TAMAT - Magnolia Secrets

Per fuyutsukihikari

396K 32.3K 2.4K

(The Land of Wind Series #2) VERSI EBOOK SUDAH TERSEDIA DI GOOGLE PLAY/BOOK. LINK E-BOOK ADA DI PROFILE SAYA... Més

Prolog
Pengenalan Tokoh
Bab 1
Bab 2
Bab 3
Bab 4
Bab 5
Keluarga besar Kerajaan Angin
Bab 6
Bab 7
Bab 8
Bab 9
Bab 10
Bab 11
Bab 13
Bab 14
Bab 15
Bab 16
Bab 17
Bab 18
Bab 19
Bab 20
Bab 21
Bab 22
Bab 23
Bab 24
Bab 25
Pengumuman

Bab 12

9.2K 1.1K 90
Per fuyutsukihikari

Author playlist : Ten Miles of Peach Blossom OST

***

Dilarang menjiplak, menyalin, mengklaim dan mempublikasikan cerita-cerita milik saya di tempat lain tanpa seizin dan sepengetahuan saya. Yang bandel saya kutuk ngejomblo seumur hidup! Thx!

Maaf untuk typo(s) yang nyempil di sana-sini.

Source pics : Pinterest

Enjoy!

***

Chunhua tidak bisa menahan kekesalannya saat mendengar kabar jika Yulan akan ikut mengawal Pangeran Yaozu ke Kerajaan Air. Berita itu tentu saja didapatnya dari hasil mencuri dengar saat ayahnya memanggil Yulan ke ruang kerjanya sore ini. Chunhua bukan saja kesal karena merasa raja hanya memanfaatkan Yulan tapi juga kesal karena Liqin berada di dalam rombongan itu juga.

Gadis remaja itu menghentakkan kaki dan dalam sekejap ia tersentak saat mendengar langkah-langkah kaki menuju ke arahnya. Chunhua segera bersembunyi di balik sebuah pilar besar penyangga bangunan. Ia menunggu beberapa saat dan akhirnya memberanikan diri untuk mengejar Yulan sesaat setelah ayahnya kembali menutup pintu ruang kerjanya.

"Yulan?!"

Perlu dua kali panggilan hingga Qiang menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Pria itu menunduk hormat saat Chunhua berdiri di hadapannya dengan napas memburu karena berlari sekuat tenaga untuk menyusulnya. Sungguh, Chunhua tidak menyangka jika langkah Yulan bisa begitu cepat.

"Ada apa, Nona Muda?" tanya Yulan sopan.

Chunhua tidak langsung menjawab. Gadis remaja itu membungkuk, menarik napas dalam untuk menetralkan napasnya. "Kau... Kau akan pergi ke Kerajaan Air?" tanyanya setelah napasnya kembali normal. Ia menegakkan kembali punggungnya dan menunggu.

"Anda mencuri dengar?" Qiang balik bertanya tanpa ekspresi hingga Chunhua salah tingkah. Gadis remaja itu memalingkan muka, wajahnya memerah karena malu. Dia mulai memutar otak untuk bisa mengelak.

Qiang menghela napas panjang. "Tidak baik mencuri dengar pembicaraan orang lain!" tegurnya.

Chunhua tidak langsung menjawab. Ia mengetuk-ngetukkan ujung sepatunya ke atas tanah. "Aku hanya kebetulan lewat dan tidak sengaja mendengarnya," jawabnya yang tentu saja tidak dipercayai oleh Qiang, namun, pria itu tidak mengatakan apa pun.

"Jadi, kau akan pergi?"

Qiang menganguk samar. Dia berbalik dan kembali berjalan menuju kandang kuda sementara Chunhua mengikutinya dari belakang. "Hamba tidak mungkin menolak perintah raja, Nona Muda," katanya.

Chunhua terlihat tidak setuju. "Tapi di dalam rombongan itu ada Putri Liqin."

Hening.

Chunhua gemas setengah mati karena Yulan tidak menanggapinya. "Apa kau dengar?"

"Hamba dengar."

"Lalu kenapa kau tidak bereaksi apa pun?"

"Memangnya apa yang harus hamba katakan?" Qiang balik bertanya. "Putri Liqin ikut dalam rombongan karena raja memerintahkannya untuk ikut sebagai wakil dari Kerajaan Lang."

"Tapi, kan ada Pangeran Yaozu," balas Chunhua. Gadis remaja itu mendudukkan diri di tumpukan jerami sementara Yulan tengah memeriksa kondisi kuda tunggangan Jenderal Fang. Kuda tunggangan milik sang jenderal berasal dari turunan ras terbaik. Kuda jantan itu sangat tinggi, berwarna cokelat kemerahan dengan ekornya yang mengkilap dan panjang.

"Putri Liqin menyukaimu," kata Chunhua membuat Qiang sejenak menghentikan kegiatannya. Sikat kuda di tangannya hampir terlepas. Qiang menoleh, mengangkat satu alis. "Dia menyukaimu," ulang Chunhua.

Qiang menggelengkan kepala samar dan kembali melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda. "Putri Liqin membenci hamba," katanya membuat Chunhua memutar kedua bola matanya. "Dia selalu bersikap sinis dan menuduh jika hamba menebar pesona."

Chunhua berdecak mendengarnya. "Dia melakukannya hanya untuk menarik perhatianmu."

Qiang kembali menoleh. Tatapannya bersirobok dengan Chunhua yang menatapnya dengan ekspresi serius. "Nona Muda—"

"Dia menyukaimu sama seperti aku menyukaimu," potong Chunhua sinis. "Kenapa?" tanyanya saat Qiang membelalakkan mata, "aku hanya mengatakan kebenarannya. Kau sudah tahu jika aku menyukaimu, kan?"

Qiang tidak menjawab. Pria itu berdeham pelan, sedikit terkejut oleh keterusterangan Chunhua.

"Aku tidak bisa bersikap seperti kucing liar," kata Chunhua saat Qiang tidak menanggapi ucapannya, "aku menyukaimu, apa kau dengar? Karenanya aku lebih suka bersikap terbuka daripada bersikap seperti Putri Liqin yang berpura-pura membencimu."

"Dia benar-benar membenciku," ralat Qiang. Ia tidak habis pikir; kenapa Chunhua bisa berpendapat seperti itu mengenai Liqin?

Chunhua mencebikkan bibir, tidak setuju. "Dia melakukannya karena merasa tidak aman. Kau membuatnya terganggu."

Hanya suara ringkikan pelan kuda yang menjawab penuturan Chunhua tadi. Qiang sama sekali tidak bereaksi. Rasanya sulit membayangkan Liqin menyukainya mengingat sikap wanita itu padanya selama ini. Qiang bahkan bisa melihat kebencian nyata di kedua bola mata Liqin setiap kali tatapan mereka bersirobok.

"Anda hanya berkhayal."

Chunhua langsung berdiri. "Aku tidak akan berdiam diri saat wanita lain berusaha merebut perhatian pria yang kusukai," katanya terang-terangan.

Bolehkah Qiang pingsan di tempat? Dia menoleh ke kanan dan ke kiri. "Jangan mengatakan hal seperti itu!" tegurnya. Qiang membasuh tangannya dengan air di baskom kayu. Baskom kayu itu diletakkan tepat di sisi kiri kandang kuda milik Jenderal Fang. Airnya selalu diganti pagi dan sore oleh seorang pelayan pria setiap harinya. "Anda akan mendapat masalah jika ada yang mendengarnya."

Qiang menjeda untuk mengambil napas dalam. Sepanjang hidupnya dia belum pernah berhadapan dengan seorang gadis yang begitu terbuka dengan perasaannya, kecuali Lu Mei Xia.

Ya, kecuali putri kesayangan dari Jenderal Lu. Mei Xia mungkin tidak pernah mengatakan perasaannya secara langsung, tapi bahasa tubuhnya mengatakan dengan jelas jika dia menyukai Renshu, sayangnya adik keempatnya buta untuk melihat itu, dan kenyataan jika Mei Xia tunangan dari Jian Ying membuat perasaan itu harus dikubur untuk selamanya.

"Apa peduliku?" Chunhua menjentikkan jarinya di depan wajah Qiang yang tengah melamun. Gadis remaja itu mendelik saat Qiang mengerjap, dan menatapnya.

Tidak ada jalan lain, pikir Qiang. Dia memasang ekspresi serius saat berkata, "Hamba sudah memiliki tunangan, Nona Chunhua."

Chunhua berdecak, tidak percaya. "Kau pikir aku akan percaya?" tanyanya. Ia menunjuk dada Qiang. "Bukankah kau mengatakan pada Xing jika saat ini tidak ada seorang gadis pun yang membuatmu tertarik?"

Ia menjeda. "Bawa tunanganmu ke hadapanku maka aku akan percaya ucapanmu," sambungnya sebelum berbalik pergi meninggalkan Qiang yang terdiam seribu bahasa, tidak tahu harus berkata apa.

***

Niu berjalan cepat melewati lorong-lorong panjang istana menuju ruang kerja Long Wei yang berada di paviliun utama bagian timur istana. Wanita berusia dua puluh tiga tahun itu melangkah cepat, lalu berbelok tepat di ujung lorong ketiga. Hanya perlu beberapa langkah lagi hingga ia sampai di tempat tujuannya.

Seorang kasim penjaga langsung membukakan pintu ganda yang tertutup di belakangnya dan mengantarnya masuk ke dalam ruang kerja kaisar. Niu mengekor di belakangnya dengan sikap tenang dia berjalan masuk ke dalam ruangan yang penuh dengan rak-rak dokumen penting.

Ruangan itu didominasi oleh warna meran dan emas dengan ukiran naga, awan dan burung feniks pada bagian langit-langitnya.

"Niu memberi hormat, Kaisar panjang umur seribu tahun!" kata Niu memberi salam, takzim sesaat setelah kasim penjaga pintu berjalan mundur, undur diri.

Zian meletakkan dokumen yang tengah dibacanya ke atas meja. Dia memberi isyarat pada Niu untuk bangun, berdiri. "Aku sebenarnya keberataan saat kau meminta izin untuk menemui Qiang," kata Zian, memulai percakapan dengan suara serius. "Namun, terpaksa aku mengizinkanmu untuk pergi," sambungnya tenang.

Zian terdiam. Lingkaran hitam di bawah matanya terlihat semakin jelas setelah Chao Xing sakit. Pikiran kaisar bercabang, antara rakyat dan isterinya, namun, dengan lihai Zian berhasil mengatur waktu untuk dua hal paling penting dalam hidupnya itu.

"Aku ingin kau menemui Bangsawan Huan."

Niu tidak menjawab. Ia mendengarkan dengan seksama.

"Bangsawan Huan adalah kakek buyut Chao Xing dari pihak ibu," terangnya singkat. "Sebelumnya aku sudah mengirim utusan untuk menemuinya dan beliau setuju untuk membantu."

Dia mengangkat cangkir tehnya dan meneguk isinya pelan sebelum kembali bicara, "Beliau sudah sangat tua, kesehatannya tidak terlalu baik, namun, Bangsawan Huan masih menjadi salah satu bangsawan yang disegani di Kerajaan Lang, bahkan Raja Xi pun tidak bisa mengusiknya karena banyaknya hutang budi kerajaan yang belum terbalas."

Zian menjeda untuk menarik napas dalam. "Aku sudah berpikir lama," katanya tenang. Ia menghela napas, "Jian Qiang harus memiliki pendukung yang kuat jika ingin bertahan di Kerajaan Lang," terangnya, ia menatap Niu yang masih berdiri, mendengarkan, "Bangsawan Huan bersedia membantu melindungi Qiang demi Chao Xing dan aku perlu kau menjelaskan hal ini pada Qiang."

Niu mengangguk samar. Dia berjalan tiga langkah ke depan saat Zian menyodorkan sebuah perkamen.

"Pelajari, setelah itu musnahkan, mengerti?"

Niu kembali mengangguk, lebih mantap kali ini.

"Pergilah sebelum matahari terbit besok!" perintah Zian. "Aku akan mengatakan pada Chao Xing jika kau pergi untuk menemui Qiang, hanya itu yang akan diketahuinya. Mengerti?"

Niu menunduk dan menjawab, "Hamba mengerti, Yang Mulia."

"Aku akan menangani Er Wei, kau pergilah. Untuk hari ini kau bisa persiapkan dirimu," kata Zian. "Ah, satu lagi," sambungnya dengan nada lebih serius, "kau akan memperkenalkan diri sebagai tunangan Qiang."

Zian tersenyum simpul saat Niu membelalakkan mata. Dicondongkannya tubuhnya ke depan, "Kenapa ekspresimu seperti itu?"

Niu tidak menjawab.

"Untuk kau ketahui, saudara iparku tidak ada yang jelek, Niu, dan kau sudah melihat dan mengenal Qiang sebelumnya." Zian kembali menyunggingkan senyum tipis saat melihat perubahan warna kulit wajah Niu yang memucat, "Jian Qiang tidak akan membuatmu malu."

Niu jatuh berlutut. Ditundukkannya kepalanya dalam, "Hamba tidak bermaksud—"

"Aku tahu, aku tahu," potong Zian sembari mengibaskan satu tangan di depan wajahnya, "sekarang namanya Yulan. Wu Yulan atau Huan Yulan. Aku sudah menjelaskan secara terperinci di dalam dokumen yang kau pegang itu," terangnya sembari menunjuk pada perkamen di tangan Niu.

"Hamba mengerti, Yang Mulia." Dan Niu pun pamit undur diri.

***

Iring-iringan rombongan Kerajaan Lang disambut oleh satu pasukan berkuda, dua pasukan darat serta beberapa pejabat di pintu gerbang ibu kota. Perlu waktu lebih dari dua minggu hingga rombongan itu sampai di tempat tujuannya.

Raja Song yang begitu antusias menunggu di atas tangga tertinggi pelataran istana. Sang raja tidak bisa menyembunyikan kegembiraannya, ia bahkan memerintahkan semua pejabat, beberapa bangsawan dan keluarganya untuk berkumpul demi menyambut rombongan itu, tidak terkecuali Ahcy. Selir yang memiliki paras paling rupawan itu berdiri bersama barisan para selir tepat di belakang permaisuri berdiri.

"Aku sama sekali tidak menyangka," Raja Song merentangkan kedua tangannya lebar, "jika Raja Xi akan mengirim putra dan putrinya sendiri untuk datang ke istanaku."

Raja Song tersenyum lebar. Dia menuruni satu per satu anak tangga dengan penuh wibawa. Raja Song mengangguk samar saat rombongan Kerajaan Lang memberi salam padanya.

Dia tertegun sejenak. "Kukira Raja Xi hanya mengirim seorang pangeran dan seorang putri saja," katanya dengan kening ditekuk dalam. Yaozu dan Liqin saling bertukar pandang, tidak mengerti.

"Kau Putri Liqin," kata raja, memutus keheningan yang sejenak menggantung di udara..

Liqin mengangguk dan menjawab, "Benar."

Tatapan Raja Song beralih pada Yaozu yang berdiri di samping kanan Liqin, "Dan kau pasti Pangeran Yaozu," tebaknya. Yaouzu pun mengangguk samar. Tatapan Raja Song kemudian beralih pada Qiang yang berdiri satu langkah di belakang Liqin. "Dan dia...?" tanyanya menggantung. Ia masih menatap lekat pada Qiang yang berekspresi dingin.

"Dia hanya seorang prajurit, Yang Mulia," jawab Liqin datar.

"Oh..." Raja Song terbelalak. Namun, dengan cepat dia mendapatkan ketenangannya kembali. Ia mengangguk singkat mendengar setelahnya. "Jangan hanya berdiri di sana, aku sudah menyiapkan jamuan untuk kalian semua," katanya berusaha mencairkan suasana yang terlanjur canggung.

Kesalahan Raja Song saat mengenali seorang prajurit sebagai pangeran pasti akan menjadi topik panas setelah ini, tapi siapa yang bisa menyalahkannya? Karena Qiang walau dengan pakaian yang sederhana terlihat sangat pantas menyandang gelar 'Pangeran'.

Pesta penyambutan berlangsung sangat meriah. Aula istana dipenuhi oleh aroma makanan, aroma mawar dan arak yang bercampur menjadi satu di udara. Para pemain musik dan penari sudah bersiap di tempat masing-masing saat Liqin dan Yaozu duduk di meja jamuan.

"Kau mau kemana?" tanya Yaozu saat melihat Qiang hendak berbalik pergi untuk bergabung dengan prajurit lainnya. Para prajurit Kerajaan Lang diberikan tempat berbeda untuk makan dan minum.

"Hamba akan bergabung dengan prajurit yang lain, Pangeran Ketiga."

Yaozu terlihat tidak setuju. "Duduk di sini! Aku ingin kau menemaniku di pesta membosankan ini," bisiknya pelan di telinga Qiang.

"Apa ada masalah, Pangeran Yaozu?" tanya Raja Song saat melihat interaksi Yaozu dan Qiang.

"Ya, Yang Mulia," kata Yaozu membuat Raja Song terkejut. Raja Song tidak suka jika pesta yang sudah dipersiapkannya selama beberapa minggu gagal karena tidak membuat Pangeran Yaozu puas. "Aku tidak melihat meja untuk kepala prajuritku," sambungnya tegas.

Raja Song tertawa keras. Dengan cepat dia memanggil tiga orang prajurit dan beberapa dayang untuk menyiapkan meja tepat di belakang meja Yaozu. "Tentu saja akan kusiapkan untuknya," kata Raja Song sembari mencondongkan tubuhnya ke depan. "Aku akan sangat senang jika kepala prajuritmu bergabung."

Qiang tidak mengatakan apa pun, ekspresinya masih terlihat begitu dingin hingga Liqin yang memperhatikannya menjadi penasaran. Pasti ada sesuatu yang membuat pria itu terganggu, pikirnya.

Liqin menyesap arak manisnya pelan lalu memasukkan dua buah anggur hitam ke dalam mulutnya. Rasa arak dan anggur bersatu dalam mulutnya, menciptakan perpaduan rasa unik. Sesekali ia menoleh lewat bahunya, menatap Qiang yang tengah menikmati araknya tanpa ekspresi. Pria itu terlihat tidak tertarik pada tarian yang disuguhkan oleh para penari, atau pada dua orang putri pejabat yang secara terang-terangan melemparkan tatapan penuh minat padanya.

Menjengkelkan, pikir Liqin. Gemuruh dadanya terdengar seperti genderang perang. Wanita itu mengetatkan rahang saat memalingkan muka hingga akhirnya dia menangkap sesuatu yang sedikit sulit untuk dipercaya; seorang selir Raja Song tengah memperhatikan Yulan.

Liqin mengerjapkan mata. Dia bisa tahu jika wanita itu merupakan seorang wanita milik raja karena duduk di meja yang disiapkan untuk para istri. Ia pun mendengkus, kesal karena Yulan berhasil membuat seorang wanita raja tertarik padanya.

Dari balik bulu matanya Liqin terus memperhatikan selir itu yang sesekali ditangkapnya tengah melihat ke arah Qiang. Tapi ada yang aneh, pikir Liqin. Ia menyipitkan mata, lalu menoleh pada Qiang.

Kenapa wajah selir itu begitu pucat?

Liqin menggigit bagian dalam mulutnya. Aneh. Selir itu seperti mengenal Yulan, pikirnya. Ia pun menggelengkan kepala dengan cepat. Bagaimana mungkin seorang selir bisa mengenal seorang tukang kuda dari wilayah kerajaan yang berbeda?

Yulan bukan hanya tukang kuda biasa.

Ucapan Yaozu beberapa waktu yang lalu kembali melintas di dalam benak Liqin.

Apa mungkin? Ah, tidak. Tapi mungkin saja, kan?

"Jadi, apa kepala prajuritmu sudah menikah?"

Liqin hampir menyemburkan minuman di dalam mulutnya saat raja selesai melontarkan pertanyaan itu. Para penari sudah menampilkan tarian apik mereka dan kembali keluar ruangan secara teratur. Tatapan raja yang begitu serius pada Qiang membuatnya jadi pusat perhatian saat ini.

Qiang mengangkat kepala dari gelas minumannya. Sejenak tatapannya bersirobok dengan Yaozu yang menoleh ke arahnya. Qiang menghitung dalam hati, berusaha agar suaranya terdengar biasa saat menjawan, "Hamba sudah memiliki tunangan, Yang Mulia."

Yaozu yang mendengar jawaban itu mengerjapkan mata. Dia melirik pada Liqin yang langsung memasang ekspresi kaku.

Raja Song menggangguk-anggukan kepalanya ringan. "Sayang sekali," katanya, "jika Pangeran Yaozu memberimu kepercayaan untuk menjadi kepala prajuritnya, pasti kemampuanmu tidak perlu diragukan lagi dan kau juga pasti berasal dari golongan bangsawan," sambungnya tenang.

Liqin dan Yaozu yang mendengarnya tidak menyahuti. Alasan Liqin sederhana; dia tidak mau membuat Raja Song malu karena kembali mengambil kesimpulan yang salah sementara Yaozu tidak meralat karena memiliki pemikiran yang sama dengan Raja Song mengenai Yulan.

"Jadi, siapa tunanganmu? Dari mana dia berasal?"

Liqin berdecih pelan. Kenapa Raja Song begitu penasaran dengan Yulan? Pikirnya kesal.

Qiang tidak langsung menjawab. Kedua tangannya terkepal di atas pangkuannya. Amarah secara perlahan mulai menguasainya. Yang ingin dilakukannya saat ini adalah menebas kepala Raja Song dengan pedangnya. Namun, dia tidak bisa melakukannya saat ini. Ada banyak orang yang dipertaruhkan nyawanya jika dia gegabah melakukannya.

"Tunangan hamba hanya seorang dayang di Istana Kekaisaran Api," terangnya tenang. Qiang langsung memaki dirinya sendiri di dalam hati. Dari semua jawaban yang ada kenapa dia malah mengatakan alasan konyol itu? Kenapa dia malah menggunakan Niu? Sialan.

Raja Song menaikkan satu alisnya tinggi, begitupun dengan Liqin, sementara Yaozu terlihat biasa. Jawaban Yulan tadi membuat Yaozu semakin yakin jika kepala prajuritnya berasal dari golongan bangsawan. "Seorang dayang di Istana Kekaisaran Api?" beonya, penuh penekanan.

"Bagaimana bisa seorang dayang memiliki tunangan?"

"Hamba sudah ditunangkan dengan Niu sebelum Niu menjadi dayang di Istana Kekaisaran Api," dusta Qiang meyakinkan, "Kami hanya perlu menunggu hingga Yang Mulia Kaisar Long Wei melepas Niu untuk menikah."

Raja Song menekuk keningnya dalam. "Melepas seorang dayang?" desisnya, "apa kau yakin Kaisar Long Wei akan melepasnya?" tanyanya berusaha untuk mencari informasi sedetail mungkin.

Qiang mengangguk dan menjawab tenang, "Hamba yakin, Yang Mulia karena Kaisar Long Wei tidak mungkin mengingkari janjinya pada mendiang Jenderal Bai."

***

Qiang menenteng sepoci arak saat duduk di bawah pohon cherry yang tengah berbunga. Ia meminum araknya pelan. Dadanya terasa sangat sesak setiap kali mengingat jika kakak keduanya tewas secara mengenaskan di tempat ini.

Ia kembali meneguk minumannya lalu mengelap mulut dengan lengan bajunya. Qiang tengah meneguk arak untuk kedua kalinya saat mendengar suara langkah kaki mendekat ke arahnya.

Dengan cepat dia berdiri. "Anda—?"

"Aku Ahcy, Pangeran Qiang." Ahcy mengenalkan diri dan memberi salam dengan gerakan anggun.

Seketika Qiang mengetatkan rahangnya. Dia melempar poci araknya ke atas rumput. Kedua tangannya terkepal erat. Akhirnya dia bisa melihat sosok wanita yang menjadi penyebab kematian kakak keduanya.

"Berani sekali kau menampakkan diri di hadapanku!"

"Aku hanya ingin memastikan," kata Ahcy masih dengan suara lembut yang sama. "Guang pernah memperlihatkan lukisan kakak dan adik-adiknya padaku dan kau sangat mirip dengan Pangeran Qiang," terangnya tenang.

Ahcy menjeda untuk mengambil napas dalam. "Namun, aku sedikit ragu karena kau memperkenalkan diri sebagai Yulan."

Hening.

Ia mengangkat wajah, menatap lekat Qiang yang tengah menatapnya dengan aura membunuh yang pekat, "Tapi ternyata dugaanku benar."

Qiang tidak menjawab.

"Kenapa Anda bisa berada di wilayah musuh? Kenapa Anda tidak meminta perlindungan pada Kaisar Long Wei? Bukankah Putri Chao Xing sudah menjadi selir Kekaisaran Api?"

Qiang menggertakkan gigi dan menjawab sinis, "Bukan urusanmu."

"Menjadi urusanku jika itu menyangkut keselamatan keluarga Guang."

Dan tawa Qiang pun terdengar keras, membelah keheningan malam. Dia menunjuk pada Ahcy. "Coba lihat siapa yang mengatakannya?"

Qiang mendengkus. "Kau benar-benar tidak tahu malu!" desisnya mengancam.

Sementara itu di tempat lain, Liqin berjalan-jalan di taman istana setelah pesta penyambutan itu berakhir. Pikirannya mendadak buntu. Untuk alasan yang tidak dimengertinya dia merasa sangat marah pada Yulan. Pria itu pasti membual saat mengatakan jika putri mendiang Jenderal Bai adalah tunangannya.

Cih, bagaimana mungkin seorang tukang kuda, rakyat biasa bisa memiliki tunangan dari keluarga jenderal?

Liqin sudah banyak mendengar mengenai sepak terjang Jenderal Bai. Jenderal Bai merupakan satu dari jenderal yang sangat dihormati di wilayah Kekaisaran Api. Sang jenderal semasa hidup merupakan tangan kanan kepercayaan Raja Api terdahulu hingga sebuah tragedi menghancurkan keluarganya. Musuh membunuh dengan sadis anggota keluarga Bai, dan hanya beberapa yang bertahan hidup.

Jika benar Yulan ditunangkan dengan putri dari mendiang Jenderal Bai itu berarti Yulan berasal dari keluarga bangsawan juga. Iya, kan? Atau setidaknya dia berasal dari keluarga seorang jenderal. Benar. Tidak mungkin seorang rakyat jelata ditunangkan dengan putri dari seorang jenderal, pikirnya.

Tapi bukankah Yulan mengatakan jika dia besar di sebuah penginapan di wilayah Kekaisaran Api? Bagaimana jika saat itu sang jenderal tertarik padanya dan memutuskan untuk menunangkannya dengan putrinya? Bisa jadi seperti itu.

Liqin menghentakkan kaki. Kekesalannya semakin memuncak. Dia ingin mengacak rambutnya sendiri karena frustrasi. Dia ingin berteriak dan memaki Yulan yang menurutnya mata keranjang. Sialan.

Wanita itu kembali berjalan cepat. Namun, Liqin langsung bersembunyi saat kedua matanya menangkap sosok Yulan tengah berbicara dengan seorang wanita.

Ia membelalakkan mata. Wanita itu bukankah salah satu wanita raja?

Liqin mengendap-endap. Ia memasang telinga. Kedua tangannya terkepal erat karena Yulan sudah berani menemui wanita Raja Song secara diam-diam.

"Aku tahu jika permintaan maafku tidak berguna."

Mulut Liqin terbuka lebar saat mendengar ucapan wanita cantik itu. Jadi dia sudah mengenal Yulan sebelumnya?

"Permintaan maafmu tidak akan membuatku tenang," kata Qiang dingin. Dia terkekeh pelan, menatap Ahcy dari ujung kaki hingga ujung kepala. "Aku sangat ingin membunuhmu," sambungnya tanpa emosi, "jadi tolong, jangan pernah muncul di hadapanku lagi!" perintahnya sebelum berbalik pergi meninggalkan Ahcy yang langsung terduduk di atas rumput dan menangis tersedu, sementara Liqin membekap mulutnya sendiri. Untuk kesekian kalinya dia mengambil kesimpulan salah karena dia mengira jika Ahcy dan Yulan sepasang kekasih di masa lalu.

***

TBC


Continua llegint

You'll Also Like

3.3K 192 5
Sebuah novel pendek yang menceritakan perjuangan Watson(teman baik Sherlock Holmes) dalam mengungkap pelaku yang menjebak Sherlock Holmes. Sherlock...
359K 41.9K 68
Serena memiliki hobi yang aneh, gadis itu senang menghancurkan rumah tangga orang lain. Bagi Serena, menghancurkan rumah tangga orang lain adalah sua...
55.9K 9.3K 35
[Fantasy & (Minor)Romance] Ruby tidak pernah tahu bahwa kolong tempat tidurnya mempunyai ruangan rahasia. Keinginan konyolnya waktu belia, rupanya di...
51.1K 6.4K 32
Sekuel The Exorcist Holy Grail (Buku 3)