SO PRECIOUS (PART COMPLETE)

By nonameformacity

8.6K 1.3K 1.1K

Cinta itu sebenarnya identik dengan kata 'EGOIS. Sama seperti kamu. ~Veily Seirania ----- Karena egoku yang t... More

Prologue
(1) Tentang Dia Yang Tak Ku Kenal
(2) Tentang Dia Yang Tak Ku Kenal <II>
(3) Realita
(4) Realita <II>
(5) Mencoba Melupakan
(6) Luka
(7) Perasaan Iba
(8) Semangat Baru
(9) Gejolak Hati
(10) Tanda Tanya
(11) Perubahan
(12) Ketika Hati Tak Berdaya
(13) Bertahan
(14) Gundah
(15) Apa Tindakanku Benar?
(16) Apa Yang Harus Ku Lakukan?
(17) Permintaan Pertama dan Terakhir
(18) Bersamamu
(19) Seperti Mimpi
(20) Haruskah?
(21) Kebohongan Yang Terungkap
(22) Kebohongan Yang Terungkap <II>
(23) Alasan Sesungguhnya
(24) Mauku Apa Sih?
(25) Kamu Mencintaiku, Atau Tidak?
(26) Ketetapan Hati
(27) Penyesalan
(28) Jadilah Milikku!
(29) Rayhan POV~ (Bagaimana Cintaku Bermula Lalu Ku Akhiri)
(30) Sisi lain dari Rayhan
(31) Surprise?
(32) Surprise? <II>
(33) Keraguan
(34) Belenggu
(35) Aku Harus Sembuh
(36) Restu Papa
(37) Restu Papa <II>
(38) Keputusan
(39) Frustasi
(41) Accident
(42) Kamu Telah Pergi
(43) Memulai Hidup Baru
(44) Hal Tak Terduga
(45) Benci (Benar-benar Cinta)
(46) Benci (BBC II) <END>
(+++)

(40) Aku Harus Pergi

112 19 27
By nonameformacity

Akhirnya hari keberangkatan Rayhan ke luar Negeri pun tiba. Kini dirinya sudah berada di Bandara Soekarno-Hatta bersama Suasti.

"Yaudah Ma, Rama sama Kalista pamit pulang dulu ya." Ramana mencium tangan beserta pipi kanan-kiri Mamanya sebagai tanda perpisahan. Begitu pun Kalista.

Ramana sekali lagi memeluk erat Mamanya seakan tak rela untuk di tinggalkannya pergi ke Negara lain.

"Mama baik-baik ya disana, nanti kalau Rama sudah nggak sibuk, pekerjaan semua di sini beres, pasti Rama sama Kalista nyusul ke sana."

Cup

Ramana mencium kening Mamanya lagi.

"Sudah Rama, kamu itu sudah punya istri masak masih manja gitu sama Mama? Lagipula Rayhan sama Mama kan cuma pergi sebentar," protes Suasti pada anaknya yang tiba-tiba saja bersikap manja itu.

"Tau Ma, lebay banget. Kayak cewek aja pake acara mewek-mewek segala," sindir Rayhan yang merasa jengah melihat tingkah kakaknya itu.

Seketika Ramana melirik Rayhan sinis, membuat Rayhan reflek menelan ludahnya sendiri.

"Ap-apa? Kenapa lihat-lihat?" katanya sok berani.

Tak lama kemudian Ramana malah tersenyum lebar. "Kakak tau, sebenarnya kamu juga pengen Kakak peluk kan? Iya kan? Sini sini sini!"

"Ihhh jijay, ogah gue dipeluk sama lo." Rayhan bergidik ngeri sendiri melihat Ramana tiba-tiba mendekat ke arahnya seraya membentangkan kedua tangannya.

Namun mendengar ucapan Rayhan ia mengurungkan niatnya itu lalu merubah ekspresi wajahnya menjadi sinis kembali.

"Apa kamu bilang? Elo, gue? Nggak sopan lo ya." Ramana tetap mendekat ke arah Rayhan namun bukan untuk memeluknya melainkan untuk menoyor kepala Rayhan.

"Aww, sshhh," ringisnya.

"Iya aku salah, maaf," ucapnya menyesal. Rayhan mengusap-usap kepalanya yang terkena pukulan Ramana.

"By the way, kamu sudah mengabari Veily? Sudah kasih tau dia kalau kamu mau pergi?" tanya Ramana kemudian.

Mendengar pertanyaan itu, Rayhan seketika gelagapan. Tak tahu harus menjawab apa.

Dia bahkan belum memikirkan bagaimana caranya ia berpamitan pada gadis itu tanpa menyakitinya atau pun menerima penolakan darinya. Dia pasti akan sangat sedih bukan? Sudah pasti dia akan melarang Rayhan untuk pergi.

Maka dari itu Rayhan masih bingung. Makanya dia berencana memberitahunya di saat-saat terakhir pesawat akan berangkat.

"I-iya habis check-in aku langsung pamitan sama dia."

"Kamu yakin harus putus? Kan bisa LDR-ran," tanya Rama memastikan.

"Iya Kak, aku nggak mau membebaninya. Lagipula aku nggak mau memikirkan masalah itu dulu. Aku akan fokus berobat."

Ramana manggut-manggut, lalu menepuk-nepuk pelan pundak Rayhan sembari tersenyum memberinya semangat. "Ya sudah kalau memang itu mau kamu. Mas Rama akan selalu mendukungnya apa pun itu."

Rayhan ikut tersenyum. "Makasih Kak. Aku sama mama masuk dulu, Assalamu'alaikum."

"Waalaikum salam."

***

Ramana dan Kalista sudah sepuluh menit yang lalu meninggalkan bandara. Kini Rayhan dan Suasti sudah ada di ruang tunggu gate 5 menunggu keberangkatan pesawatnya 1 jam lagi.

Rayhan melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya dengan risau, waktu sudah menunjukkan pukul 06.30 WIB dan Rayhan masih belum juga menghubungi Veily.

Dia masih sibuk mengumpulkan keberaniannya untuk melakukan hal itu agar keputusannya tak goyah setelah mendengar suara gadis itu melalui sambungan telepon nanti.

Sungguh ia ragu. Hatinya masih sangat berat untuk meninggalkan gadis itu. Bahkan jika masih ada pilihan lain yang lebih baik dari ini, dia akan memilihnya.

Namun sayang, menurut Rayhan inilah keputusan yang tepat untuk mereka berdua. Dia tidak mau menye-menye atau plin-plan lagi terhadap keputusan yang sudah ditetapkannya.

Dia tidak mau melibatkan Veily dalam urusan penyakitnya. Lagipula dia tidak mau terlihat lemah lagi di hadapan gadis yang ia cintai.

Dia ingin, saat bertemu lagi dengan Veily nanti, dia bisa menjadi lelaki sejati yang seratus persen bisa melindunginya tanpa rasa khawatir sedikit pun.

Bukan dia yang dia jaga, melainkan Rayhan yang menjaganya.

Lalu tanpa membuang-buang waktu lebih lama lagi, Rayhan pun segera mengambil ponselnya pada saku kemeja birunya dan menarikan jemarinya di atas layar, bergegas menelepon Veily.

"Emm... Ma, Rayhan ke toilet bentar ya. Mama tunggu sini!"

Tut... Tut...

Masih belum ada respons dari ujung sana. Rayhan mematikan sambungannya lalu menelepon nomor itu kembali.

Tut... Tut...

Namun tetap tak ada respons. Hanya suara operator yang terdengar berisik di telinga Rayhan. Namun dia tak menyerah, dia kembali mengeklik gambar icon telepon berwarna hijau untuk menghubungi Veily kembali.

Tut... Tut...

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, atau berada di luar jangkauan. Silahkan meninggalkan pesan suara setelah bu-"

Tit

Rayhan mematikan teleponnya.

"Veily, kamu ke mana sih? Kenapa kamu nggak angkat telfonmu?" gemasnya kesal sendiri.

Kalau kali ini dia nggak angkat telfonnya lagi, berarti Tuhan memang nggak ngijinin aku buat ngehubungin dia lagi.

Klik-
Tut... tut...

"Halo, Assalamualaikum. Mas Rayhan? Ya Allah, akhirnya Mas Rayhan menelfonku juga. Aku seneng banget tau nggak? Mas sudah nggak marah lagi sama aku?" tanya Veily bertubi-tubi sesaat setelah ia mengangkat telepon dari Rayhan.

Ehem ehem

Rayhan berdehem pelan mencoba menormalkan detak jantungnya yang tiba-tiba saja berpacu cepat.

"I-iya, waalaikum salam," jawabnya singkat. Karena saat mulutnya sudah terbuka akan berbicara, Veily menyela.

"Mas, aku sudah boleh jenguk kamu kan?"

Rayhan gelagapan. "Enggak. Nggak perlu, aku sudah keluar dari rumah sakit. Dan tujuanku menelfonmu bukan untuk itu," sanggahnya cepat.

"Lalu?"

"Sebenarnya aku hanya ingin berpamitan denganmu Vei."

Veily mengerutkan keningnya samar. "Pamitan? Emangnya Mas Rayhan mau ke mana?"

"Aku mau pindah ke luar Negeri. Sekaligus berobat, aku memutuskan untuk menetap di sana."

"Ap-apa? Mas Rayhan mau pindah? Kenapa tiba-tiba gitu Mas?"

Betapa terkejutnya gadis itu saat mendengar berita tersebut. Mata dan mulutnya membulat sempurna. Dia benar-benar shock bukan main.

"Enggak-enggak. Kamu pasti bohong kan? Kamu cuma lagi ngerjain aku aja kan?"

Veily menyimpulkan sendiri, dia tak terima mendengar hal tersebut. Dia meyakini bahwa dia hanya salah dengar. Mungkin Rayhan hanya bermain-main saja dengan perkataannya.

"Enggak. Ini serius Vei. Dan aku akan pergi malam ini juga."

Deggh

Tubuh Veily seketika terkulai lemas di lantai. Dia tak mengerti, ini nyata atau hanya mimpi buruk yang akhir-akhir ini sering menyapanya di malam hari.

"Please, Mas. Aku lagi nggak mood buat bercanda."

Rasanya tangannya hampir tak kuat memegang ponsel yang masih menempel di telinganya. Namun Veily menahannya sebisa mungkin agar sambungan telepon mereka tak terputus.

"Terserah kamu menganggapnya seperti apa. Yang pasti setelah ini, jangan pernah menghubungiku lagi!"

Rayhan mencoba tetap tegas dan tegar. Meski rasanya tercekat karena harus meninggalkan gadis yang ia cintai, tapi ia tetap tak boleh goyah lagi terhadap pendiriannya sendiri.

Kristal bening pada pelupuk mata gadis itu mulai menggumpal.

"Jadi Mas Rayhan sungguh-sungguh akan meninggalkanku? Kenapa Mas? Kenapa?" tanyanya tak terima.

"Ini jalan terbaik yang harus kita ambil!"

"Jalan terbaik apa Mas? Ini nggak adil buat aku. Kamu egois! Mana janjimu saat kamu melamarku hah? Kamu bilang kamu akan menjemputku kan? Mana? Mana janji kamu?" teriaknya mulai histeris.

Dia tak bisa lagi menahan tangisnya, dadanya terasa sesak, sangat sesak sampai rasanya untuk bernapas saja sangat sulit ia lakukan.

"Aku nggak mau, aku nggak mau kita putus. Kamu harus kembali Mas!" pintanya mulai melemah.

Tenaganya seketika terkuras habis, menghilang entah kemana. Tubuhnya bergetar hebat karena sesegukan.

Hati Rayhan benar-benar tersayat mendengar isak tangis yang begitu hebat dari ujung sana, dia bisa merasakan betapa terlukanya hati Veily saat ini. Begitu pula dia, dengan segenap kekuatannya yang masih tersisa Rayhan pun ikut menitikkan air mata.

"Maaf, aku nggak bisa."

Beberapa kali Rayhan mencoba menenangkan dirinya-sendiri, dia tak ingin sampai gadis itu tahu bahwa dirinya juga tengah menahan tangis.

"Tapi kenapa Mas? Apa alasannya? Kita masih bisa tetap berhubungan kan? Kenapa harus putus?"

"Enggak. Jangan menungguku kembali! Karena aku belum bisa menjamin semua itu dengan pasti. Kamu harus bahagia! Kamu harus fokus sama kuliah dan karir kamu. Please Vei, jangan menyakiti diri kamu sendiri karena aku."

"Aku nggak peduli Mas, aku nggak peduli dengan semua itu. Kamu nggak boleh pergi Mas! Jangan tinggalin aku!"

"Maaf," tutup Rayhan mengakhiri paksa pembicaraannya di telepon.

"Mas? Mas Rayhan?" pekik Veily memanggil-manggil namanya, namun percuma dia sudah memutuskan sambungan.

Ia telepon lagi tak di angkat, lalu tiba-tiba saja ponselnya sudah tak bisa di hubungi. Rayhan mematikan teleponnya.

------
***

Saat ku lihat layar teleponku berkedip menampilkan namanya, aku berteriak kegirangan.

Ku kira dia meneleponku karena ingin memberitahu kabar gembira. Ku pikir dia sudah tak marah atau pun menghindar lagi dariku.

Tapi apa ini? Hal apa yang baru saja ku dengar tadi? Kenapa jadi berita itu yang di katakannya di telepon.

Ya Tuhan... Tidak bisa dipercaya. Kenapa ia melakukan ini padaku? Kenapa ia harus pergi?

Aku pun menangis histeris, rasanya sangat frustasi untuk menerima semua kenyataan ini. Benar-benar keputusan sepihak, bodoh dan egois. Selalu saja seperti itu, dia tak pernah sungguh-sungguh memahami bagaimana perasaanku padanya.

Mendengar seruan sedihku, seisi rumah seketika menjadi heboh, mereka mendatangi kamarku seraya bertanya-tanya apa gerangan yang tengah terjadi padaku.

"Sayang kamu kenapa sayang?" Ayahku pun datang menghampiri, lantas memeluk diriku erat.

Wajahnya terlihat tampak sangat khawatir melihatku terkulai lemas di lantai sembari menangis sesegukan.

"Iya Non, kenapa Non sampai teriak-teriak begitu Non?"

"Mas Rayhan Pa, Mas Rayhan.... Hikss. Hikss...."

"Kenapa? Kenapa sama Rayhan?"

"Mas Rayhan mau pergi, dia mau ninggalin aku Pa."

Aku menangis lagi, merutuki kekalutan yang tengah ku rasakan. Diri ini tak terkendali. Ingin rasanya aku berteriak sekencang mungkin untuk meluapkan segala emosi yang berkecamuk memenuhi hati dan pikiranku.

Ayahku mencoba menenangkanku, namun dia tak berkata apa pun. Dia seolah mengetahui bahwa hal ini akan terjadi padaku. Apa dia sudah tahu kalau ujung-ujungnya Rayhan akan meninggalkanku? Makanya dia melarang hubungan ini?

Tapi, meski beliau menghiburku sekalipun, aku takkan bisa tenang.

Aku lantas melepas pelukan ayahku, kemudian menegapkan badanku agar pundakku yang naik turun segera kembali normal.

Napas dan suaraku masih terputus-putus. Namun aku tak bisa hanya diam saja menangis seperti itu. Aku harus berbuat sesuatu. Aku harus memikirkan bagaimana cara agar keadaan ini segera membaik. Aku harus menyadarkan Rayhan sekali lagi agar dia mau mengubah jalan pikirannya itu.

"Enggak, ini nggak benar. Dia nggak bisa seenaknya seperti itu padaku. Aku harus meminta penjelasannya,"-aku menggeleng keras seraya mengusap pipiku kasar-"aku nggak bisa membiarkan dia pergi begitu saja."

Aku lalu bangkit mengambil tas selempangku. Tanpa memerdulikan orang-orang di sekitarku, aku pun segera berlari meninggalkan kamar.

"Kamu mau kemana, Vei?"

"Aku harus nyusul Mas Rayhan ke bandara Pa."

Dengan sigap ayahku menyusul lalu mencegatku untuk pergi. Sedang Pak Mamang dan istrinya tak bisa berkata-kata apa-apa lagi. Mereka hanya menjadi penonton bisu yang tak berani melakukan apa pun sebelum aku dan ayahku memerintah mereka.

"Lepasin Pa, aku nggak punya waktu lagi, aku harus pergi sekarang juga."

Tangan ayahku semakin mencengkramku erat, aku tak bisa melepaskan genggamannya pada pergelangan tanganku.

"Jangan gegabah Vei! Bi-"

"Lep-pasin Pa!"-aku meronta-"ini semua juga gara-gara Papa."

Pergelangan tanganku memerah, namun itu lebih baik dari pada aku harus tertahan di sini tanpa bisa melakukan apa pun menyaksikan kepergian Rayhan.

Dan akhirnya aku berhasil melepaskan genggaman ayahku dengan kasar lalu kabur dengan cepat.

"Taxi." Dan beruntungnya aku, saat sudah di depan pintu gerbang ada taxi lewat, memudahkan langkahku untuk segera menyusul Rayhan ke bandara.

Sudah berkali-kali aku mencoba menghubunginya, namun ponselnya tetap mati. Aku tidak tahu jadwal keberangkatannya kapan, entah dia masih di sana atau tidak, yang pasti aku tetap harus pergi menyusulnya.

Akan ku pikirkan kemungkinan terburuknya nanti. Aku harus berada di sana secepat mungkin.



Bersambung...
Kalau ada yang berkenan di hati kalian, voment dong :)

Continue Reading

You'll Also Like

30.3M 1.6M 58
SUDAH TERSEDIA DI GRAMEDIA - (Penerbitan oleh Grasindo)- DIJADIKAN SERIES DI APLIKASI VIDIO ! My Nerd Girl Season 2 SUDAH TAYANG di VIDIO! https:...
9.7M 183K 41
[15+] Making Dirty Scandal Vanesa seorang aktris berbakat yang tengah mencapai puncak kejayaannya tiba-tiba diterpa berita tentang skandalnya yang f...
8.4M 518K 34
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
13.4M 1.1M 81
β™  𝘼 π™ˆπ˜Όπ™π™„π˜Ό π™π™Šπ™ˆπ˜Όπ™‰π˜Ύπ™€ β™  "You have two options. 'Be mine', or 'I'll be yours'." Ace Javarius Dieter, bos mafia yang abusive, manipulative, ps...