya kembali. Ini sudah memasuki waktu kerja, mungkin saja Bea sedang sibuk jadi belum bisa menghubungi. Kini Abid di Bali, rute penerbangannya Jakarta-Bali dan Bali-Jakarta lalu Jakarta-Palembang. Kali ini Abid melakukan penerbangan cukup lama, tandanya semakin lama untuk bertemu Bearista. Padahal baru beberapa jam lalu mereka berpisah, tetapi kenapa Abid ingin sekali mendengar suara istrinya.

Di usianya yang terbilang masih muda, Abid sudah mampu memiliki puluhan jam terbang, kepintaran yang Abid miliki menjadi alasan. Karena pihak maskapai sudah yakin dan percaya jika Abid mampu menyelesaikan tugasnya.

“Kapten, dari tadi saya lihat melamun terus, ada apa?” tanya Rayhan, pilot pendamping maskapai mereka.

“Kamu yakin melihat saya melamun?” tanya Abid. Jujur saja ia tidak merasa sedang melamun.

“Iya, lah. Kenapa, Kapt? Kangen istri, ya?”

“Mungkin,” jawab Abid singkat.

“Ah, dasar pengantin baru. Baru ditinggal beberapa jam saja sudah rindu lagi.” Rayhan mendengkus.

“Merindukan orang yang sudah jadi hak milik lebih enak, Han. Buruan nikah. Jangan kelamaan di udara, nanti malah dapat makhluk tanpa paras,” ucap Abid.

“Makhluk tanpa paras? Siapa, Kapt?” Rayhan tidak paham dengan apa yang Abid katakan.

“Makhluk halus,” jawab Abid santai.

“Aish, ada-ada aja Kapten ini. Jangan gitu dong, Kapt. Saya nggak mau aja kalau nanti menikah perempuan pada patah hati banyak tagar hari patah hati nasional. Saya nggak mau viral,” ucap Rayhan dengan penuh percaya diri.

“Bilang saja belum ada calonnya. Pakai alasan begitu nggak masuk akal, Han.” Abid terkekeh. Entah, walaupun Rayhan sudah mapan dalam segala hal, pria itu masih belum ada keinginan untuk menikah.

“Nah, itu salah satu penyebabnya, alasan lainnya masih ingin sendiri,” jawab Rayhan.

“Padahal kalau sudah menikah enak, saya saja menyesal kenapa tidak dari dulu saja menikah,” ujar Abid.

“Enaknya di bagian mana? Kalau bagian yang itu aku juga tau. Jangan diceritain lagi.” Sepertinya Rayhan sedikit tertarik tentang pembahasaan pernikahan Abid.

“Enak. Semua yang biasa sendiri sekarang dibantuin istri. Kamu tahu? Istri saya ini bawelnya luar biasa,” ucap Abid. Ia membayangkan betapa bawelnya Bea pagi tadi.

“Bawel-bawel romantis ya, Kapt. Cewek kalau bawel itu wajar. Kalau cuma diam ada dua kemungkinan, kalau nggak bisu ya, berarti lagi sakit gigi.” Rayhan terkekeh.

“Benar sekali. Kita sebagai pria harus siap menjadi korban mereka.” Kekehan pun keluar dari keduanya. Mereka bersiap-siap untuk kembali ke Jakarta.
Memasuki ruangan flight deck, memasukkan rencana penerbangan ke dalam sistem komputer navigasi, melakukan pengecekan keselamatan dalam kokpit dan persiapan terbang. Agar mereka bisa membawa penumpang dengan selamat hingga tujuan.

***

Seperti yang dikatakan Nayla sebelumnya, jika kantornya akan mengadakan tour ke Bali. Ia kira hanya omong kosong Nayla saja, ternyata Lukas tadi mengadakan rapat mendadak untuk acara ulang tahun kantor. Karena bertepatan dengan hari buruh, jadi momen yang sangat pas para pekerja di pabriknya juga diliburkan selama dua hari, tetapi satpam harus tetap bekerja untuk menjaga pabrik serta kantor.

Bea menjatuhan tubuhnya tepat di ranjang. Cukup melelahkan sekali rasanya pulang dari kantor langsung berbelanja untuk persiapan besok. Bea ingin berbaring sebentar, meluruskan ototnya yang sempat tegang akibat aktivitas seharian. Saat sudah merasa membaik, Bea pun bangkit. Berendam air hangat mungkin membuatnya lebih baik lagi, mumpung tidak ada Abid di rumah, jadi bebas memanjakan tubuh.

Bea mengakhiri aktivitas beredamnya.
Semua barang yang akan dibawa sudah siap, tidak perlu membawa banyak baju sebab hanya dua hari di sana. Bea berjalan keluar dari kamarnya, lalu duduk untuk menonton televisi. Ternyata sendirian di rumah membuatnya kesepian. Biasanya ada Abid yang meramaikan, pria itu akan memulai pertengkaran kecil yang selalu membuat Bea emosi. 

Bea memutuskan untuk berbaring. Ia menatap langit-langit. Entah kenapa Bea jadi memikirkan Abid. Sudah makankah? Sudah tidurkah?
Sekilas bayangan tadi pagi membuat senyum Bea terbit. Naik motor berdua, dengan koper mungil milik Abid diletakkan di depan dirinya. Belum lagi ketika Abid memeluknya, berteriak agar Bea tidak ugal-ugalan. Bea ingin sekali mengulangi hal itu. Bea sangat berharap Abid menghubunginya, mengatakan bahwa pria itu baik-baik saja. Kalau Bea yang menghubungi duluan ia yakin Abid tidak akan mengangkat, mengingat sedang melakukan penerbangan. Kenapa jadi gelisah begini kalau mengingat Abid?
Bea memejam berharap esok mendapat kabar dari Abid Pranaja.

***

Semalam Bea ketiduran di sofa tanpa selimut. Sepertinya sebelum ia berangkat, ia harus izin pada Abid. Biar saja jika nanti pesannya tidak dibaca, yang terpenting ia sudah mengabari. Bea merapikan dirinya dan bersiap untuk ke kantor karena mereka akan berangkat pukul sembilan pagi ke bandara. Sedangkan penerbangan sekitar pukul setengah sebelas.

Ya, mereka ke Bali menggunakan pesawat. Merasa dirinya sudah rapi, Bea langsung keluar dari rumahnya dengan membawa koper berukuran mini, mengunci semua pintu rumah. Ia tidak sabar segera sampai ke pulau Dewata.

Tidak lama kemudian Bea sudah sampai di kantornya, ia memasuki kantornya terburu-buru. Keadaan kantor sedikit sepi mengingat sebagian para karyawan sedang diliburkan. Ternyata mereka semua sudah datang, termasuk Bos yang biasa terlambat.

“Bea bawa koper kecil banget. Emang di sana nggak mau renang atau pakai bikini gitu?” tanya Ronald.

Belum sempat Bea menjawab ternyata Ronald sudah mendapat pukulan di pundaknya oleh ibunya.

“Kamu ini kalau ngomong ya, Bea sudah bersuami mana mungkin pakai begituan.” Dwi menatap tajam anaknya.

“Ya, kali aja, Ma.”

Dwi memukul kepala anaknya dengan buku yang ia pegang, ajaran siapa mulutnya itu kalau ngomong asal saja. “Mulutmu gitu banget sih, Nald!”

Ronald mengusap kepalanya yang terkena pukulan ibunya. “Ma, sakit. Tega banget sama anak sendiri.”

“Biarin aja. Sudah, ayo kita berangkat. Bearista sudah sampai,” ucap Dwi. Perlahan mereka membereskan bawaan mereka, tetapi ada yang berbeda, kali ini Lukas masih diam memandangi perempuan di depannya itu.

“Lukas, ayo berangkat.” Dwi menyenggol lengannya, membuat pria itu tersadar. Ia memandang Bearista yang begitu cantik hari ini.

Bearista dengan semangat memasukkan kopernya ke mobil kantor, akhirnya sebentar lagi ia akan melepaskan penatnya. Terlalu bahagia hingga tanpa sadar Bearista melupakan sesuatu.

-TBC-

Tinggalkan vote dan komentar.

Instagram: Marronad

Marronad

Continue Reading

You'll Also Like

3.1M 24.7K 47
harap bijak dalam membaca, yang masih bocil harap menjauh. Kalau masih nekat baca dosa ditanggung sendiri. satu judul cerita Mimin usahakan paling b...
2.7M 27.4K 27
(⚠️🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞🔞⚠️) [MASIH ON GOING] [HATI-HATI MEMILIH BACAAN] [FOLLOW SEBELUM MEMBACA] •••• punya banyak uang, tapi terlahir dengan satu kecac...
59.5K 5.3K 39
"Untuk masa kecil yang telah memberi banyak warna, aku ucapkan terimakasih." "Dan untuk masa depan yang memisahkan kita, aku harap kita bisa bertemu...
5.1K 510 3
Punya tetangga super menyebalkan lebih berat dari pada dikejar rentenir. Lalu bagaimana jika si menyebalkan malah jadi jodohmu?