SO PRECIOUS (PART COMPLETE)

nonameformacity tarafından

8.6K 1.3K 1.1K

Cinta itu sebenarnya identik dengan kata 'EGOIS. Sama seperti kamu. ~Veily Seirania ----- Karena egoku yang t... Daha Fazla

Prologue
(1) Tentang Dia Yang Tak Ku Kenal
(2) Tentang Dia Yang Tak Ku Kenal <II>
(3) Realita
(4) Realita <II>
(5) Mencoba Melupakan
(6) Luka
(7) Perasaan Iba
(8) Semangat Baru
(9) Gejolak Hati
(10) Tanda Tanya
(11) Perubahan
(12) Ketika Hati Tak Berdaya
(13) Bertahan
(14) Gundah
(15) Apa Tindakanku Benar?
(16) Apa Yang Harus Ku Lakukan?
(17) Permintaan Pertama dan Terakhir
(18) Bersamamu
(19) Seperti Mimpi
(20) Haruskah?
(21) Kebohongan Yang Terungkap
(22) Kebohongan Yang Terungkap <II>
(23) Alasan Sesungguhnya
(24) Mauku Apa Sih?
(25) Kamu Mencintaiku, Atau Tidak?
(26) Ketetapan Hati
(27) Penyesalan
(28) Jadilah Milikku!
(29) Rayhan POV~ (Bagaimana Cintaku Bermula Lalu Ku Akhiri)
(30) Sisi lain dari Rayhan
(31) Surprise?
(32) Surprise? <II>
(33) Keraguan
(34) Belenggu
(35) Aku Harus Sembuh
(36) Restu Papa
(37) Restu Papa <II>
(38) Keputusan
(39) Frustasi
(40) Aku Harus Pergi
(41) Accident
(42) Kamu Telah Pergi
(43) Memulai Hidup Baru
(44) Hal Tak Terduga
(45) Benci (Benar-benar Cinta)
(+++)

(46) Benci (BBC II) <END>

203 23 18
nonameformacity tarafından

------
Awan hitam menggumpal menenggelamkan para bintang di atas sana. Meredupkan sinar sang rembulan yang pancarkan keanggunan malam. Aku berdiri menatap langit di depan jendela kamarku yang terang ini.

Hatiku gundah sekaligus cemas. Rasa khawatir terus mengusik pikiranku begitu racau hingga mengacaukan segalanya.

Aku berdiam diri. Masih tak berkutik di dalam sini, enggan melangkahkan kakiku pergi ke taman untuk menemui Rayhan yang kini tengah menungguku sendirian di sana.

Meski empat jam telah berlalu, entah mengapa aku merasa yakin bahwa Rayhan masih betah menungguku di luar sana.

Malam semakin pekat dengan sedikit kilat yang menyambar pertanda akan hujan. Hatiku semakin kalut saat memikirkan Rayhan. Bagaimana mungkin aku bisa mengatakan hal sekejam itu padanya pagi tadi.

Aku sudah menolaknya mentah-mentah. Membentaknya, menghinanya, menjelek-jelekkannya saat aku meluapkan semua kebencian yang membara dalam hatiku. Semua emosi yang terpendam selama ini telah ku luapkan habis. Aku bahkan menambah kebohonganku dengan berkata bahwa aku telah berkencan dengan lelaki lain. Aku berkata bahwa aku tengah belajar mencintai lelaki itu dengan sepenuh hatiku.

Rasanya lega untuk sesaat ketika semua unek-unek yang mengganjal dalam pikiranku selama ini telah ku keluarkan. Tapi setelah itu, semuanya berubah sakit. Dadaku terasa sesak hingga aku tak bisa bernapas menahan tangis ini.

Namun semua telah terlanjur. Aku tak bisa menarik kembali ucapanku padanya. Meski dia mengatakan dia tak percaya dengan semua ucapanku, tapi tetap saja, aku memilih tak akan kembali lagi untuk bersanding dengannya.

Lalu tibalah saat ini. Dia mengatakan akan kembali ke luar Negeri jika aku tak menemuinya untuk terakhir kalinya malam ini di taman dekat rumah. Dia mengatakan bahwa dirinya akan benar-benat tak menggangguku setelah aku mengakui bahwa ucapanku tadi pagi adalah yang sebenarnya, bukan karena emosi dan amarah.

Dia menungguku, dia memberiku waktu ketenangan agar aku memikirkan matang tentang bagaimana perasaanku yang sesungguhnya saat ini padanya. Jika sampai tengah malam aku tak kunjung menemuinya di taman, maka dia akan benar-benar pergi dari hidupku.

Ckrek

Suara pintu terbuka membuyarkan lamunanku seketika.

"Papa," ucapku seraya memeluknya erat. Aku mengerjapkan mataku secepatnya agar mampu menahan tangis ini.

Ayahku saksinya. Dia menyaksikan sendiri bagaimana lidah dan perkataan ini begitu kejamnya menghancurkan hati dan perasaan Rayhan.

"Sayang, kamu sungguh akan melepaskan Rayhan?"

Ayahku melepaskan pelukanku. Dia membawaku duduk pada tepi ranjang sembari menggenggam tanganku dengan kehangatannya.

Aku menggeleng lemah. "Aku nggak tahu Pa."

"Tanyakan pada hatimu anakku! Jangan membohongi dirimu sendiri!"

Aku menatap mata ayahku sendu, lalu ku senderkan kepalaku pada pundaknya.

"Veily nggak ngerti Pa. Veily takut sakit hati lagi."

Ayahku lalu menghela napas berat, kemudian tersenyum penuh arti.

"Anakku, memang seperti itulah cinta. Selalu ingin memberi kebahagiaan dengan cara apapun. Bahkan ketika kebahagiaan itu pun tanpa sadar menyakiti cinta itu sendiri. Cinta itu suka duka, tak pernah lepas dari kata luka. Tapi jika kamu mampu menjamah rasa sakit itu, kamu bisa tetap tersenyum bahagia anakku."

Air mataku menetes mendengar penjelasan ayahku yang sangat menyentuh.

"Iya Pa Veily tahu. Tapi ngelakuinnya nggak segampang itu," responsku masih pesimis.

"Kamu tahu kan Vei, kalau Rayhan sangat mencintaimu?" Aku manggut-manggut lemah seraya menjadi pendengar yang baik.

"Memang benar dia sudah seringkali membuatmu kecewa. Dia telah menyakiti hatimu berkali-kali dengan keegoisannya. Tapi apa kamu pernah berpikir bahwa kamu juga sering menyakitinya tanpa sadar? Bukan hanya kamu yang terluka sayang. Rayhan juga sudah banyak berkorban untukmu, nak."

Deeggghhh

Aku tersentak mendengar ulasan ayahku. Mengapa tak pernah terpikirkan dalam benakku hal seperti itu? Spontan aku pun mengangkat kepalaku menatap ayahku sekilas.

Dia kemudian mengulaskan senyumnya lagi, lalu meraih kedua pipiku agar aku tak tertunduk.

"Apa Rayhan sudah bilang kalau selama ini dia selalu memberi kabar pada Papa?"

"Kabar?" Aku menggeleng pelan. "Maksud Papa apa?"

Ayahku melepaskan takupannya pada pipiku setelah melihat ada ketertarikan dalam mataku akan penjelasannya.

Ia kemudian berkata, "Iya anakku. Dia selalu menanyakan kabarmu pada Papa. Bahkan dia juga sempat bilang bahwa dia mungkin tak bisa kembali saat donor hati dalam tubuhnya tiba-tiba mengalami penolakan. Makanya dia terlambat datang bukan? Dia memang merahasiakannya darimu Vei. Dia tidak mau kamu cemas. Dia tidak mau memberimu harapan palsu lagi."

Mulutku sedikit terbuka dengan alis yang terpaut bingung. "Benarkah? Jadi, selama ini...."

"Iya Vei. Jangan-jangan kamu nggak tahu kalau Rayhan datang lima hari yang lalu?"

"Hah? Lima hari yang lalu? Tapi Veily baru bertemu Mas Rayhan kemarin Pa." Keningku semakin berkerut heran.

"Pantas saja dia menanyakan jadwalmu pada Papa. Mungkin dia selama ini hanya memantaumu dari kejauhan."

"Tapi kenapa?"

Ayahku menggeleng dan mengedikkan kedua bahunya tak mengerti.

"Yang pasti, Rayhan bilang ke Papa, dia tak akan kembali sebelum dia benar-benar sembuh total. Jika penyakit itu masih mempunyai akar dalam tubuhnya meski dia sudah sembuh sekalipun. Maka dia akan mengikhlaskan cintanya untuk lelaki lain. Dia tak ingin mengambil risiko mempertaruhkanmu dengan penyakit yang mungkin saja bisa kembali lagi. Dia memikirkan masa depan kalian saat sudah menikah nanti. Seperti Papa yang selalu mencemaskanmu karena takut kamu mempunyai riwayat penyakit yang sama seperti mamamu."

Degghhh

Mataku mulai berkaca-kaca mendengar penuturannya. Beliau kemudian mengambil napas sejenak lalu melanjutkan ucapannya dengan penuh penekanan, "Rayhan egois juga demi kebahagiaanmu, Vei. Dia melakukan semua yang dia mampu hanya demi kamu. Karena dia merasa tak sempurna. Dia hanya ingin menjauhkanmu dari rasa sakit. Meski tanpa sadar hal yang dilakukannya itu pun menimbulkan rasa sakit."

Jessss

Kata-kata ayahku begitu ampuh menghujam jantungku. Tubuhku melemas seketika. Mataku yang sudah memerah sejak tadi, kini mengeluarkan bulir bening yang menggenang pada kelopak mataku dengan derasnya.

Bersama hal itu aku tercekat, dadaku merasakan sesak yang luar biasa. Seolah tertusuk ribuan panah, hatiku hancur berkeping-keping merasakan sakit beserta penyesalan.

"Pa. Kenapa Papa baru bilang itu sama Veily? Kenapa Papa baru menasehati Veily sekarang? Ini sudah terlambat Pa. Veily sudah melakukan hal bodoh. Veily sudah jahat sama Mas Rayhan. Kenapa Papa nggak cegah lebih awal?" Aku pun merutuki diriku-sendiri sembari menangis menatap ayahku marah.

"Papa kira Rayhan sudah mengatakannya padamu. Bukankah dia bilang sudah menjelaskannya?"

"Enggak Pa. Dia nggak bilang itu ke Veily." Aku mulai terisak. Tanganku pun reflek menepuk-nepuk dadaku yang sesak karena rasanya sangat sulit untuk bernapas.

"Sekarang Veily harus gimana lagi Pa? Veily sudah mengusir Mas Rayhan dari hidup Veily," sesalku dalam tangis.

Ayahku pun merasa bersalah karena tak memberitahu hal penting itu secepatnya padaku. "Maafkan Papa Vei, Papa nggak bermaksud-"

"Aku harus pergi menyusul Mas Rayhan sekarang juga. Aku harus minta maaf karena sudah bersikap kasar padanya."

Aku bangkit lalu mengambil jaket yang tersampir asal pada kursi riasku dan bergegas pergi.

jedaarrr...
tes,
tes,
tes,
jrreeesss.....

Suara petir mengejutkan langkahku, hujan deras telah turun basahi bumi. Aku terhenti seketika.

Mas Rayhan? Otakku beralih menghkhawatirkannya yang tengah menungguku di luar sana. Dia tak boleh pergi sebelum aku datang. Tidak boleh.

"Bawa ini Vei, hati-hati dan jangan terburu-buru! Papa yakin Rayhan masih di sana." Ayahku dengan sigap mengambil payung yang ada di belakang pintu kamarku dan menyodorkannya untuk ku pakai ketika keluar.

Aku mengangguk mencoba berpikir positif dan meyakinkan diriku bahwa Rayhan masih di taman menungguku. Tapi sekarang hujan, dia mungkin tak membawa payung. Dengan waktu lamanya dia menunggu, tak ada alasan lagi dia tetap di sana saat ini.

Please tunggu aku Mas. Ku mohon maafkan aku. Jangan pergi!

Aku berlari menuruni anak tangga dengan tergesah-gesah. Ku usap kasar wajahku yang penuh deraian air mata, lalu ku lanjutkan langkahku menapaki genangan air hujan yang telah meninggi dalam waktu singkat. Payung telah ku lebarkan, namun percikan derasnya hujan tetap mampu membasahi sebagian tubuhku.

jedaarrr

Suara petir semakin gencar bersahut-sahutan menakutiku. Menuntut langkahku agar lebih cepat sampai tujuan. Sekarang sudah memasuki musim panas. Bagaimana mungkin hujan sederas ini datang di saat musim panas? Terlebih lagi, ia datang di saat yang tidak tepat.

Aku mulai pesimis, pikiran negatif bergerak kuasai diriku. Seolah cuaca yang tak mendukung ini adalah jawaban dari langit. Apa ini pertanda buruk? Apa langit tak menyetujui pertemuanku dengan Rayhan kembali? Tidak. Ku mohon semoga itu hanya anggapanku saja.

Tapi ternyata dugaanku benar. Hal yang ku takutkan terjadi. Rayhan pergi. Dia sudah tak ada di sini. Dan aku terlambat.

Mataku kembali memanas. Kaki dan tubuhku bergetar hebat hingga mampu tumbangkan diriku. Tubuhku merosot di atas rerumputan yang tergenang air. Udara dingin mulai menusuk pori-poriku saat dirasa hujan membasahi rambut beserta seluruh tubuhku.

Tanganku tak sanggup lagi menopang payung. Yang ku bisa hanya menangis. Menangis histeris, frustasi meratapi kebodohan yang telah ku lakukan. Kini yang tersisa hanya penyesalan yang harus ku hadapi.

"Hiks hiks hiks... Maafkan aku Mas, Maafkan aku..." sesalku terdengar lirih dan parau.

Aku tertunduk seraya mencengkram pahaku yang tertutup celana kain dengan sangat erat. Dada beserta pundakku naik turun sesegukan. Rasanya aku sudah tak sanggup lagi menahan tekanan kesedihan ini.

"Vei." Tiba-tiba suara lembut seorang lelaki mengalun indah di telingaku, terdengar memanggilku dari jarak sangat dekat.

Aku terkejut, mataku membelalak saat mendengar suara yang tak asing itu. Tangisku perlahan mereda. Itu suara Rayhan. Namun aku tak berani mendongakkan kepalaku ke atas untuk melihat sosoknya. Aku takut akan kecewa lagi. Aku takut itu hanya anganku semata. Aku takut pemilik suara itu bukan Rayhan. Aku benar-benar takut. Aku takut itu hanya sebatas bayang semunya.

Aku pun kembali menangis tanpa menoleh ke arah sumber suara. Aku tak sanggup jika harus menerima kenyataan bahwa orang yang ku lihat bukanlah Rayhan.

Namun perlahan kusadari bahwa hujan tak lagi mengguyur tubuhku. Lelaki itu mendekatiku lalu beralih tempat menghadangku. Lututnya pun jadi basah karena dengan cepat dia sudah bersimpuh di hadapanku. Aku terpaksa menguatkan diri untuk menoleh ke arahnya. Mungkin saja sosok Mas Rayhan itu bukan khayalanku semata.

"Vei, kamu akhirnya datang," ucap lelaki itu lembut beserta senyuman hangatnya. Dia mengusap pipiku penuh kasih sayang. Meski matanya sendiri terlihat berair menahan haru.

Lelaki itu Rayhan. Dia Rayhan. Dia tengah tersenyum padaku saat ini. Ya Tuhan, dia benar-benar Rayhan.

Lalu tanpa pikir panjang aku pun segera berhambur ke dalam pelukannya. Lagi-lagi tangisku tak bisa ku tahan.

"Mas Rayhan, maafkan aku Mas. Aku mencintaimu, Mas. Aku mencintaimu. Jangan pergi lagi!"

Seketika rasa bahagia memuncaki sanubariku. Aku menangis sejadi-jadinya dalam pelukannya yang hangat itu. Menumpahkan segala haru, kesedihan yang kini telah bercampur dengan kebahagiaan. Kali ini tangisku berbeda dari sebelumnya.

Aku memeluknya begitu erat hingga mungkin Rayhan akan kesulitan bernapas jika aku tak segera melepaskannya. Aku tak peduli. Aku tak peduli asalkan aku bisa puas meluapkan segala macam emosi yang semenjak tadi menyiksa batinku.

"Hikss hikss... Aku merindukanmu Mas, sangat merindukanmu," ulangku sekali lagi.

Rayhan melepaskan payung yang semula di genggamnya. Tangannya beralih membalas pelukanku. Kini tangisnya pun ikut pecah bersama air hujan yang kini membasahi tubuh kami.

"Aku juga. Aku juga merindukanmu. Aku sangat mencintaimu, Vei. Aku janji nggak akan pernah ninggalin kamu lagi. Aku janji."

Rayhan mengecup keningku berkali-kali. Seolah tak henti-hentinya ia ingin memberitahuku bahwa ia benar-benar tulus mencintaiku dari dalam lubuk hatinya.

Langit kini menjadi saksi telah terbayarnya rindu kami. Hujan telah menjadi saksi bersatunya cinta kami. Setelah waktu yang begitu lama aku menantinya sejak pertemuan singkat kami. Setelah semua rasa sakit yang ku lalui saat memperjuangkan cinta ini. Dengan segala rintangan yang ku hadapi untuk benar-benar bisa memiliki Rayhan seutuhnya. Akhirnya pencapaian itu terwujud. Semua berubah indah seketika.

"Sayang." Rayhan melepaskan pelukannya lalu menakup kedua pipiku.

Aku menurut, hanya memperhatikannya lewat mata.

"Kamu mau kan menikah denganku?"

Tanpa berpikir panjang, aku pun mengangguk antusias. Tak ada lagi alasan untukku menolak lamarannya. Aku menginginkannya. Aku ingin menghabiskan sisa hidupku selama mungkin dengannya. "Mau Mas. Aku janji akan menjadi istri yang baik buat kamu."

Lagi-lagi tangis penuh haru kembali menyerang mataku. Jika saja tak hujan, mungkin rupaku akan terlihat sangat buruk di hadapan Rayhan.

Rayhan tersenyum bahagia. Wajahnya tampak berseri dalam kegelapan malam. Dia lalu bangkit dan meraih tanganku. Dia membantuku berdiri lalu tak ragu mencium punggung tanganku setelah aku terbangun.

"Terima kasih," ucapnya singkat.

Dia lalu merangkul pundakku memberiku kehangatan. Meski tubuhku tengah menggigil kedinginan, namun dengan kehadirannya di sampingku, rasa dingin itu sama sekali tak menyiksaku. Aku bahkan merasakan kehangatan yang tiada tara. Rasanya begitu nyaman.

Dia akhirnya membawaku ke dalam mobilnya lalu mengantarku pulang.

Malam ini, adalah malam terindah dalam hidup kami. Malam bersejarah yang tak akan pernah terlupakan.

Aku bersyukur, tiada hentinya mengucap syukur karena Tuhan akhirnya mengindahkan kisah cinta kami. Aku salah telah menganggap Tuhan tak adil padaku. Tuhan selalu adil pada setiap umatnya.

'Tuhan, mungkin sudah merencanakan ini semua dengan rapi. Dengan semua ujian yang telah Tuhan berikan kepada kami, akhirnya kami mampu merasakan kebahagiaan atas hadiah yang Tuhan berikan setelah kami mampu menyelesaikan ujian yang diberikan-Nya.

Kejadian malam itu, memberiku pelajaran. Bahwa kadar cintaku sangat tinggi untuk Rayhan. Rasa cintaku semakin meningkat bahkan saat dia tak berada di sisiku. Aku tetap mencintainya bahkan di saat aku sangat membencinya.

Sejak awal, Tuhan telah memberiku petunjuk bahwa dia akan menjadi seseorang yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Dengan hadirnya Rayhan yang begitu singkat pada pertemuan pertama kami.

Seolah dengan melihatnya saja, dia telah mempu membiusku dan membuatku tergila-gila padanya. Bahkan dengan waktu yang begitu lama, cinta itu tak kunjung hilang atau pun berkurang.

Semua hal yang ku lalui dengan Rayhan begitu berharga bagiku. Semua bentuk luka, suka duka dan kesedihan beserta kebahagiaan, semua terasa berarti bagiku. Kenangan indah, sebagai bukti perjuangan cinta kami.

Kini aku bisa merasakan sensasi bahagia yang begitu nyata. Bersama kenangan pahit yang ku lalui, aku bisa menerima semuanya dengan sangat mudah. Karena sedalam apapun goresan luka yang kita terima, semua akan berasa hilang dalam sekejap saat Tuhan berkehendak memberi kita kebahagiaan. Jadi, kita memang harus pandai-pandai menikmati rasa sakit, meski sangat berat mengukirnya jadi sebuah senyuman.



TAMAT...

BENAR-BENAR TAMAT...

BAGAIMANA MENURUT KALIAN?
MAAF YA, KALAU SELAMA INI ADA SALAH KATA DAN CERITANYA KURANG BERKENAN DI HATI PARA READERS :)

MAAF JUGA KALAU ADA ALUR YANG NGGAK JELAS DAN CERITANYA KEMANA-MANA.

INI CERITA PERTAMAKU. CERITA PERTAMA YANG BISA MENCAPAI PUNCAK TAMAT. KALAU SEBELUM-SEBELUMNYA CUMA BERAKHIR JADI ANGAN AJA. HEHE. BANYAK IDE CERITA TAPI NGGAK KETULIS. KETULIS PUN, BERHENTI DI TENGAH JALAN. MENGENASKAN HAHA... :D

JANGAN LUPA APRESIASINYA YA, BIAR AKU BISA LEBIH BERKEMBANG LAGI DALAM HAL MENULIS.

MENERIMA KRITIK DAN SARAN YANG MEMBANGUN.

DAN TAK LUPA AKU UCAPIN BANYAK TERIMA KASIH UNTUK KALIAN YANG SUDAH MEMBACA CERITA INI SAMPAI TAMAT DAN MEMBERI APRESIASI YANG BAIK UNTUK CERITA INI.

SAMPAI JUMPA PADA PROJECT BARU AKU READERS. TUNGGU YAHH!!!

OH YA, ADA YANG MAU KALAU AKU NAMBAHIN SATU EXTRA CHAPTER LAGI UNTUK SO PRECIOUS???

Okumaya devam et

Bunları da Beğeneceksin

5M 921K 50
was #1 in angst [part 22-end privated] ❝masih berpikir jaemin vakum karena cedera? you are totally wrong.❞▫not an au Started on August 19th 2017 #4 1...
2M 328K 66
Angel's Secret S2⚠️ "Masalahnya tidak selesai begitu saja, bahkan kembali dengan kasus yang jauh lebih berat" -Setelah Angel's Secret- •BACK TO GAME•...
31M 2M 103
1# Mavros Series | COMPLETED! MASIH LENGKAP DI WATTPAD. DON'T COPY MY STORY! NO PLAGIAT!! (Beberapa bagian yang 18+ dipisah dari cerita, ada di cerit...
2.8M 196K 35
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Roman dikenal sebagai sosok misterius, unto...