Sorry for slow update guys
Happy Reading yo^^
∆∆∆
"Kenape lo? Cemberut mulu dari tadi?" Jennie menyenggol tangan Lalisa yang sedang menahan dagunya itu.
"Kesel gue, kok tiba-tiba ganti jadi full day school? Tadi pas bagian Biologi kan masih tetep, lah sekarang kok jadi ganti. Kan gue gak bawa buku Bahasa Inggris jadinya." Jennie mendengus.
"Gitu aja kok kesel sih Lis." Lalisa membulatkan bola matanya malas.
"Tugas nulis Bu Risma kan seabrek, dia malah bilang nanti pas bagian dia salin ke buku catatan Inggris lagi. Kesel sumpah." Lalisa meniup poninya kesal.
"Kayak nggak tau Bu Risma aja elo mah, tau sendiri itu guru nggak setengah-setengah kalo ngasih tugas." Ucap Jennie ikut kesal.
"Tapi hari Sabtu kan jadi libur." Timpal Rosa yang memegang ujung rambutnya, mengecek apakah bercabang atau tidak, ternyata tidak.
"Jadinya sekarang nggak cuma malem Minggu yang indah, malem Sabtu juga." Celetuk Mila.
"Berarti bisa dimanfaatin jadi hari pacaran dong ya." Ucapan Jennie itu disambut cibiran Lalisa, dan jitakan cukup keras di dahi dari Rosa.
"Alah dulu lo susah banget nerima si Oldan kok sekarang malah elo yang ngebet?" Cecar Rosa pedas, membuat Jennie mengerucutkan bibirnya kesal.
"Yaelah Ros, elo cewek tapi kok kagak ngerti sih? Jual mahal dikit gak papalah." Jennie tertawa pelan, Rosa hanya bisa mencibir.
"Jangan ketawa sis, mata lo tinggal segaris soalnya."
Tawa Jennie terhenti, diganti dengan cemberut yang tadi menghiasi wajahnya.
"Eh Lis, gimana tadi pas di kantin sama Samudra." Lalisa mengerutkan keningnya.
"Ya makan lah." Mila yang menanyakan hal itu hanya mendengus kesal.
"Kalo gitumah gue juga tau, elo mah cantik-cantik bego ya." Sungut Mila kesal, Lalisa hanya tersenyum nggak jelas.
"Gue tau kok gue cantik Mil." Lalisa mengedipkan sebelah matanya.
"Jijik anjir." Ucap Rosa dan Jennie bersamaan.
"Gue nanya beneran, Lalis ih!"
"Ya tadi di kantin kan emang makan doang."
"Tapi tadi kok gue liat Samudra nyodorin jari kelingkingnya?" Lalisa menaikkan sebelah alisnya.
"Oh itu. Tadi gue sama dia ngebuat janji gitu."
"Janji apaan?" Rosa, Jennie dan Mila menatap Lalisa antusias.
"Aduh kok gue berasa di acara gosip sih?" Lalisa tertawa kecil.
"Ih buruan jawab Lalis, kita nggak nungguin elo ketawa." Ucap Rosa kesal.
"Sabar buk. Ya janji, Samudra bilang dia janji gak bakalan berpaling dari gue. Dan dia ngajak gue ngelakuin hal yang sama kayak dia." Ketiga sahabat Lalisa mengangguk mengerti.
"Tapi kok gue yang malah khawatir ya Lis? Di Amrik sana kan pergaulannya bebas. Ngerokok, mabok, malahan ngelakuin hal yang 'tabu' itu bukan aneh lagi, kayak udah biasa." Jennie berceloteh sambil mengerutkan keningnya. Sontak Mila menjitak kepala Jennie dengan sedikit cukup keras.
"Elo kok ngomongnya gitu sih?" Mila menatap Jennie dengan pandangan memperingatkan.
Lalisa menatap lurus ke depan, tetapi tidak memperhatikan Rosa yang didepannya.
Apa yang diucapkan Jennie masuk akal juga, bagaimanapun ia tidak bisa mengabaikan fakta tentang pergaulan di sana.
Bagaimana jika Samudra melakukan salah satu yang dikatakan Jennie tadi? Atau bahkan semuanya?
Lalisa mendesah, kini perasaan khawatir lain menghinggapi hatinya.
"Eh Lis maaf ya gue nggak bermaksud ngomong kayak gitu." Jennie menatap Lalisa dengan pandangan menyesal.
"Nggak papa kok Jen, elo nggak salah kok."
"Eh eh Bu Siska dateng." Bisik Rosa.
Bukannya apa-apa, Bu Siska itu termasuk guru killer yang nggak cuma sikapnya aja yang nggak disukai, penampilannya juga.
Kacamata yang dipakainya bergagang gelap, terlihat lebih besar dan tebal daripada kacamata kebanyakan. Bu Siska sering memakai baju yang tidak cocok untuknya, mulai dari baju besar yang kedodoran, sampai kemeja panjang bunga-bunga yang warnanya cukup menyakitkan mata.
Sebenarnya Bu Siska masih cukup muda, baru bulan kemarin ia memasuki kepala tiga namun sikapnya yang terlalu sensitif membuat siapapun akan menganggap bahwa seorang anak kecil terperangkap dalam tubuh orang dewasa.
Jika siswa acuh sedikit saja maka guru itu akan segera mencecar siswa yang ia anggap tidak menghargai jam pelajarannya.
Fyi, Bu Siska mengajar pelajaran Matematika Peminatan, dan sekarang ia sedang memberi contoh soal dari suatu rumus yang cukup panjang.
Lalisa yang cukup serius memperhatikan tiba-tiba merasa ingin ke toilet. Lagipula ia ingin menyegarkan pikirannya yang terus memikirkan ucapan Jennie.
"Ma.. maaf Bu, saya boleh ke toilet sebentar?" Bu Siska menatap Lalisa tajam, lalu mengangguk sekilas.
"Boleh, tapi sendiri. Gak usah minta temenin sama temen kamu, karena kamu udah gede. Nggak butuh dianter-anter." Ucap Bu Siska sarkastis ketika Jennie juga ikut bangkit dari kursinya. Ia meringis pelan.
Lalisa segera keluar dari kelas dan dengan langkah yang cepat pergi menuju toilet di ujung lorong.
Setelah selesai dengan panggilan alamnya Lalisa mulai melangkah keluar dari toilet, mata bulatnya tiba-tiba melihat sosok yang ia kenal dengan baik.
Samudra dengan seragam yang dikeluarkan berjalan dengan santai sambil fokus menatap ponselnya, Lalisa kemudian mendengar ponselnya berbunyi.
"Lalis keluar sebentar."
"Kenapa?" Lalisa duduk di kursi dekat kelas IPS, menunggu Samudra mendongak dan mengenalinya.
"Kangeeenn." Samudra mendongak sekilas dan tersenyum cerah ketika matanya yang tajam melihat Lalisa yang duduk sambil menatap kearahnya.
"Lalis kok udah di luar?" Samudra duduk di samping Lalisa dan menatap cewek itu dengan gemas.
"Dari toilet." Jawab Lalisa seadanya.
"Kamu kok di luar kelas?" Sambung Lalisa sambil melihat lebih jelas penampilan Samudra.
Bajunya dikeluarin, letak dasinya nggak karuan, sepatunya juga tidak berwarna hitam padahal hari itu hari Senin.
"Bolos?" Ucap Lalisa sarkastis.
"Nggak juga, aku udah izin ke toilet kok. Tapi ya karena kesel jalan-jalan ke sini." Balas Samudra dengan wajah datar tanpa dosa.
"Kamu mau kuliah di Amrik tapi suka kayak gini. Gimana sih?" Samudra menaikkan sebelah alisnya melihat Lalisa yang kelihatan kesal.
"Emang universitas sana mau nerima murid kayak gini?"
"Emang kenapa? Aku pinter kok." Jawab Samudra percaya diri.
"Ya percuma pinter kalo males kayak kamu." Samudra menghela nafasnya dalam
"Lagi kesel karena ada yang kamu pikirin ya?" Tebak Samudra dengan jitu.
"Nggak."
"Yakin."
"Nggak aku nggak mikirin sesuatu."
"Tapi kok aku nggak ngerasa kamu jujur sama aku?"
"Aku suka cewek yang jujur Lalis."
Lalisa terdiam. Jujur, ia masih terus memikirkan perkataan Jennie. Hal itu terus saja terngiang-ngiang di otaknya, sampai ia sendiri menjadi muak. Ya, overthinking.
"Kenapa Lis? Kamu khawatir sama pergaulan aku nanti di Amrik?" Lalisa membulatkan matanya, bagaimana Samudra bisa sampai tahu?
"Aku nggak bakalan ngelakuin hal yang aneh-aneh sayang, percaya sama aku. Jangan overthinking gitu ah."
"Aku nggak bakalan ngerokok, useless. Mabok? apalagi. Terus ngelakuin hal tabu gak akan pernah aku lakuin. Aku cuma milik kamu Lalis." Tegas Samudra sambil tersenyum.
"Tapi.. kamu tau darimana?" Tanya Lalisa kikuk.
"Tadi Jennie ngirim chat ke grup khusus." Alis Lalisa naik.
"Maksudnya?" Samudra meringis, aduh salah ngomong.
"Mm.. maksudnya grup buat.. sahabat kamu ngasih informasi ke aku." Samudra menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
Lalisa menghembuskan nafasnya kasar. Benar-benar.
"Jadi maksudnya aku dimata-matain gitu?"
"Nggak, nggak kayak gitu." Samudra jadi serba salah.
"Terus gimana?"
"Jangan mikir yang nggak-nggak dulu Lis, maksud aku bukan gitu."
"Maksudnya aku tuh mau ngelindungin kamu, tapi kan aku gak bisa ngawasin kamu setiap saat." Alasan Samudra memang tidak sepenuhnya benar, tetapi ia tidak ingin membuat Lalisa marah.
"Kamu lagi belajar kan? Aku antar ke kelas ya?" Ucap Samudra mencoba mengalihkan perhatian, dan.. berhasil.
"Yaudah ayo." Mereka berjalan berdua dengan pelan menuju kelas Lalisa. Dan ketika ia sampai Lalisa sampai duluan omongan pedas Bu Siska keluar.
"Dari mana aja kamu?!" Lalisa meringis, tapi sebelum ia membuka mulutnya Samudra berdiri di belakang Lalisa
"Tadi saya ngajak ngobrol dia sebentar bu." Ucap Samudra dengan nada dingin, Bu Siska terkesiap. Melihat Samudra, anak pendidik yayasan yang notabene dingin luar biasa berasa di belakang Lalisa membuatnya sedikit kaget, ia mendengus.
"Yaudah Lalis kamu duduk lagi, jangan malah diem di pintu." Lalisa menolehkan wajahnya ke arah Samudra.
"Semangat." Ucap Samudra sambil tersenyum.
∆∆∆
Thanks for 100k Readers>.<
Nggak percaya banget sumpah cerita receh kayak gini banyak yang suka:') ( geer amat lu )
Btw ada yang mau nanya sesuatu nggak sama :
1. Samudra?
2. Lalisa?
3. 3 curut alias Rosa, Jennie, Mila?
Atau malah...
Author ( Kepedean amat lu thor-_- )
Bakal dijawab sebisanya kok :v asal jangan nanyain spoiler yak :v