Head Over Heels (Kisah Cinta...

By sagirangisme

154K 13.1K 1.1K

Samudra Joseph Reagan dan Luhara Lituhayu putus di malam anniversary ke-7 mereka. Selain karena orangtuanya... More

Di balik Kerumitan Kisah Head Over Heels
1. Sam
2. Luh
3. Sam
4. Luh
5. Sam
6. Luh
7. Sam
8. Luh
10. LUH
11. Sam
12. LUH
13. SAM
14. Luh
15. Sam
16. Luh
17. Sam
18. Luh
19. Sam
20. Luh
21. Sam
Basa-basi Part 2
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Hai, Halo
Kabar terbaru dari Sam dan Luh

9. Sam

3.8K 398 54
By sagirangisme

"There's no certainty-only opportunity."

-V for Vendetta-

Harapan: Cepat atau lambat gue bisa move up dari Luh.

Kenyataan: Gue masih menyimpan fotonya di dompet.

Kesimpulan singkat: Nggak ada jaminan kalian bisa melupakan mantan dalam rentang waktu sebulan, dua bulan, atau bahkan setahun sekalipun.

Kapan hari nggak sengaja gue buka-buka dan baca artikel majalah perempuan di ruang tunggu kantor, Splash, Slash atau Squash, gue nggak ingat nama majalahnya yang bener yang mana, yang menyebut kalau melupakan adalah proses terberat sekaligus terpanjang ketimbang jatuh cinta itu sendiri, yang bisa saja terjadi dalam hitungan detik. Dalam film Before Sunrise, artikel itu ngasih contoh, proses jatuh cinta dimulai saat Jesse melihat Celine yang berpindah tempat duduk ke seberangnya dalam sebuah perjalanan kereta. Mereka ngobrol di restoran dalam kereta, Jesse iseng menceletuk kalau dia bakal menyesal seumur hidup kalau dia nggak mengatakan kegilaannya mengajak Celine turun di Vienna dan akhirnya Celine dengan impulsif mengikuti perjalanan random dengan orang asing yang ditemuinya di kereta.

Sesingkat itu mereka jatuh cinta pada pandangan pertama.

Kalian tanya pendapat gue soal artikel di atas?

Gue sih percaya-percaya aja, karena gue mengalami masa-masa seperti itu.

Pada saat Luh nyamperin gue di bangku kantin, ngenalin diri sebagai anak PR, lalu tiba-tiba mengelap sudut bibir gue pakai tisu sambil bilang, "Lo lucu ya, Sam, udah segede gini makan aja masih belepotan.", detik itu juga gue jatuh cinta sama Luh. Pada malam anniversary kami yang ketujuh, sebelum keluar mobil dan ninggalin gue, Luh bilang, "Thinking about it, Sam. Kalau kamu mau gini-gini aja, nggak ada niatan buat berubah sama sekali, I think i'm done with you, I can't take anymore.", saat itulah gue merasa bahwa gue bakal melewati waktu-waktu terberat dalam hidup; waktu yang gue lalui tanpa Luh.

Bagian yang kalian lewatkan dari pengakuan gue di atas, yang barangkali luput dari penyelidikan kalian, bukan berarti juga gue nggak bisa mengenyahkan segala hal tentang Luh Lituhayu dari benak gue, you've got my point now. Move up versi gue adalah ketika separuh pikiran gue isinya nggak melulu soal mantan tercinta gue itu, bukan juga minuman atau perempuan-perempuan yang bisa dikencani semalam kayak yang biasa dilakukan si Irham. Dalam kasus ini, misalnya, pekerjaan baru gue sebagai Art Director di kantornya Irham sedikit berhasil mengalihkan pikiran gue. Gumpalan sel kelabu di dalam kepala gue ini dipaksa keras buat mikir dan mengonsep berbagai macam ide, yang sebelumnya hanya gue fokusin buat mikirin Luh seorang.

Gue lagi ngomong seriusan ini.

Gue nggak lagi mabuk atau lagi ngigau karena stres di tengah-tengah kejaran deadline kerjaan.

"Need some coffee, Dude?"

Gue menoleh ke arah suara ringan itu berasal, kemudian mengulas senyum.

Kintani, Copy Writter paling berbakat versi gue yang dimiliki Aegis Advertise, yang sebenarnya bisa jadi bagian di Leo Burnett Group--kerja di dalam gedung yang lebih besar serta punya ruangan khusus dengan view indah nan megah dengan gaji yang luar biasa gede. Cuma Tuhan yang tahu isi kepalanya perempuan ini, dan juga alasan kenapa dia bisa memilih tetap bekerja di perusahaan level Medium Advertising Agency kepunyaannya Mas Victor Suwoko ini setelah melepas pekerjaannya sebagai reporer NatGeo.

Ngomong-ngomong, apa yang ditawarkan Kintani barusan bukan basa-basi yang biasa dilakukan perempuan yang ingin menarik perhatian laki-laki yang baru dikenalinya. Sambil ngomong begitu, dia menyodorkan cangkir yang mengepulkan asap harum ke arah gue, dan satu cangkir lagi buatnya sendiri.

"Moccachino, bener nggak?" Dia memastikan.

Gue nggak mungkin nolak kalau kopinya sudah terhidang di atas meja gue, kan?

"Thanks ya, Kin," kata gue, "lo nggak perlu repot-repot kayak gini padahal, kan gue bisa bikin sendiri, atau gue bisa minta tolong bikinin ke si Jeje. Biar dia nggak punya peluang buat makan gaji buta." Iya, gue suka nggak tahan kalau diperlakukan baik sama orang lain, apalagi sama perempuan secantik dan secerdas Kintani ini.

Waktu lagi kumpul bareng di 365 Eco Bar, Rikas ngasih pertanyaan ke si Irham, sampai di umurnya sekarang, kenapa dia nggak memperlihatkan sedikit pun keseriusannya naruh komit ke perempuan. Rikas sama Dewi. Gue sama Luh-iya, itu dulu. Sementara Irham sama perempuan-perempuan yang dikencaninya semalam. Lalu dengan entengnya, Irham menjawab, "Karena gue percaya kalau kebanyakan cewek nggak bawa mutual gen secara barengan pas lahir. Dia yang beruntung punya packaging oke nih, Man, biasanya isi kepalanya kopong. Berlaku juga sebaliknya. Jadi mustahil buat gue dapetin paket komplet kayak begitu. Bener nggak omongan gue, Bule?" Dia melempar pertanyaan ke gue, yang gue balas dengan mengangkat bahu.

Kehadiran Kintani ini benar-benar membumihangsukan kemustahilan yang selama ini dipercaya sama sahabat gue itu. Secara fisik, Kintani tipikal model iklan sabun era Luna Maya, Dian Sastro, dkk,. Tinggi-langsing, kulit putih-mulus, rambut hitam lurus sebahu dan punya senyum memikat. Hanya saja, dia kelewat cuek sama penampilannya. Kayak kali ini, dia cuma pakai celana jins, kemeja yang tiga kancing teratasnya dilepas dan sepatu keds dengan rambut yang diikat ekor kuda. Melihat perempuan di depan gue ini bikin keingetan sama teori gue waktu itu, kalau orang cakep dipakein apa aja bakal tetep cakep aja jatuhnya.

"Any time, Sam," responsnya sambil mengempaskan tubuh ke kursi kubikel di seberang gue. "Just wanna make his job easier, right? Kasihan juga dia kerja dari pagi sampe malam, disuruh ngerjain ini itu, tapi gajinya nggak naik-naik, terus nggak dapet bonus atau THR karena cuma pegawe kontrak."

Dan dia punya kebaikan hati yang bikin gue terkagum-kagum.

***

GUE jadi inget pas hari pertama kerja, hari yang bikin gue kaget sama ritme kerja di perusahaan advertising yang punya prinsip "seenak" dan "seenek" gue ini.

Irham baru saja memenangi tender iklan sebuah produk perusahaan biskuit. Mereka meminta dibuatkan iklan dengan konsep yang brilian dan nggak pasaran. Orang sekantor langsung belingsatan. Termasuk gue yang belum tahu harus mengerjakan apa, selain duduk menghadap layar komputer di kubikel gue. Jangan bayangin training dengan berbagai arahan kayak yang kalian tahu selama ini, yang mirip kerbau dicocok hidung yang kalian cuma perlu angguk-angguk sok paham dan tersenyum penuh kebanggaan saat dipuji sama atasan. Waktu itu gue langsung dikasih kerjaan yang gue nggak paham harus memulai dari mana. Gue kayak pemuda baik-baik dalam film The Fury  yang diperanin Logan Lerman, yang disuruh tempur langsung ke medan perang, yang padahal megang senjata saja dia sudah gemetaran. Gue menoleh ke arah laki-laki berkacamata di kubikel samping gue, yang lagi konsentrasi sama software indesign di layar komputer di hadapannya, kemudian bengong. Gue mau cari Irham juga, nggak tahu dia cabut ke mana setelah rapat bubar. Untungnya, Aegis punya Kintani.

"Kintani," Perempuan yang duduk di kubikel seberang sambil mengulurkan tangan, "Just call me, Kin. Lebih simpel, kan? Lebih enak didenger juga sih, menurut gue."

Gue menjabat uluran tangannya. "Samudra, but you can call me tonight," kata gue waktu itu sambil nyengir garing. Yah, itu lawakan yang udah ketinggalan zaman harusnya.

Perempuan di seberang gue tertawa cukup keras. "Eh, lo lucu juga ya, ternyata. Yakin lo temennya si Irham?"

Gue mengangguk kikuk, nggak tahu kenapa dia bilang begitu.

"Kenalin, gue orang paling nggak kreatif di tempat ini," ucapnya masih dengan gaya yang sama. "Kabar baiknya, gue masuk kategori dua perempuan tercantik sekantor ini, lho. Mau gabung buat merayakan prestasi gue itu?"

Pasti gue iya-in-lah.

Dia perempuan paling cantik yang gue temui tahun ini, setelah Luh tapi.

"Karena cuma ada dua cewek yang kerja di kantor ini, Bule. Lo jangan sampai deh termakan omongan cewek ini," Irham, sahabat gue yang di kantor ini menjabat sebagai Account Executive, yang artinya dia adalah atasan kami, tiba-tiba menghampiri gue sambil nyerahin beberapa file sambil nyeletuk. "Dan lo Kin, jangan coba-coba godain ini anak, ya. Just so you know, he's really good guy!"

"Idih, induk semangnya ngambekan. Nggak janji ya gue. Lagian, Om, cowok baik-baik kan jodohnya sama gadis baik-baik juga." Kintani mengulas senyum culas sambil mengedipkan mata ke arah Irham, yang dibalas Irham dengan dengusan--dan bikin gue nggak paham sama mereka. Itu kali pertama gue berkenalan dengan Kintani, juga kali pertama melihat Irham memperlakukan perempuan nggak semanis biasanya.

Kintani is always Kintani.

Dia rekan kerja yang gesit dan juga menyenangkan. Misalnya nih, saat gue lagi bermonolog buat presentasi konsep iklan di kursi gue, Kintani yang duduk di kursinya mengetik di keyboard. Setelah gue beres ngomong, dia sudah berjalan ke mesin pencetak, mengambil lembar-lembar hasil visualisasi dari otak gue ke dalam tulisan dan menyerahkannya ke gue sambil bilang, "Ini gue udah catetin, Sam. Lo baca ulang dulu sebelum kita lanjut diskusinya, oke? Gue mau bikin kopi dulu sekarang." Sementara gue cuma bengong menatap dia dan kertas di tangan gue. Kayaknya dia sejenis robot android yang diciptakan masa depan yang tersesat mesin waktu di masa sekarang.

Berlebihan banget ya pujian gue?

Yang perlu gue luruskan di sini adalah; meskipun gue membicarakan Kintani lebih banyak dan memuji-muji dia daripada gue ngomongin soal pekerjaan baru gue yang ternyata cukup menantang, bukan berarti gue naksir sama dia. Gue bukan si Irham yang setiap kali ketemu perempuan bisa langsung terpesona dan ngajakin kencan. Yang perlu kalian ketahui dari diri gue adalah; meski ada ribuan perempuan secantik dan seseksi model-model Victoria's Secret di samping gue, cinta mati gue tetap Luh seorang. Kalimat gue barusan bukan meluncur dari seseorang yang gagal move on, catetin tolong, tapi dari seseorang yang merasa telah menemukan cinta sejati.

Alibi?

Iya, gue tahu banget apa yang ada di pikiran kalian dan gue mau belajar nggak peduli sekarang.

"Bule, kerjaan lo masih belum selesai, kan?" Irham keluar dari ruangannya dan langsung menghampiri kubikel gue.

Gue yang lagi nyeruput kopi menggeleng.

"Kalau gitu gue cabut duluan."

"Gue balik sendiri dong?" Gue bertanya dengan tololnya.

"Oh, nggak, tenang aja. Gue bakal balik lagi ke sini buat menjemput majikan gue ini," sindirnya.

"Nggak gitu juga maksud gue, Ham. Gue bisa naik taksi, gojek atau--"

"Biar gue yang nganter lo balik entar, Sam," Kintani ikut menyahut. "Sekalian makan bareng juga, gimana? Ada tempat makan seafood kaki lima gitu yang pengin gue datengin. Kata temen gue di IG, makanannya nggak kalah sama resto bintang lima." Dia kembali ke kerjaannya setelah berkata begitu.

Irham memutar tubuhnya, menatap lurus ke kubikel Kintani. "Gue yang malah jadi nggak tenang, Neng! Sekali lagi gue peringatin lo ya, jangan coba-coba gangguin ini anak."

"Sam, lo ngerasa gue ganggu, nggak?" Kintani bertanya tanpa menatap siapa pun, selain layar komputer di hadapannya.

"Absolutely not, Kin." Kenapa pula gue harus terganggu dengan kebaikannya?

Setelah mendengar jawaban gue, Kintani menatap ke arah Irham. "See?" ucapnya sambil mengangkat kedua bahu, membuat laki-laki yang diejeknya bersungut-sungut.

"Lo ada apa Ham balik buru-buru gitu?" Gue menengahi perang dingin antara mereka.

"Rikas nelepon gue barusan, dia mau bicarain kepulangannya ke Makassar."

"Pulang?" Gue membeo ucapannya.

"Bokapnya lagi di UGD. Ada kemungkinan dia pulang kampung dan nggak balik lagi ke sini. Kita lagi mau bahas itu sekarang, lo di sini aja sampai kerjaan beres," jelasnya. "Gue cabut sekarang, Bule. Lo hati-hati entar kalau beneran mau pulang sama cewek ini." Wajahnya menunjuk Kintani yang menanggapinya acuh nggak acuh.

Hati-hati apa?

Hati-hati supaya gue nggak jatuh cinta ke dia?

Mau taruhan sama gue? []




Karena saya sedang baik hati, saya pos bab 9 yang merupakan rangkaian repost. Mulai minggu depan, saya akan mengunggah bab baru yang masih sangat fresh. Jadi terus pantengin kisah ironis tentang Samudra dan Luhara ini. Saya juga nunggu komen kalian, kasih masukan dll.

Continue Reading

You'll Also Like

210K 10.7K 36
Naksir bapak kos sendiri boleh gak sih? boleh dong ya, kan lumayan kalau aku dijadikan istri plus dapet satu set usaha kosan dia
259K 43.5K 40
Marie Osmond once said, "Tragedy plus time equals humor. True, what could be funnier than living tragedy every day and still surviving? One is trying...
9.8K 1.7K 5
[Tenaga Pendidik Version] Seven still choosy and Juni still clumsy
16.9K 2.1K 9
CERITA INI HANYA DIUNGGAH 7 BAB PERTAMA SEBAGAI TEASER "Lo pengen nggak Cit, kalau cowok yang lo taksir balas naksir sama lo? Gue punya sesuatu yang...