SO PRECIOUS (PART COMPLETE)

By nonameformacity

8.6K 1.3K 1.1K

Cinta itu sebenarnya identik dengan kata 'EGOIS. Sama seperti kamu. ~Veily Seirania ----- Karena egoku yang t... More

Prologue
(1) Tentang Dia Yang Tak Ku Kenal
(2) Tentang Dia Yang Tak Ku Kenal <II>
(3) Realita
(4) Realita <II>
(5) Mencoba Melupakan
(6) Luka
(7) Perasaan Iba
(8) Semangat Baru
(9) Gejolak Hati
(10) Tanda Tanya
(11) Perubahan
(12) Ketika Hati Tak Berdaya
(13) Bertahan
(14) Gundah
(15) Apa Tindakanku Benar?
(16) Apa Yang Harus Ku Lakukan?
(17) Permintaan Pertama dan Terakhir
(18) Bersamamu
(19) Seperti Mimpi
(20) Haruskah?
(21) Kebohongan Yang Terungkap
(22) Kebohongan Yang Terungkap <II>
(23) Alasan Sesungguhnya
(24) Mauku Apa Sih?
(25) Kamu Mencintaiku, Atau Tidak?
(26) Ketetapan Hati
(27) Penyesalan
(28) Jadilah Milikku!
(29) Rayhan POV~ (Bagaimana Cintaku Bermula Lalu Ku Akhiri)
(30) Sisi lain dari Rayhan
(31) Surprise?
(33) Keraguan
(34) Belenggu
(35) Aku Harus Sembuh
(36) Restu Papa
(37) Restu Papa <II>
(38) Keputusan
(39) Frustasi
(40) Aku Harus Pergi
(41) Accident
(42) Kamu Telah Pergi
(43) Memulai Hidup Baru
(44) Hal Tak Terduga
(45) Benci (Benar-benar Cinta)
(46) Benci (BBC II) <END>
(+++)

(32) Surprise? <II>

122 21 26
By nonameformacity

Jangan pernah mendahului takdir! Harapan sekecil apapun tetaplah sebuah harapan.
Tuhan memberikannya agar kita berusaha dan tetap berharap atas kehendaknya.

***

"Kejutan," katanya sumringah.

Ia lalu mengambil se-bucket bunga dari lubang jendela mobilnya yang terbuka di tempatnya menyetir dan memberikannya padaku sebagai hadiah.

"Waahh indah sekalii," seruku terkagum melihat keindahan bunga mawar berwarna merah cerah itu, mataku tak berhenti berbinar memperhatikannya.

"Mas Rayhan kok bisa ada di sini sih?"

"Ya... Begitulah." Rayhan mengangkat kedua alisnya ringan seraya mengendikkan bahunya dan tersenyum.

"Owh aku tau, jangan-jangan yang kemarin Dokter Gibran-"

"Iya itu," sela Rayhan memotong cepat. Seolah tahu apa yang hendak ku tudingkan padanya.

"Cihh. Pantes aja kemarin kayak ada yang ganjal gitu," decihku mencibir.

Sementara Rayhab hanya tersenyum nyengir.

"Eh. By the way, gimana? Suka sama bunganya?" tanyanya kemudian, mengalihkan topik pembicaraan.

Padahal kan seharusnya dia sudah tahu jawabannya. Karena sudah terpampang jelas di wajahku. Tapi kemudian aku mengangguk mantap menjawab basa-basinya.

"Syukurlah, ku pikir kamu tak menyukai bunga," ungkapnya lega.

"Ya ampun wanita mana sih yang nggak suka kalau dikasih bunga sama pacarnya?" celetuk Selly tiba-tiba. Ia sentengah meledekku dan Rayhan yang tengah dilanda asmara.

"Benarkah?" tanya Rayhan dengan polosnya, dia tak sadar bahwa Selly tengah meledekinya.

"Tentu saja, Pak. Hampir sembilan puluh persen semua wanita itu suka bunga," jawab Selly berlagak menggurui.

Rayhan hanya manggut-manggut mengerti. Ia lalu beralih menggenggam tanganku.

"Yuk pulang!" ajaknya kemudian.

Aku mengangguk senang lalu mengajak Selly untuk ikut masuk ke dalam mobil.

"Yuk Sell!" ajakku padanya. Namun ditolaknya ajakanku.

"Engak deh, aku harus mampir ke apotik dulu soalnya."

"Nggak apa-apa Sell, biar saya antar sekalian!" Rayhan menyanggah.

"Nggak usah Pak, makasih atas tawarannya. Lagi pula-" Selly menggantung ucapannya.

Matanya bergantian melirik ke arahku dan Rayhan lalu berhenti pada satu titik, yaitu pada tangan kiriku yang masih Rayhan genggam dengan erat.

Terlalu lama aku menunggunya melanjutkan ucapan, aku pun bertanya karena tak sabar, "Apa?"

"Lagi pula, aku nggak mau jadi obat nyamuk kalian. Jadi, dari pada ntar aku iri sama kemesraan kalian dan akhirnya jadi pengganggu, mending aku pulang sendiri. Yaudah ya Veily sayang, aku duluan. Buat Pak Rayhan, selamat bersenang-senang, saya permisi. Bye. Assalamu'alaikum." Selly pun segera berlalu dari hadapan kami secepat kilat, meninggalkanku dan Rayhan yang hanya bisa melongo memperhatikan ia bicara tanpa jeda. Ia bahkan tak menunggu kami menjawab salamnya terlebih dahulu.

Kalian tahu kan bagaimana kalau cerewetnya Selly tiba-tiba kambuh? Dia terus saja nyerocos dengan cepat tanpa lelah dan jeda meski ia harus menahan napas saat berbicara.

"Waalaikum salam," ucapku dan Rayhan bersamaan akhirnya.

"Aku heran deh, apa lidahnya nggak keseleo ngomong secepat itu?" tanya Rayhan masih dengan nada tak percayanya.

Lehernya masih tak beralih dari arah punggung Selly yang mulai menjauh.

Aku mengerti, mungkin baru kali ini dia melihat langsung ocehan Selly, biasanya dia hanya mendengarkannya saja melaluiku saat bercerita. Makanya dia masih terheran dan bertanya padaku akan kenyataan yang sudah jelas ia saksikan sendiri.

Aku pun tertawa geli tak menggubrisnya, lalu segera masuk ke dalam mobil tanpa meminta izinnya terlebih dahulu. Ku ciumi harum bunga yang ku dekap sembari meninggalkan Rayhan yang masih melongo disana.

Rayhan tersadar saat suara pintu mobil tertutup terdengar olehnya. Ia kemudian bergegas menyusulku.

"Kok ditinggal, sih?" gerutunya--saat berada didalam mobil.

"Ya habisnya, Mas Rayhan dipanggil nggak nyahut sih," jawabku mencari pembelaan.

"Terus tadi ngapain si Selly manggil kamu sayang?" Masih dengan nada ngambeknya dia bertanya lagi.

"Hah?" Aku tak mengerti.

"Yang boleh manggil kamu sayang itu cuma aku."

Doeng

"Hahahah." Tawaku seketika pecah saat mendengar keluhannya yang sangat kekanak-kanakan.

Aku tak percaya, kalau dia juga bisa bersikap manja seperti ini di umurnya yang sudah dewasa.

"Apaan sih Mas? Jadi kamu cemburu sama Selly?" Masih dengan tawa, aku pun meledekinya.

"Enggak."--bibirku seketika melurus datar-- "Bercanda kali. Lagian dia cewek, ngapain aku cemburu?"

Krik-krik

Hening seketika.

Gubrakkk

"Ihhh Mas Rayhaaaaan," teriakku kesal kemudian memukul-mukul kecil pundaknya bersama semburat merah yang muncul di wajahku. Malu.

Kini berganti Rayhan yang kini tertawa terbahak-bahak setelah berhasil mengerjaiku. Sepertinya aku salah berbicara tadi mengenai sifatnya yang seperti kanak-kanak. Tapi tetap saja, dengan kelakuan tengilnya yang seperti ini, dia juga tak bisa disebut sebagai orang dewasa.

Aku pun meletakkan bunga yang ku pegang di depan kaca mobil lalu melipat kedua tanganku di depan dada, mengerucutkan bibirku dan membuang muka dari hadapan Rayhan.

Ia lantas berdehem melihat perubahan sikapku. Kemudian beralih mengambil sesuatu dari saku celananya dan menyodorkan kepalan tangannya di depan kepalaku.

Alis kiriku terangkat heran lalu spontan bertanya dengan nada sinis, "Apa?"

Cling, kling

Rayhan melepas genggamannya hingga menjuntailah sebuah kalung emas putih berliontin detak jantung hati di hadapan mataku.

Mulutku mengangah, mataku berbinar takjub. Dengan ragu-ragu aku pun bertanya, "I-ini, kalung? Buat siapa?"

"Tentu saja buat kamu sweet heart," jawabnya dengan senyum sumringah.

Ia menurunkan tangannya lalu menghadapkan tubuhku ke hadapannya.

"Kemarilah, aku akan memakaikannya di lehermu," katanya meminta izin.

Aku pun mengangkat rambut sebahuku yang mulai memanjang ke atas dan setengah menundukkan kepala agar Rayhan leluasa memasangkan kalungnya pada leher jenjangku yang putih.

"Selesai," ucapnya lalu menjauhkan lagi tubuhnya dariku ke tempat semula.

Mataku masih tak bisa berhenti menatap keindahan kalung yang kini bertengger di leherku, membuatku berdecak kagum memandanginya.

"Gimana? Kamu suka sama kalungnya?" tanya Rayhan.

"Suka Mas, ini tuh bagus banget, liontinnya unik lagi," balasku merasa sangat bahagia.

"Kamu kenapa tiba-tiba romantis gini sih?" tanyaku kemudian.

Hem, hem

Bukannya menjawab pertanyaanku, dia malah berdehem tak jelas dan tiba-tiba kelihatan gugup.

Rayhan menarik napas panjang perlahan sembari menyebut namaku lembut, "Vei."

Aku segera menoleh, dia kemudian meraih kedua tanganku dan menatapku dalam-dalam.

"Mulai sekarang, hatiku adalah milikmu. Jiwa dan ragaku pun begitu." Jeda sebentar Rayhan kembali menarik napas, mungkin karena kadar kegugupannya meninggi. Tak hanya dia, karena aku pun merasakannya. Desiran hebat dengan cepat menyerang uluh hatiku.

"Vei, kalung ini adalah kontrak kita selama dua bulan ke depan."

Deggghh

Apa-apaan ini? Apa dugaanku tadi salah? Dia bukan mau mengungkapkan hal-hal romantis lainnya atau apa? Kenapa dia tiba-tiba berkata seperti itu? Apa maksudnya?

Tiba-tiba saja perasaan melambung senang tadi menurun drastis berubah cemas. Ucapan Rayhan membuat perasaanku tak tenang seketika. Seolah aku bisa menebak kelanjutan arah pembicaraan yang akan Rayhan ucapkan.

"Ma-maksud kamu?" tanyaku mulai gusar.

"Bersediakah kamu menemaniku di sisa akhir hidupku?"

Degghh

Dugaan yang ku cemaskan ternyata benar, dia melafalkan kata yang sangat tak masuk akal.

"Kamu ngomong apa sih, Mas? Aku nggak ngerti." Aku melepaskan tanganku lalu menghadap lurus ke depan. Aku tak ingin mendengar kata-kata romantis itu dari mulut Rayhan.

Mungkin kalimat tersebut normal untuk banyak orang, tapi bagi Rayhan yang menurut medis umurnya sudah tak panjang lagi, kata-kata romantis itu menjadi sangat menyakitkan dan menyayat hati.

"Aku tau kamu mengerti maksudku Vei," Rayhan mencoba menegaskan dengan nada selembut mungkin.

"Apa? Yang mana? Soal kontrak? Kalau cuma dua bulan, aku nggak mau. Kenapa kamu mikir gitu sih Mas? Kamu pasti sembuh," sahutku lebih tegas.

"Jika donor itu ada. Kalau tidak?" timpal Rayhan membalas telak ucapanku, membuatku terdiam sejenak.

"Tapi kita bisa menunggunya kan, Mas? Donor itu pasti ada, kita harus yakin. Kata dokter kamu sudah membaik kan? Buktinya, sekarang kamu sudah bisa keluar dari rumah sakit," ujarku masih tak terima dengan anggapan Rayhan yang terlalu pesimis.

Rayhan menunduk sejenak, lalu kembali mengangkat kepalanya setelah beberapa detik merenungkan ucapanku.

Aku merinding, dia menatapku sangat lekat.

"Berjanjilah satu hal denganku, Vei. Kamu tak akan bersedih saat berita buruk menimpaku."

"Nggak akan ada berita buruk Mas, hanya akan kebahagiaan mulai saat ini. Percayalah! Allah selalu bersama kita. Aku akan jagain kamu apa pun yang terjadi. Aku nggak akan biarin kamu kenapa-napa. Please! Jangan pernah ngomong gitu lagi." Aku menegaskan, kemudian meminta.

Aku mencoba tersenyum memberi kekuatan untuk Rayhan, namun entah mengapa setetes air mataku tiba-tiba jatuh dari pelupuk mata kiriku bersamaan dengan senyumku yang terulas.

Sejujurnya aku pun merasa sangat takut akan kenyataan pahit yang mungkin saja terjadi pada Rayhan. Tapi kami tak boleh menyerah atau pun mendahului takdir Tuhan. Hanya Allah yang tahu bagaimana kisah hidup kita selanjutnya.

Rayhan akhirnya mengalah, ia usap lembut air mataku lalu dikecupnya sekilas puncak kepalaku. Ia kemudian tersenyum lalu berkata, "Aku mencintaimu."

"Aku juga Mas."

"Tapi jangan berkata seperti itu lagi!" Rayhan terkekeh kecil.

"Yang mana?" Sementara aku mengernyit tak mengerti.

"Kamu bilang akan menjagaku. Seharusnya aku yang bilang begitu. Mulai saat ini aku yang akan menjagamu, mengerti?"

"Ya ampun, ku kira apa," senyumku lega.

"Tapi mengerti kan?" tanya Rayhan lagi, memastikan.

"Iya-iya."

Sesaat kemudian suasana menjadi lebih tenang, Rayhan pun segera melajukan mobilnya menuju rumahku dan mengantarkanku pulang. Ia juga mengatakan ingin memberi salam pada ayahku dan memberitahukan tentang hubungan kami.


Bersambung...

Mau curhat dong, selama kalian baca cerita ini, dapet nggak sih melow.nya?? Author kan pengen buat moment mewek", tapi malah jadinya ngebosenin.

Minta kritik dan sarannya dong, minna...

Continue Reading

You'll Also Like

2.8M 141K 61
Mari buat orang yang mengabaikan mu menyesali perbuatannya _𝐇𝐞𝐥𝐞𝐧𝐚 𝐀𝐝𝐞𝐥𝐚𝐢𝐝𝐞
6.2M 483K 57
Menceritakan tentang gadis SMA yang dijodohkan dengan CEO muda, dia adalah Queenza Xiarra Narvadez dan Erlan Davilan Lergan. Bagaimana jadinya jika...
8.4M 518K 33
"Tidur sama gue, dengan itu gue percaya lo beneran suka sama gue." Jeyra tidak menyangka jika rasa cintanya pada pria yang ia sukai diam-diam membuat...
1.7M 83.4K 55
Rasa cinta terlalu berlebihan membuat Lia lupa bahwa cinta itu tidak pernah bisa dipaksakan. Rasanya ia terlalu banyak menghabiskan waktu dengan meng...