TraveLove

By Marronad

3.4M 259K 7.5K

Maret, 2018 #2 chicklit #1 rank pilot #12 #14 Bea hampir yakin kalau apa yang dikatakan mamanya benar, berpak... More

Awal
Dua Orang Yang Berbeda
Dua Manusia
Pergi Tak Kembali
Merasa Kehilangan
Hari-Hari Setelah Kehilangan
Salah Sangka
Waktu Yang Sama
Gara-Gara Kopi
Surabaya
Seragam Pilot
Bertemu
Bertemu 2
Perjodohan Mendadak
Waktu
Lukisan
Saran Dari Mereka
Meminta Restu
Persiapan
Persiapan 2
Pernikahan
Pesta Pernikahan
After Marriage
Feeling
One Day With You
Abid Kecewa
Tentang Mereka
Tentang Mereka 2
Perhatian Abid
Tak Secanggung Saat Itu
Bali?
Bali
Perasaan
Galeri Papa
Because Of You
Take Off
Awal Dari Perasaan
Realita
Tidak Tepat Janji
Bad Day
Surat Pemecatan
Teman Bercerita
Curiga
Bohong Dan Kenyataan
Kecurigaan Itu Berlanjut
Kepergian
Kekecewaan Bearista
Lebih Dari Cinta
Maafkan Bea
Epilog+Ekstra Part

Berdua

60.2K 5.6K 222
By Marronad

Sudah jam tujuh malam, tetapi belum ada tanda-tanda perempuan itu pulang, Abid masih duduk di sofa. Televisi juga masih menyala sepulang dari rumah Leli Abid membereskan beberapa keperluan untuk penerbangan besok. Sembari menunggu Bearista akhirnya ia memutuskan untuk bersantai. Ia mulai sedikit khawatir karena siang tadi Bea bilang jam empat sore akan pulang, tetapi kenapa hingga sekarang belum juga pulang? Abid sudah menghubungi, tetapi Bearista tidak mengangkatnya, ingin bertanya pada teman Bearista, tetapi tidak ada kontak yang ia tahu. Suara motor dan gerbang membuat Abid spontan berdiri dan berjalan untuk memastikan. Ternyata benar, perempuan itu sudah pulang, Abid bisa bernapas lega sekarang.

“Katanya jam empat pulang?”

“Lembur, ada kerjaan lagi, ini juga kerjaan yang belum beres aku bawa pulang,” jawab Bea. Mereka pun masuk ke  rumah. “Kamu sudah makan?”  tanya Bea.

“Nunggu kamu, Kita makan sama-sama.”

Bea mengangguk. Setelah ia membersihkan tubuh ia akan memasak untuk makan malam mereka.

***

“Lebih baik tidur duluan, biar besok pagi tidak terlambat,” ujar Bea pada Abid, pria itu terus menolak ketika Bea menyuruhnya untuk berhenti membantu.

Abid tidak menggubris Bea, Abid ingin ketika tidur  Bea juga ikut tidur.

“Abid,” panggil Bea. Abid menoleh, tetapi tidak bersuara. “Tidur sana.”

“Nanti.”

Bea geram kenapa suaminya ini, susah sekali berhenti, besok pagi bisa terlambat. Jarak bandara cukup jauh. Bea merebut semua map yang di dekat Abid, lalu ditumpuk menjadi satu, tinggal dua map lagi yang belum diperiksa. Abid harus tidur agar  mereka tidak  kesiangan. Apalagi ini sudah dini hari.

“Aku ngantuk.” Bea beralasan.

“Ngantuk? Padahal sebentar lagi selesai.” Abid merenggangkan ototnya. Sebenarnya ia juga sudah mengantuk, tetapi demi membantu Bea ia menahannya.

“Kita tidur. Aku tidak mau besok kesiangan.” Bea berdiri terlebih dahulu lalu menarik tangan Abid agar pria itu ikut masuk ke  kamar. Abid tahu, sebenarnya Bea belum selesai, tetapi perempuan ini merelakan tidur cepat.

***

Hidup itu tidak selalu sesuai ekspektasi, bahkan saat kita sudah berencana.  Begitu pun dengan pagi dari kedua pasangan suami istri ini. Semalam Abid berjanji akan bangun sebelum memasuki waktu subuh, kenyataannya mereka malah terbangun pukul setengah enam pagi, tentu saja itu membuat Abid buru-buru mempersiapkan untuk bekerja hari ini. Padahal rencananya ia akan berangkat jam lima pagi agar terhindar dari macet walaupun jam penerbangan pukul 07:30 pagi. Lebih baik ia menunggu di bandara dari pada harus terlambat.

Bukan hanya itu, sebelum melakukan penerbangan ia juga harus memeriksa kesehatan, untuk memastikan bahwa Abid dalam kondisi bagus. Karena seorang pilot yang sakit atau dalam pengaruh alkohol tidak akan boleh melakukan penerbangan.

“Bea, Bea, bangun!” Abid mengguncang tubuh Bearista agar perempuan itu membantunya. “Bea.” Abid terus menguncang tubuh mungil itu.

Bea yang terganggu akhirnya membuka mata, lalu menatap Abid dengan kesal. Laki-laki ini menganggu sekali.

“Ada apa?” tanya Bea dengan suara serak.

“Bangun, bantuin saya. Saya terlambat.”

Bea yang mendengar kata terlambat tentu saja bangkit dari ranjang, ternyata benar apa yang ia pikirkan semalam. Pagi ini pasti terlambat, ini semua karena Abid tidak mau tidur duluan. “Ini karena semalam kamu tidak mendengar ucapanku. Coba semalam kamu nurut pasti tidak akan terlambat,”  ujar Bea.

“Jarak dari sini ke bandara lumayan jauh, harusnya kamu paham. Ja—” Sebelum Bea mengoceh kembali, Abid sudah meletakkan jari telunjuknya di bibir Bea.

“Bukan waktunya ceramah, saya tahu saya salah. Sudah ya, sekarang bantu pasangkan dasi ini.” Abid memberikan dasinya pada Bea.

“Memangnya kamu tidak bisa memakainya?” Bea heran. Ia menerima dasi tersebut lalu berdiri.

“Tidak terlalu rapi, biasanya Mama yang bantu pasangkan. Kadang—” Ucapan Abid terhenti.

“Kadang siapa?”

“Ya, kadang siapa aja yang ikhlas memasangkan dasi,” jawab Abid.

“Berarti Gea juga pernah memasangkan dasi?”

“Sering.” Padahal ia sedang menjauhi semua yang berhubungan dengan Gea, kenapa Bea malah menyebutnya? Bea fokus memasangkan dasi, tanpa sadar Abid memandangi mata perempuan di depannya itu.

Bea mengerjapa ketika Abid tiba-tiba meniupnya matanya. “Abid!” Tentu saja Bea terkejut, ia sedang fokus memasang dasi.

“Jangan terlalu serius, nanti cepat tua,” ucap Abid.

Bea mempercepat gerakan agar segera rampung. Bea menepuk dada bidang Abid sebagai tanda dasi sudah rapi. Setelah selesai memasangkan dasi Abid, Bea berlari ke arah dapur. Sebenarnya semalam sudah merencanakan kalau pagi ini akan membuat sarapan, tetapi semua gagal karena keterlambatan mereka. Untung saja tadi malam sempat membeli roti, terpaksa pagi ini mereka memakan roti saja.

Bea dengan cepat membuat air hangat dengan perasan lemon, lalu ia kembali mendekati Abid yang sedang memasang sepatu. “Sarapan dulu.” Bea meletakan sarapan di dekat meja.

“Tidak perlu.”

“Lima menit aja, sarapan.”

“Nggak.”

Bea mengambil lagi roti dan air lemon hangat itu.

“Buka mulutnya!”Bea menyodorkan roti di depan mulut suaminya. “Buka mulutnya, Abid!” Bea semakin tidak sabar, karena Abid hanya diam.

Abid menuruti, ia masih memasang sepatunya. Bea dengan begitu teliti menyuapi Abid, Bea kasihan jika Abid terbang dalam keadaan perut kosong.

“Saya kenyang,” ucap Abid mengambil gelas yang dipegang Bea.

“Tinggal dikit lagi.”

“Habisin sama kamu saja.”

“Nggak. Nanti jadi kebiasaan.”

“Tapi, saya beneran kenyang, Sayang,” balas Abid. Ia masih fokus memasang sepatunya yang tadi dilap dahulu.
Mendengar kata terakhir Abid tentu membuat Bea merona, pertama kalinya ia mendengar Abid mengatakan itu.

“Aku antar, ya?” ucap Bea setengah gugup.

“Tidak usah. Biar saya naik mobil saja.”

“Makin telat nanti, kita naik motor. Aku jamin kamu aman sampai tujuan.” Bea meletakkan gelas kosong Abid di meja makan.

“Nggak. Itu bahaya buat kamu dan saya.”

Biasanya pria yang selalu memaksa, tetapi saat ini perempuan memang suka memaksa. Bea menarik tangan Abid sembari membawa koper pria itu. Bea tidak butuh penolakan dari suaminya itu.

“Pakai.” Bea menyerahkan helm pada Abid. “Cepat pakai, Abid. Aku nggak terima penolakan!” Karena Abid tidak juga memakai helm, akhirnya Bea memakaikannya.

Abid memekik sebab helm itu malah terkena jidatnya.

“Pasang sendiri, dong. Sudah tau aku pendek,” gerutu Bea.

“Kamu kalau gini jadi mirip Mama, cerewet,” kata Abid sembari memasang helm. Bea mengabaikan Abid dan mulai menyalakan mesin motornya.

Sepanjang perjalanan, ditemani angin kencang, Abid begitu menikmati suasana pagi ini. Selain pertama kalinya ia menaiki motor, ia juga merasa sedikit bahagia.

“Jangan ngebut!” Abid memperingati, karena Bea mengendarai dengan kecepatan tinggi.

“Abid pegangan!” seru Bea.
Suaminya ini malah melepaskan tangannya. “Kamu jangan ngebut. Bahaya.” Istrinya seperti pembalap. Semua dilewati begitu saja, tidak peduli dengan kelakson mobil yang marah akibat perbuatannya.

“Cukup, biar saya yang nyetir.” Abid mulai ketakutan ketika motor Bea semakin melaju. Abid takut jika mereka malah terkena musibah mendadak.

“Abid diam! Yang penting Kita sampai di bandara,” sahut Bea.

“Lebih baik pelan-pelan, Bea. Telat tidak apa-apa.” Abid sedikit berteriak agar suaranya tidak terletan angin.

“Berisik.” Satu tangan Bea menarik tangan Abid agar memeluknya. Setelah berhasil, Bea semakin melajukan motornya. Membuat Abid berteriak meminta berhenti, tetapi diabaikan oleh Bea.

Abid pasrah, memandang wajah Bearista dari kaca spion. Ia tidak pernah menyangka perempuan ini akan rela mengantarnya. Padahal dari dulu jika ia sedikit terlambat pasti akan berangkat sendiri. Abid jarang merepotkan orang. Kecuali jika sudah tidak mampu, baru meminta bantuan. Abid merapalkan doa-doa agar selamat sampai tujuan. 

Perlakuan Bea pagi ini membuat Abid merasakan nyaman yang belum ia rasakan. Memeluk Bea dari belakang menjadi pelengkap rasa nyamannya. Karena kecepatan yang Bea gunakan tidak terasa mereka sudah sampai. Abid turun, lalu mendekati Bea sembari mengembalikan helmnya.

“Gila, kamu benar-benar gila.”

“Keren kan, aku bawa motornya?” Bea melepaskan helmnya.

“Tidak ada keren-kerennya.”

Bea mendengkus, padahal tadi ia lakukan demi Abid agar tidak terlambat.

“Lain kali jangan gitu, bahaya buat keselamatan. Kalau ada apa-apa hubungi saya, walaupun tidak membaca pesan kamu dengan cepat, setidaknya saya tahu tentang kamu. Jika bosan bisa telepon Mbak Meli untuk datang ke rumah sama Nala dan juga Adit. Hati-hati di jalan. Ya ... terima kasih untuk pagi ini. Kabari jika sudah di rumah. Saya kerja dulu.” Perlahan Abid menarik kepala Bea lalu diciumlah kening istrinya begitu lama, seakan ia enggan pergi. Seakan ia ingin selalu di dekat perempuan ini. Abid melepaskan, kemudian memandang Bea heran, kenapa perempuan ini malah diam saja.

“Bea? Bea, Bearista!” Abid sedikit mengeraskan suara.

Bea kembali tersadar dari lamunannya. “Eh, iya?”

Abid berdecak kesal. “Malah melamun. Saya masuk, ya. Kamu hati-hati,” ucap Abid,  ia mencium dahi Bearista lagi. Membuat debaran jantung Bea berpacu lebih cepat dari biasanya.

Bea hanya mengangguk. Ia tidak mampu berbicara. Bea menatap tubuh pria yang kini sudah meninggalkannya. Tadi ia bermimpi, bukan? Bea menepuk pipinya pelan. Sakit, berarti tidak bermimpi. Bea buru-buru berbalik. Ia harus cepat pulang dan melakukan aktivitas lainnya agar tidak memikirkan yang tadi.

-TBC-

Tinggalkan vote dan komentar.

Instagram: Marronad.wp

Marronad

Continue Reading

You'll Also Like

37.7K 2.1K 40
[ COMPLETED ] [ REVISI ] "Why am I so afraid of losing you when we aren't even mine" ----- 🥀 ----- Laluna Bella terjebak masa lalunya yang menyesakk...
4.1M 30.5K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
1.4M 6.5K 14
Area panas di larang mendekat 🔞🔞 "Mphhh ahhh..." Walaupun hatinya begitu saling membenci tetapi ketika ber cinta mereka tetap saling menikmati. "...
1.4M 111K 35
"Aku benar-benar akan membunuhmu jika kau berani mengajukan perceraian lagi. Kita akan mati bersama dan akan kekal di neraka bersama," bisik Lucifer...