DARI BALIK KELAMBU

By niken_arum

355K 75.1K 10.1K

Angger Liveni Pananggalih itu dokter muda berdarah ningrat. Orang bilang dia tinggal di dalam tembok. Tembok... More

Prolog
Satu PROSA
Dua KERATON
Tiga PROSA DAN BURUNG KERTAS
Empat PEMUDA BERNAMA ANGGER PANANGGALIH
Lima PEMUDA NINGRAT
Enam JANJI
Tujuh DUA SISI HATI
Delapan BERTEMU LAGI
Sembilan MENANDAI
Sepuluh KEBENARAN
Sebelas RAHASIA
Dua belas RANTAI
Tiga belas KEMBALI
Lima belas DICULIK
Enam belas KEHILANGAN
Tujuh belas GADUH
Delapan belas PERGI
Sembilan belas DIAM
Dua puluh VERSAILLES
Dua puluh satu AWALAN MIMPI BURUK
Dua puluh dua ROMANTISME YANG ANEH
Dua puluh tiga PULANG
Dua puluh empat KALAP
Dua puluh lima DARI BALIK KELAMBU
Dua puluh enam IBU MERTUA DAN RAHASIANYA
Dua puluh tujuh HATI YANG BERCABANG
Dua puluh delapan LAKON SANDIWARA
Dua puluh sembilan RUMAH PENUH KEBOHONGAN
Tiga puluh HAL ANEH
Tiga puluh satu RUMAH SAKIT JIWA
Tiga puluh dua JANUR MELENGKUNG
Tiga puluh tiga SILSILAH YANG RUMIT
Tiga puluh empat AROMA MAYAT
Tiga puluh lima RAMBUT YANG SUDAH TERURAI
Tiga puluh enam TENTANG MASA LALU
Tiga puluh tujuh KUNCI
Tiga Puluh Delapan PERJODOHAN GHAIB
Tiga Puluh Sembilan PRIA BERNAMA BANYU BIRU
Empat Puluh SALAH MENGERTI
Empat Puluh Satu UNDANGAN
Empat Puluh Dua ABU-ABU
Empat Puluh Tiga KECURIGAAN
Empat Puluh Empat PEMAKAMAN
Empat Puluh Lima WASIAT DALAM BUKU CATATAN
Empat Puluh Enam MISTIS
Empat Puluh Tujuh PENGAKUAN
Empat Puluh Delapan RAHASIA TENTANG ARSENIK
Empat Puluh Sembilan RUANG DAN WAKTU
Lima Puluh SARUNG TANGAN ISTIMEWA
Lima Puluh Satu BUNGKAM
Lima Puluh Dua CINTA ITU BENAR BUTA ADANYA
Lima Puluh Tiga MELAMAR ANGGER
Lima Puluh Empat MENIKAH DAN TEORINYA
Lima Puluh Lima HARI PENUH RAHASIA
Lima Puluh Enam TIDAK HARUS SEDARAH UNTUK DISEBUT SAUDARA
Lima Puluh Tujuh GEMINTANG DAN AKSINYA
Lima Puluh Delapan JEJAK MASA LALU
Lima Puluh Sembilan DRAMA TIADA AKHIR
Enam Puluh SANATORIUM
Enam Puluh Satu BU DOSEN LARASATI
Enam Puluh Dua INI BUKAN TENTANG CEMBURU
Enam Puluh Tiga BU DOSEN DAN RAHASIANYA
Enam Puluh Empat BONEKA JERAMI
Enam Puluh Lima KABAR GEMBIRA
Enam Puluh Enam PENOLAKAN
Enam Puluh Tujuh BU DOSEN DAN MASA LALU
Enam Puluh Delapan KETEMPELAN
Enam Puluh Sembilan ANTARA MENANTU DAN MERTUA
Tujuh Puluh CEMBURU
Tujuh Puluh Satu DETEKTIF DADAKAN
Tujuh Puluh Dua TANAH KUBURAN
Tujuh Puluh Tiga SANDI MORSE
Tujuh Puluh Empat KABUR
Tujuh Puluh Lima KEJAHATAN SEPANJANG MASA
Tujuh Puluh Enam JANGAN MENYERAHKAN HATI SEPENUHNYA PADA PRIA
Tujuh Puluh Tujuh KEJADIAN MISTERIUS
Tujuh Puluh Delapan PRIA MISTERIUS
Tujuh Puluh Sembilan PENGGANGGU RUMAH
Delapan Puluh DI AMBANG PUTUS ASA
Delapan Puluh Satu KASIH SAYANG YANG SALAH
Delapan Puluh Dua RAHASIA BAPAK
Delapan Puluh Tiga LELAH
Delapan Puluh Empat KEBAYA HITAM
Delapan Puluh Lima RAPI, KLIMIS, BUAYA
Delapan Puluh Enam TARIK JIN
Delapan Puluh Tujuh MONOKROM HITAM PUTIH
Delapan Puluh Delapan PENGACARA MENCURIGAKAN
Delapan Puluh Sembilan KIRANI, ANEH
Sembilan Puluh PEWARIS YANG ABSURD
Sembilan Puluh Satu BANASPATI
Sembilan Puluh Dua DALANG DAN WAYANGNYA
Sembilan Puluh Tiga KIRANI DICULIK?
Sembilan Puluh Empat TEKA TEKI MAYAT DI SUNGAI OPAK
Sembilan Puluh Lima MAYAT DENGAN LABEL B196

Empat belas JIWA YANG SAKIT

4.9K 998 105
By niken_arum

***

"Tidak usah diambil barang-barang mu yang di sana. Bapak melarang mu ke sana."

Gemintang menoleh pada Bapaknya yang duduk di sampingnya.

"Jangan marah berlebihan, Pak. Mas Galih itu sakit. Jadi apapun yang dilakukannya pasti dia tidak sadar."

"Kamu belum ngalami jadi orangtua jadi bisa ngomong seperti itu. Tapi aku ini, Bapakmu. Aku yang ngurus kamu semenjak Ibumu..." Suara Hilmawan menggantung. Tatapan matanya menerawang. "...aku merawat kamu hingga dewasa bukan untuk dijadikan bulan-bulanan kegilaan orang lain yang bahkan tidak mengerti perjuangan Bapak seperti apa."

Gemintang mengusap bahu Bapaknya menenangkan. Di depan mereka Putri termangu. Tak ada tatapan memuja yang biasa terlihat dari mata Putri saat melihat Bapaknya Gemintang. Kali ini yang ada adalah tatapan prihatin. Gemintang menyandarkan dagunya di bahu Bapaknya.

"Bapak butuh ketemu Angger. Anak itu sekali-kali perlu dihajar. Bisa-bisanya dia..."

"Sudah Pak...yang penting Gemintang sudah di rumah. Ga boleh ke sana, ya sudah."

"Sudah sana. Istirahat. Put...nginep."

Putri mendongak. Mencerna omongan Bapaknya Gemintang. Apakah itu sebuah pernyataan atau pertanyaan.

"Bapak nyuruh kamu nginep Put." Bapaknya Gemintang beranjak sambil menepuk bahu Putri lembut. Meninggalkan Putri dan Gemintang yang belum berniat beranjak dari sofa ruang tengah itu.

"Iya Pak." Mata Putri berkilat. Gemintang mendengus.

"Jangan kebanyakan mimpi. Move on dari Bapakku, Put..." Gemintang mencubit lengan Putri keras. Putri mengaduh dan mengikuti Gemintang yang berjalan menuju kamarnya.

"Kalau aku jadi Ibu tirimu, aku ga bakalan galak kok Mi. Serius ini."

"Issh...ngomong apa."

Gemintang membuka pintu kamarnya. Masuk dan membuka jendela lebar-lebar. Putri meraih pengharum ruangan yang diletakkan di bawah meja oleh Gemintang. Menyemprotkannya beberapa kali.

"Aku seneng kamu sudah baikan, Mi."

"Terimakasih Put, sudah dengerin aku nangis."

"Itu gunanya calon Ibu."

"Aduuuh..." Gemintang memijit keningnya.

"Aku serius nih sekarang tanya sama kamu, Put. Kamu itu beneran jatuh cinta sama Bapakku? Ya Allah...cari yang lain Put...yang seumuran." Gemintang menyusul Putri rebah di ranjang.

"Bapakmu itu nikah muda. Makanya punya anak segede kamu juga dia masih terlihat muda."

"Sok tahu kamu."

"Aku pernah kok nanya ke Bapakmu."

Gemintang mencebik.

"Aku ga berharap banyak, Mi. Mustahil Bapakmu mau sama aku."

"Ya sudahlah. Repot ngomong sama kamu itu. Kalau jodoh tak kemana."

"Jadi boleh ini aku berjuang."

"Terseraaaah..." Gemintang beranjak dan duduk di kursi belajarnya. Kursi yang akan menjadi kursi belajarnya lagi sekarang. Kembali lagi ke kamar ini. Meninggalkan kemegahan rumah bangsawan Pananggalih beserta isinya.
Kemegahan yang nyatanya menggoreskan luka menyakitkan yang Gemintang yakin akan membekas seumur hidupnya.

Sore beranjak ketika Gemintang keluar dari kamar dan menutup pintu. Membiarkan Putri yang terlelap karena kelelahan.

--------------------------------------------------

"Tidak bisa begitu, Melanie. Gemintang itu sudah dewasa. Dia berhak menentukan hidupnya sendiri."

Suara seorang pria terdengar ditekan begitu rendah. Tangannya terlihat mengetuk meja berulang kali.

Hilmawan Desembriarto, menatap tajam pada seorang wanita berambut coklat yang disanggul rapi. Wanita yang duduk dengan tegak di depannya itu menipiskan bibirnya.

"Kau menyerahkannya pada orang yang salah, Mawan. Bagaimana mungkin aku bisa percaya padamu?"

"Kau bahkan tidak mau mengurusnya saat dia masih kecil. Dan sekarang kau datang untuk mengambilnya? Melanie...kau bahkan sudah menikah lagi dan...aku tidak mau anakku..."

Perempuan bernama Melanie itu mengangkat tangannya.

"Aku ingin bertemu anakku, Wan. Tolonglah."

"Aku tidak pernah melarang mu bertemu Gemintang. Kau yang tidak pernah meluangkan waktumu untuk bertemu dengannya."

Hilmawan Desembriarto beranjak. Tempat itu mulai ramai. Sebuah kafe yang dikunjungi Hilmawan sesaat lalu karena mantan istrinya yang bernama Melanie, tiba-tiba datang dan mengirimkan pesan, meminta haknya sebagai seorang Ibu.

"Kau boleh menemuinya karena itu tetap hak mu. Tapi, membawa Gemintang ke Perancis? Rasanya tidak."

Melanie menatap Hilmawan yang kembali menoleh padanya. Lalu pria itu berjalan dengan langkah cepat keluar dari kafe. Mengabaikan tatapan seorang pria lain yang duduk tak jauh dari meja mereka. Melanie menghela napas pelan. Suami barunya menunggu. Memberi dia dan Hilmawan waktu untuk bicara. Melanie menggeleng dan akhirnya melangkah menghampiri pria itu. Mereka keluar beriringan dengan diam.

------------------------------------

Gemintang termenung. Bapaknya baru saja keluar dari ruangannya. Dia datang dengan wajah yang kuyu. Dan tidak biasanya Bapaknya menyusul ke klinik. Pembicaraan mereka layaknya Bapaknya yang ber--monolog. Gemintang hanya mendengarkan tanpa tahu harus seperti apa. Jelas dia bingung. Apakah perlu menemui Ibunya yang bahkan meninggalkannya saat dia baru berusia 3 tahun? Tapi bagaimanapun juga dia Ibunya. Bermacam pikiran silih berganti. Penyangkalan. Pembenaran. Tumpang tindih di dalam otaknya.

Pintu diketuk. Sebuah kepala menjulur. Wajah yang tak ingin di temui oleh Gemintang saat dia kalut seperti ini.

"Ada perlu apa, Ngger?"

Angger masuk sambil mengernyitkan dahi.

"Harus ya ada perlu sama kamu kalau mau ketemu?"

Gemintang terdiam. Lalu menggeleng. Tangannya terulur mempersilahkan Angger duduk. Setelah kejadian itu...mereka seperti ini. Tidak ada kejelasan. Setidaknya buat Angger yang merasa belum mendapatkan jawaban dari Gemintang. Semua baginya masih tampak sebagai ketidakjelasan status hubungan. Tapi Gemintang menyuruhnya menunggu. Dan Angger menunggu.

"Sudah makan?" Pertanyaan klise keluar dari mulut Angger.

Gemintang menggeleng.

"Ya sudah ayo, makan." Angger beranjak dan menarik tangan Gemintang untuk keluar dari ruangannya. Gemintang berjalan dalam diam dan masuk ke mobil Angger yang terparkir di halaman. Mobil melaju cepat membelah jalan raya. Sepanjang jalan tak ada yang berbicara. Angger memilih diam dan menunggu. Menunggu Gemintang bercerita sendiri.

Mereka sampai di sebuah restoran dengan nuansa pedesaan. Dengan gazebo-gazebo di atas kolam ikan. Gemintang duduk dan menyelonjorkan kakinya, sementara Angger memesan makanan pada waiter yang mengikuti mereka.

"Ibuku."

Angger menoleh. Ikut menyelonjorkan kakinya hingga ke bawah meja kecil yang ada di tengah gazebo.

"Ibumu...kenapa?"

"Minta aku ikut dia ke Perancis. Aku ga ngerti dia dapat kabar darimana, tapi dia tahu permasalahanku sama keluargamu. Sama Mas Galih...maksudku."

"Temui saja, Mi. Ibumu. Bagaimanapun juga kamu itu...anak. Pernah 9 bulan menyatu dengan raganya. Selama dan se--sakit apapun perjalanan setelah kamu terpisah dari raganya...dia tetap Ibumu. Darahnya mengalir dalam tubuhmu."

"Ibuku. Aku ngerasa ga kenal Ngger sama dia."

"Ya kenalan. Sudah bukan waktunya lagi marah Mi. Hidup terlalu singkat untuk diisi dengan kemarahan."

"Bapak marah sama kamu."

Angger menghela napas pelan. Bapaknya Gemintang berhak marah padanya. Dia tidak akan menolak. Karena memang dia salah. Tapi dia menyadarinya. Dan berniat teguh memperbaiki semuanya.

Angger menyentuh ujung jari Gemintang. Namun sentuhan sekecil itu mampu membuat Gemintang terkesiap. Jelas sekali pikiran Gemintang sedang mengembara entah kemana.

"Makan dulu saja. Baru bicara lagi."

"Kita kok rasanya...garing ya Ngger?"

"Makanya pacaran ayo, biar ga garing."

Gemintang mencebik.

"Aku bahkan belum habis masa idah."

"Setelah itu..."

"Kerja yang bener."

Angger terdiam.

"Rasamu itu sudah luntur atau bagaimana, Mi..."

Gemintang mendongak. Menatap Angger dengan tatapan tak mengerti.

"Aku bukan tipe wanita gampang jatuh cinta. Cenderung susah. Dan kalau aku sudah jatuh cinta...paten."

Angger tergelak. Mengacak rambut Gemintang pelan. Menyadari bahwa Gemintang tipikal wanita yang tidak bisa dipaksa. Wanita yang cenderung menjalani takdir. Walaupun terkadang takdir menjadi kejam, seperti yang kemarin.

Mereka akhirnya makan setelah semua pesanan datang sambil sesekali berbincang tentang masalah pekerjaan. Segala sesuatu yang memang harus dibiarkan sesuai takdir. Sesekali tidak perlu ngoyo.

-----------------------------------------

Sebulan kemudian....

Ketika semua sudah kembali pada sebuah ketenangan....

"Kira-kira bisa terlacak secepatnya atau tidak kemana perginya pasien Galih itu, Pak?"

"Kami sedang mengusahakan pencarian. Dan kami berusaha sebaik mungkin."

"Terlalu berbahaya kalau dibiarkan terlalu lama berkeliaran, Pak."

"Kami sudah berkoordinasi dengan pihak rumah sakit. Kami perlu menanyakan beberapa hal pada Ibu Pananggalih namun kami turut prihatin pada keadaan beliau yang tiba-tiba drop. Kami akan mengundur semua hingga keadaan beliau membaik sambil terus melakukan pencarian."

Angger mengangguk pada seorang perwira polisi yang sedang berbicara dengannya. Mereka akhirnya berjalan di sepanjang koridor di mana Galih di rawat. Kabar tidak mengenakkan dan membuat Ibu tirinya menjadi drop baru saja mereka terima. Galih kabur dari Rumah Sakit Jiwa tempatnya di rawat!

-----------------------------------------------

Dari tatapan mata seorang pria di sebuah box telepon umum yang sudah rusak dengan cat biru yang mulai mengelupas dan tak mampu menyembunyikan noda karat. Tepat di depan sebuah klinik. Gemintang terlihat begitu ayu dan bersinar. Membuat pria itu tersenyum. Ada banyak perubahan dalam diri Gemintang yang dia lihat. Gemintang terlihat sumringah. Terlihat bahagia.

Pria itu mengenakan sebuah celana bahan berwarna hitam. Dengan kaos putih yang dibalut dengan jaket kulit berwarna coklat. Pria itu menunduk. Menutup wajahnya dengan topi dan menggeser berdirinya semakin tertutup box telepon saat Gemintang melajukan motornya keluar dari klinik. Gemintang terlihat berbincang sejenak dengan satpam sebelum akhirnya melajukan motornya cepat meninggalkan klinik tempatnya bekerja.

Pria di box telepon.

Bibirnya menipis. Lalu tertarik sebuah senyuman yang terlihat mengerikan. Senyuman yang terlihat penuh dengan rahasia dan rencana. Pria itu tetap dalam posisinya. Dia membetulkan letak tas ransel di pundaknya sebelum dia berjalan pelan. Berbalik menjauhi klinik. Lampu penerangan jalan yang sedikit temaram dan terkadang tidak menyala sama sekali di beberapa tempat, mencetak bayangan pria itu. Berjalan semakin menjauh. Semakin jauh dan berbelok di tikungan.

Galih...

Membawa raganya lari dari tempatnya diobati. Dia merasa tidak sakit. Merasa dirinya baik-baik saja. Pembicaraan kedua orangtuanya yang setengah berbisik di depan bangsal tempatnya tidur, menjadikan dia lari. Dia merasa dia tidak sakit dan sanggup melakukan apapun.

Dia tidak ingin bercerai dengan Gemintang seperti apa yang telah dikatakan Bapaknya. Gemintang itu cintanya, istrinya. Dan dia akan membawanya pergi menjauhi orang-orang yang menginginkan mereka berpisah. Makanya dia kabur. Dia lari untuk membawa Gemintang menghilang. Tidak saat ini. Tapi nanti saat suasana sudah memungkinkan.

Yang harus dia lakukan saat ini adalah...

Mencari sebuah losmen dan menghindar. Bersembunyi untuk muncul dan membawa Gemintang bersamanya. Pergi...

---------------------------------------

Krik..krik...krik...krik...

👑🐺
MRS BANG

Continue Reading

You'll Also Like

199K 15K 20
Perjalanan seorang wanita lajang yang putus asa oleh cintanya. Bertemu seorang pria lajang yang berusaha menyembuhkan luka hati. Bersama mereka diper...
5K 232 4
Ketika berusaha kabur dari orang-orang ayahnya, Kirana menumpahkan latte pada seorang pria yang menghalangi jalannya, menggagalkan kaburnya. Terima k...
646K 58.3K 45
Diterbitkan oleh Penerbit LovRinz (Pemesanan di Shopee Penerbit.LovRinzOfficial) *** "Jangan percaya kepada siapa pun. Semua bisa membahayakan nyawam...
158K 10.5K 21
Damar pasti sudah gila. Tidak. Kakaknya yang pasti sudah gila. Ah, tidak. Lebih tepatnya, kakak-kakaknya. Prita, Lyra, Dera, Ryan, Erlan, Dhika. Mere...