TAMAT - Magnolia Secrets

By fuyutsukihikari

396K 32.3K 2.4K

(The Land of Wind Series #2) VERSI EBOOK SUDAH TERSEDIA DI GOOGLE PLAY/BOOK. LINK E-BOOK ADA DI PROFILE SAYA... More

Prolog
Pengenalan Tokoh
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Keluarga besar Kerajaan Angin
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 12
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Pengumuman

Bab 21

7K 1.1K 103
By fuyutsukihikari


Author playlist : Untouchable Lovers OST Instrumental

***

Dilarang menjiplak, menyalin, mengklaim dan mempublikasikan cerita-cerita milik saya di tempat lain tanpa seizin dan sepengetahuan saya. Yang bandel saya kutuk ngejomblo seumur hidup! Thx!

Maaf untuk typo(s) yang nyempil di sana-sini.

Enjoy!

***

Bab 21

Ada perasaan cemburu membakar hati Chunhua saat meyaksikan kepedulian Yulan pada Niu. Kedua matanya mulai memanas, kedua tangannya yang bergetar disembunyikannya dibalik lengan bajunya. Bolehkah dia cemburu? Apakah dia memiliki hak untuk itu? Chunhua tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Yulan secara jelas memberikan batasan pada hubungan mereka. Pria itu bahkan tidak tersentuh oleh kesungguhan hati Chunhua saat ia mengatakan perasaan romantisnya pada Yulan. Jadi, apa ia harus menyerah?

Sebuah tepukan pada lengan atasnya menyentak Chunhua dari lamunan. Wanita itu tersenyum tipis saat tatapannya bersirobok dengan pandangan khawatir ayahnya. Sudah sering Jenderal Fang mengingatkan Chunhua untuk melupakan Yulan. Namun, Chunhua terlalu keras kepala untuk itu. "Aku baik-baik saja," katanya, setengah berbisik. Ia memang manja, tapi membuat ayahnya cemas adalah hal terakhir yang diinginkannya.

Jenderal Fang hanya mengangguk pelan. Jika tahu akan seperti ini tentu dia tidak akan menuruti keinginan putrinya untuk bertemu Yulan. Sebenarnya bukan salah Yulan jika pria itu tidak menyukai putrinya. Hati manusia tidak dapat diatur oleh keinginan manusia. Perasaan cinta tidak bisa dipaksakan, jadi jika perasaan Chunhua bertepuk sebelah tangan itu merupakan ketidakberuntungannya.

"Kenapa kita tidak kembali duduk dan menikmati arak?" usul Yingji, memutus keheningan yang menggantung di antara mereka. Pangeran keenam menjentikkan jari, meminta kepala brotel untuk menyiapkan tempat yang lebih luas untuk rombongannya.

Niu tersenyum. Dia memberi hormat pada Yaozu, Yingji dan Liqin, meminta maaf atas keributan yang sudah terjadi. "Terima kasih untuk kebaikan hati Pangeran Keenam. Namun, hamba sudah tidak berminat menikmati pertunjukan apa pun di tempat ini," katanya. Niu melepas genggaman tangan Yulan pelan tanpa melepas senyumannya.

"Kalau begitu aku antar Kakak Ipar melihat festival lentera. Bagaimana?"

"Aku ikut," kata Mei Xia menyambar tawaran Yong dengan cepat. Dia menyipitkan mata, mendengkus pada Ching Er yang memasang ekspresi polos. "Aku tidak suka tempat ini."

"Xia xia!"

"Aku hanya mengatakan apa yang ada dalam pikiranku, Kakak Yulan. Kenapa aku tidak boleh ... auch!" ringisnya, "kenapa kau memukulku?" tanyanya pada Yong yang menjentikkan jarinya pada kening Mei Xia, keras.

Tian, Yong benar-benar gemas pada Mei Xia. Apa wanita itu lupa jika dia sering mendapat masalah karena sering bicara tanpa dipikirkan terlebih dahulu? Ah, Yong benar-benar berharap kakak keempatnya ada di sini sekarang, karena hanya Renshu yang membuat Mei Xia tidak berkutik.

"Sebaiknya aku membawa Xia xia pergi," kata Niu. Ia menggenggam telapak tangan Mei Xia erat. Setelah memberi salam dia menarik pergi Mei Xia bersamanya.

"Sebaiknya kau menyusulnya," kata Yaozu setelah kepergian Niu bersama Mei Xia dan Yong. Pangeran ketiga berjalan di sisi Yulan yang masih tidak mengatakan apa pun. Mereka menaiki satu per satu anak tangga menuju lantai dua.

Qiang menggelengkan kepala pelan. "Ada Quan yang bersama mereka," jawabnya. Ia tidak mungkin mengatakan Niu pasti terganggu jika ia ikut karena pasti rombongan Pangeran Yaozu pun akan ikut dengannya. Qiang hanya ingin memberi Niu waktu. Sikap wanita itu sangat aneh hari ini, hingga ia yakin ada sesuatu yang disembunyikan oleh Niu. Tapi apa? Tanyanya dalam hati.

"Sebenarnya aku penasaran, sebagus apa permainan guzheng Nona Bai," kata Liqin setelah mereka duduk melingkar pada sebuah meja yang sudah disiapkan. Arak dihidangkan, makanan yang tersaji pun sangat melimpah dan menggoda selera. "Seperti yang kita tahu, permainan guzheng Ching Er nomor satu di wilayah Kerajaan Lang," sambungnya, "jika benar permainan Nona Bai sebagus yang Xian xian sombongkan, kenapa dia tidak mau membuktikannya?"

Yulan menyesap araknya pelan sebelum menjawab, "Niu hanya bermain guzheng atas keinginannya. Tidak ada yang bisa memaksanya bermain. Kaisar Long Wei dan Selir Chao pun tidak pernah memaksa Niu untuk bermain guzheng."

"Bukankah itu terdengar sangat sombong?" ujar Liqin, dingin. Wanita itu tidak melepaskan tatapannya dari Yulan yang bersikap sangat tenang.

Yulan mengangguk, setuju. "Benar. Memang terdengar sangat sombong," sahutnya, tersenyum tipis. Tatapannya menerawang. "Memang terdengar sangat sombong."

"Alasan Nona Bai pasti sangat pribadi hingga Kaisar Long Wei dan Selir Chao sendiri tidak bisa memaksanya," ujar Yingji. Sebenarnya dia juga sangat penasaran akan kemampuan Niu. "Kenapa? Apa kau tahu alasannya?"

Qiang tidak langsung menjawab. Dia menuang arak untuk dirinya sendiri. Perubahan emosi Yulan yang berubah dingin membuat Yingjie menyesal sudah bertanya. "Niu biasa bermain guzheng untuk keluarganya."

Sebuah desahan keras meluncur dari mulut Yaozu. "Pasti sangat berat untuknya." Ia menggelengkan kepala. "Aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaannya setiap kali bermain guzheng setelah keluarganya tewas," ujarnya. Peristiwa tewasnya anggota keluarga Jenderal Bai dari Kerajaan Api memang menjadi perbincangan hangat di seluruh wilayah empat kerajaan besar. Mereka memuji kesetiaan dan pengorbanan sang jenderal besar pada Raja Api terdahulu.

"Ah, sebenarnya aku sangat penasaran. Bukankah Nona Bai hanya seorang dayang," kata Chunhua, mengabaikan ekspresi peringatan ayahnya. "Tapi kenapa Kaisar Long Wei memberi begitu banyak kelonggaran untuknya?" sambungnya, tenang.

"Nona Chunhua mungkin Anda tidak tahu, tapi jasa mendiang Jenderal Bai sangat besar untuk Kekaisaran Api, jadi tidak heran jika kaisar memberi kelonggaran untuk Nona Bai," terang Yaozu, tenang. Ia menjeda, untuk mengambil napas, "Kaisar Long Wei sangat menjaga orang-orang terdekatnya. Akan menjadi masalah jika kau tidka bisa menjaga Nona Bai."

"Apa karena itu kau menerima pertunangan kalian?" tanya Chunhua membuat suasana menjadi canggung. Ia sendiri tidak tahu kenapa menanyakan hal ini pada Yulan. Namun, Chunhua harus tahu jawaban pria itu. "Kau takut pada Kaisar Long Wei?"

"Chunhua!" ujar Jenderal Fang, penuh peringatan. Namun, putrinya terlalu keras kepala untuk mendengarkan peringatan itu. "Tidak perlu menjawabnya, Yulan," sambungnya, tanpa melepaskan pandangannya dari Chunhua yang cemberut. Jenderal Fang hanya takut jika jawaban Yulan akan menyakiti putrinya. Perasaan pria itu pada Niu sejelas sinar bulan purnama, kenapa Chunhua masih bertanya sesuatu yang akan menyakiti hatinya?

"Sebetulnya aku lebih takut menyakiti hati Niu," jawab Qiang, mengejutkan. Yaozu bahkan nyaris tersedak oleh minumannya sendiri, sementara Liqin memalingkan muka. Hatinya belum siap mendengar jawaban pria itu.

Yingji mencondongkan tubuhnya. "Maksudmu, kau akan melepas Nona Bai jika dia mencintai pria lain?" tanyanya, penasaran. Anggukan kepala Yulan membuatnya menaikkan satu alisnya tinggi. "Kenapa?"

"Karena itu akan membuat Niu bahagia," jawab Qiang. Tatapannya tertuju pada cawan arak miliknya yang sudah kembali kosong. Pertunangan mereka hanya sebuah kepura-puraan. Dia tidak memiliki hak untuk menahan Niu di sisinya walau batinnya menginginkan hal itu.

"Walau itu menyakiti hatimu?" Yaozu bertanya tenang. Selama ini dia memang tidak pernah setuju dengan pernikahan karena perjodohan. Menurutnya hal itu hanya akan menyakiti kedua belah pihak, karena alasan itu juga Yaozu belum menikah hingga saat ini dan menolak setiap kali ayahnya berniat menjodohkan dengan putri-putri pejabat atau bangsawan.

"Kau bodoh!" cibir Liqin. Dia mendesah, berat. "Jika kau menyukainya, kau harus bisa memperjuangkannya. Persetan dengan kebahagiaannya. Cinta akan datang karena terbiasa." Liqin tertawa dalam hati. Kenapa dia malah mengatakan hal itu? Seharusnya dia senang jika Yulan melepas Niu. Dengan begitu dia bisa memaksa Yulan menoleh padanya. Iya, kan?

"Apalagi yang kau tunggu?" tanya Yaozu, "pergi, susul calon istrimu itu!" sambungnya, penuh penekanan. Ia mengangkat cawan araknya untuk bersulang, sementara Jenderal Fang menahan putrinya untuk tetap diam di tempat saat Yulan berdiri, memberi hormat sebelum berbalik pergi dengan sangat tergesa.

.

.

.

Yong akhirnya bisa bernapas lega saat melihat Niu tersenyum lebar pada Mei Xia yang sama bersemangatnya saat melihat banyaknya makanan ringan yang dijual oleh pedagang kaki lima. Pria itu mengerjapkan mata saat tiba-tiba kedua wanita itu menatapnya dengan ekspresi memelas.

"Ka...kalian mau dibelikan apa?" tanyanya, sedikit terbata. Jantungnya nyaris copot karena kaget. Niu dan Mei Xia menunjuk pedagang permen yang tengah menjajakan dagangannya persis di samping pedagang kacang kenari. "Permen?" tanyanya lagi. Tanpa banyak bicara Yong membeli dua tusuk permen buah untuk kedua wanita yang langsung tersenyum lebar dan kembali berjalan sambil bergandengan tangan.

"Mereka sangat menakutkan," bisiknya pada dirinya sendiri. Yong mengembuskan napas keras, lalu beralih pada pedagang kenari untuk membeli sekantung kertas kecil kacang untuk dirinya sendiri. Dia segera membayar dan perasaan cemas langsung mencengkramnya saat kedua matanya tidak bisa menemukan keberadaan Niu dan Mei Xia.

Ia mencari dengan panik. Setengah berlari dia terus mencari keberadaan keduanya. Kemana mereka? Kenapa keduanya bisa menghilang dalam sekejap mata?

Tian, kakak ketiganya pasti marah besar jika tahu hal ini, batinnya. Yong kembali berjalan cepat. Ia akhirnya bisa bernapas lega saat berhasil menemukan kedua wanita itu. Sebuah tepukan di bahu kanan Yong membuatnya tersentak. Yong berdecak saat melihat sosok kakak ketiganya berdiri tepat di belakangnya.

Ia melirik jauh ke belakang pundak kakaknya. "Kau tidak membawa rombongan?" sindirnya. Yong memasukkan kacang kenari ke dalam mulutnya. Ia mengunyah dengan berisik. Yong sengaja melakukan hal itu untuk mengganggu Qiang. "Aku takut kau terluka," cibirnya, merinding.

Yong masih mengunyah dengan berisik. "Seorang wanita tidak bisa dibujuk hanya dengan kata-kata manis, Kak, mereka perlu sebuah tindakan nyata," katanya, penuh penekanan. "Aku sudah memberimu banyak peringatan. Kenapa kau tidak mengerti juga?"

"Apa yang harus dimengerti Kakak Yulan?" sambar Mei Xia dari belakang punggung Yong. Wanita itu menarik pergelangan tangan Yong, mendesaknya untuk meninggalkan Qiang dan Niu. "Kenapa kau tidak tahu kapan harus memberikan mereka waktu untuk berdua?" dengkusnya.

Mei Xia terus menarik pergelangan tangan Yong yang meronta minta dilepaskan. "Mereka perlu waktu untuk berdua," geramnya smebari melepas tangan Yong. Mei Xia berdecak saat Yong hendak melancarkan protes padanya.

"Kenapa aku merasa kau memiliki rencana lain?" ujar Yong. Kedua matanya menyempit saat Mei Xia tersenyum penuh misteri. Ia terbelalak saat berkata, "Kau mau mengintip mereka?"

"Apa kau tidak mau?" Mei Xia balik bertanya. Yong membuka mulutnya lebar, namun, dengan cepat dia menutupnya kembali. Kalimat yang sudah berada di ujung lidahnya ditelan cepat. "Aku ingin tahu bagaimana sikap pria secuek Kakak Yulan saat berkencan," kekehnya. Mei Xia melipat kedua tangannya di depan dada. Suaranya terdengar mencemooh saat berkata, "Jangan katakan kau tidak penasaran."

Yong tidak bisa menjawab. Bohong jika dia tidak penasaran. Jauh dalam hatinya dia juga ingin tahu bagaimana kakak ketiganya saat bersama wanita yang disukainya. "Baiklah. Aku ikut denganmu."

"Pilihan bagus," puji Mei Xia, senang. Sementara di sisi lain Yong yakin kakak ketiganya akan menghajarnya jika tahu ia membuntutinya. Keduanya langsung mengambil tempat paling aman untuk memata-matai Niu dan Qiang yang berjalan bersisian tidak jauh dari tempat mereka bersembunyi saat ini.

.

.

.

"Kenapa kau tidak bersama Putri Liqin dan Nona Chunhua?" pertanyaan yang dilontarkan oleh Niu memutus keheningan panjang diantara keduanya. Niu berjalan, menatap barisan lampion yang tergantung di sepanjang jalan ibukota. Nada bicaranya yang terdengar biasa membuat Qiang berdeham pelan.

Qiang tidak langsung menjawab. Dia menarik bahu Niu ke arahnya saat sebuah kereta kuda melaju kencang dari arah belakang dan nyaris menyerempet wanita itu. Gerakan Qiang yang secara tidak sengaja memeluk Niu itu membuat Mei Xia yang bersembunyi bersama Yong terbelalak. Mei Xia memukul-mukul tangan Yong yang sama bersemangatnya.

"Tian, akhirnya kakakmu melakukan pergerakan berarti," pujinya pada Yong. Mei Xia mengelap air mata bahagianya. Entah kenapa rasa haru membuatnya ingin menangis sekaligus tertawa. Renshu dan Ying pasti akan pingsan jika melihat kakak ketiga mereka memeluk seorang wanita, walau hal itu karena faktor ketidaksengajaan.

Di sisi lain, Yong tidak bisa berkata-kata. Dia terlalu larut dalam kebahagiaan hingga lidahnya mendadak terasa kelu. Kejadian hari ini pasti akan dilaporkannya pada Chao Xing. Adik perempuannya itu pasti akan sama terharu, pikirknya.

"Jika kau tidak bersedia aku temani, kau harus membawa beberapa pengawal saat pergi keluar."

"Kau mengalihkan pembicaraan," balas Niu, tenang. Ia memiringkan kepala ke satu sisi. "Putri Liqin pasti sangat tersinggung karena kau memilih datang ke tempat ini untuk menemuiku."

Qiang melepas napas panjang yang sedari tadi ditahannya. "Kau terdengar seperti seorang istri yang sedang cemburu."

Niu mengerjapkan mata. Sama sekali tidak menyangka jika Qiang akan berkata seperti itu untuk membalasnya. "Aku hanya mengatakan suatu kebenaran. Kenapa kau membalasnya dengan sebuah omong kosong?"

Qiang hanya tersenyum simpul. "Apa yang bisa membuat suasana hatimu membaik?" tanyanya, mengejutkan. Ia kembali mengulum sebuah senyum tipis saat Niu mendelik ke arahnya. "Suasana hatimu sangat berbeda hari ini. Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan?"

"Belikan aku lima buah lentera!"

Qiang mengangguk. Tanpa banyak bicara dia membelikan Niu lima buah lentera. Keduanya berjalan menuju arah sungai tempat di mana penduduk melepas lentera-lentera yang telah mereka nyalakan sebelumnya.

Langit sore sudah menjadi gelap saat Niu menyalakan kelima lenteranya dan menerbangkannya tinggi. Kedua mata wanita itu terpejam saat ia merapalkan doa. Kedua tangannya menempel di depan dada.

"Lima lentera," kata Qiang. "Kenapa harus lima lentera?" tanyanya, menyuarakan pertanyaan dalam dirinya.

Niu tidak langsung menjawab. Tatapannya kini tertuju pada kelima lenteranya yang tengah terbang tinggi. "Untuk keluargaku," jawabnya. Ia menjeda untuk mempertahankan nada bicaranya agar terdengar biasa. "Hari ini peringatan kematian keluargaku."

"Pantas saja kau ingin minum arak hari ini," kata Qiang. Ia melirik, menatap Niu yang masih menatap lentera miliknya dengan tatapan menerawang. "Hanya hari ini aku akan memberimu izin untuk mabuk," sambung Qiang.

Niu terkekeh. Dia berbalik, berjalan menaiki tangga batu, satu demi satu. "Bagaimana jika aku benar-benar mabuk?" tanyanya, terdengar ringan.

"Tenang saja," jawab Qiang, "punggungku cukup kuat untuk membawamu pulang."

.
.
.
TBC

Continue Reading

You'll Also Like

586K 23.1K 157
Novel terjemahanπŸ“ Tittle: ν”ν•œ λΉ™μ˜λ¬ΌμΈ 쀄 μ•Œμ•˜λ‹€ Just fan translate, terjemahan tidak 100% benar. β›”Perlu diketahui bahwa saya tidak mengambil keuntungan mate...
662K 41.6K 18
SUDAH TERBIT ! Una adalah sosok elf namun dengan derajat dan kemampuan yang lebih tinggi di bandingkan para peri maupun elf. Ketika mereka mulai tert...
478K 23.8K 135
Seolah-olah belum cukup dipukul kepala oleh rekan kerja dan pacarku, aku mati di tangan kakak laki-lakiku yang kecanduan judi. Tanpa menyesali kemati...
72.1K 9.2K 38
[Sequel The Abandoned Kingdom] Sudah tujuh belas tahun lamanya semenjak pertempuran dengan penyihir gelap terjadi. Sudah tujuh belas tahun lamanya pu...