[3] My Wife Stella

By Alvarosha99

2.4M 63.7K 1.2K

Apa yang terjadi jika sebuah pernikahan terjadi tanpa adanya cinta? Pernikahan yang terjadi hanya karna perjo... More

🍁 Chapter [1] 🍁
🍁 Chapter [2] 🍁
🍁 Chapter [3] 🍁
🍁 Chapter [4] 🍁
🍁 Chapter [5] 🍁
🍁 Chapter [6] 🍁
🍁 Chapter [7] 🍁
🍁 Chapter [8] 🍁
🍁 Chapter [9] 🍁
🍁 Chapter [10] 🍁
🍁 Chapter [11] 🍁
🍁 Chapter [12] 🍁
🍁 Chapter [13] 🍁
🍁 Chapter [14] 🍁
🍁 Chapter [15] 🍁
🍁 Chapter [16] 🍁
🍁 Chapter [17] 🍁
🍁 Chapter [18] 🍁
🍁 Chapter [19] 🍁
🍁 Chapter [20] 🍁
🍁 Chapter [21] 🍁
🍁 Chapter [22] 🍁
🍁 Chapter [23] 🍁
🍁 Chapter [24] 🍁
🍁 Chapter [25] 🍁
🍁 Chapter [26] 🍁
🍁 Chapter [27] 🍁
🍁 Chapter [28] 🍁
🍁 Chapter [29] 🍁
🍁 [Attention!] 🍁
🍁 Chapter [30] 🍁
🍁 Chapter [31] 🍁
🍁 Chapter [32] 🍁
🍁 Chapter [33] 🍁
🍁 Chapter [34] 🍁
🍁 Chapter [35] 🍁
🍁 Chapter [36] 🍁
🍁 Chapter [38] 🍁
🍁 Chapter [39] 🍁
🍁 Chapter [40] - ENDING 🍁
🍁 [Friendship Favorable] 🍁
🍁 [Bonus Part 1] 🍁
🍁 [Bonus Part 2] 🍁
🍁 [SEQUEL?] 🍁
🍁 [Questions About My Wife Stella] 🍁
🍁 [SEQUEL :: My Wife Stella] 🍁

🍁 Chapter [37] 🍁

25.7K 577 14
By Alvarosha99

Author POV

Stella memasuki rumahnya dengan Alaric. Sambutan meriah datang dari Sean dan Cindy yang sengaja datang kerumah Stella untuk memberi kejutan.

"Aku fikir Mamah udah pulang kerumah, ternyata malah kesini"

"Masa anaknya pulang gak ada orang. Nih Mamah udah masakin makanan kesukaan kamu. Ayo makan dulu, biar Nadine Mamah yang gendong"

"Aku mau mandi dulu deh, Mah. Badanku lengket semua"

"Yaudah jangan lama-lama pake air hangat ya, kamu gak bisa kena dingin dulu"

"Iya, Mah. Aku tau"

Stella menaiki tangga menuju kamarnya. Segera Stella mandi dan turun kembali ke bawah. Disana masih berkumpul dengan Nadine ditengahnya. Alaric sangat senang mendapatkan cucu keduanya apalagi perempuan itu adalah cucu kesayangannya.

"Laki-laki ataupun perempuan sama saja mas. Dia tetap cucu kita kan"ucap Cindy.

"Iya tapi aku lebih menyukai anak perempuan karna penurut gampang di aturnya dibanding anak laki-laki seringnya malah buat masalah"balas Alaric.

"Ayah... Jangan bilang begitu, kasian dong David dia gak ada yang, sayang"ledek Stella.

"Siapa yang bilang Mamah sayang ko sama David. Dia itu seperti Samuel waktu kecil mudah sakit tapinya anteng gak nyusahin orangtuanya. Pokoknya persis deh kaya Ayahnya"sahut Sean.

Stella terdiam mendengar penuturan Ibu mertuanya itu. Bagaimana jika dia tau bahwa David bukanlah cucu kandungnya. Dan bagaimana caranya juga Stella dapat menjelaskan semuanya. Ini terlalu rumit.

"Hey... Kamu kenapa, Nak?"tanya Cindy.

"Eh? Ngga ko, Mah. Ayo makan nanti keburu dingin"jawab Stella.

Cindy pun tersenyum lembut membelai kepala Stella. Alaric pun bangkit kemudian disusul dengan Sean juga. Nadine di taruh kedalam kamar mereka.

🍁🍁🍁

Samuel membuka perlahan matanya ia pun melihat sang adik duduk tenang di sofa samping dirinya dengan berkas di tangannya.

"Dam..."

"Eh? Abang udah bangun. Mau apa, Bang?"

"Ngga. Udah duduk aja lagi"

Adam menurut dan kembali duduk memandangi wajah sang kakak yang tampak lebih bersinar. Entah mengapa Adam merasa bahwa ada yang tidak beres disini.

"Bang... Kenapa si? Cerita dong"bujuk Adam.

"Kamu kepo juga ya hehe"ucap Samuel masih dengan senyum tipisnya.

Adam terkekeh mendengar ucapan sang kakak kemudian kembali pada berkas yang sedari tadi ia pegang.

"Dam... Gimana dengan perusahaan? Semuanya lancar?"

"Lancar, Bang. Tenang serahin aja semuanya sama Adam hehe"

"Maaf ya kamu pasti repot mengurus banyak perusahaan. Abang memang cuma--"

"Ishh apaan si, Bang. Ini udah jadi kewajiban aku. Kan Abang itu model dan perusahaan memang pekerjaan aku. Duduk dan membereskan dokumen, memajukan perusahaan Ayah itu tugas aku. Udahlah Bang, Abang fokus aja sehat dulu gak usah mikirin apa-apa dulu"

"Baiklah, makasih ya udah jagain Abang. Abang harap kamu bisa memajukan perusahaan Ayah, dan tetap rendah hati. Jangan sampe kamu jadi orang yang sombong apalagi merendahkan orang lain. Kamu harus bisa menghargai orang yang bekerja sama kamu, harus tetap bersyukur dan jangan lupakan harus tetap menyumbangkan minimal 10% dari pendapatan perusahaan sebulan ke panti. Banyak yang lebih membutuhkan, Dam"

"Iya, Abang. Pasti ko, Adam gak pernah lupain pesan dari Abang"

Samuel pun kembali tertidur dan Adam mencoba fokus kembali ke berkasnya. Namun baru beberapa saat Adam kembali fokus pada Samuel.

"Jangan katakan ini terakhir kalinya Abang nasehati Adam. Jangan... Adam masih membutuhkan Abang"ucap Adam sambil menatap wajah Samuel.

🍁🍁🍁

Keesokan Harinya~

Samuel begitu menantikan hari ini karna sekarang ia bisa pulang kerumah, doanya begitu cepat di kabulkan karna Samuel memang sudah sangat bosan berada di rumah sakit, Samuel pun sudah berjanji akan menuruti semua nasihat dokter sehingga ia bisa cepat pulang kerumah. Pagi ini saja Stella sudah ada dirumah sakit membantunya memberesi pakaian dan segala aktivitas lainnya.

Tak lupa Samuel pun juga melihat kondisi David yang masih dirawat. Hatinya tersentuh kala melihat Steven tertidur di dekat David dengan menggenggam telapak tangan mungil David. Rasa bersalah entah mengapa menyelimutinya. Ia merasa telah merebut kebahagiaan Steven.

"Apakah ini semua adalah benar? Atau justru sebaliknya"

Samuel pun memilih berbalik dan menemui Stella yang sudah selesai mengurus administrasinya. Mereka berdua pergi pulang dan akan kembali lagi siang nanti untuk menjaga David. Samuel sadar betul dirinya tidak bisa menghilangkan rasa bersalahnya jika melihat Steven.

"Aku bagai duri dalam rumah tangga kalian. Meski kemunculanku tidak sepenuhnya salah. Tapi aku merasa tlah menjadi penghalang kalian berdua. Apa yang harus kulakukan"batin Samuel.

🍁🍁🍁

Pukul 12.00 WIB.

Stella sudah rapi dengan dress selutut berwarna hijau di padukan dengan cardigan putihnya serta flat shoesnya ia tampil modis untuk kembali lagi kerumah sakit. Cindy dan Sean masih berada dirumahnya karna membantu menjaga Nadine dan juga keperluan Samuel. Seperti saat ini, Stella sedang menyiapkan makanan Samuel dan Nadine yang berada di gendongan Cindy. Stella memutuskan untuk sendirian yang menjaga David, mengingat keadaan Samuel yang masih butuh istirahat Stella tidak ingin membuat keadaan Samuel kembali memburuk.

"Makasih ya, Mah. Aku jadi kebantu dengan adanya Mamah disini"ucap Stella.

"Iya dong, kamu tenang aja, sayang. Sampe samuel benar-benar sembuh Mamah akan berada disini membantumu"balas Cindy.

Tak lama Sean datang menghampiri menantu kesayangannya itu.

"Sayang, ayo cepet katanya mau kerumah sakit. Kan gak enak juga minta tolong Steven terus"bisik Sean.

"Iya, Mah. Yaudah aku berangkat sekarang, assalamualaikum"pamit Stella.

"Walaikumsalam"sahut Cindy dan Sean berbarengan.

🍁🍁🍁

Stella menjejaki lantai marmer rumah sakit dengan sedikit gemetar, ia kurang nyaman dengan sikap Steven. Baginya kini sudah waktunya mantan suaminya itu untuk memulai lembaran baru dengan begitu ia akan merasa sedikit... Lega.

KREETT~

"Assalamualaikum"

"Walaikumsalam. Stella... Kamu sendirian?"

"Iya, Mas"

Stella menaruh buah serta makanan di meja dekat ranjang David. Saat ini David masih tertidur nyenyak setelah makan dan minum obat. Stella pun menghampiri Steven yang sudah memberesi perlengkapannya.

"Aku pulang dulu. Kalau ada sesuatu hubungi aku saja"

"Gak usah, Mas. Aku bisa urus David sendiri mulai sekarang"

"Kamu lupa atau bagaimana? Dia ini juga anakku, Stella. Kita harus sama-sama mengurus dia"

"Tapi sekarang dia menjadi anakku dengan Samuel"

DEG.

Steven tak menyangka Stella akan berucap kasar seperti itu. Kenapa dirinya seakan begitu kejam? Apa mungkin luka yang ia torehkan begitu dalam sehingga Stella begitu membencinya?

"Maaf, tapi--"

"Sudahlah, Mas. Aku tidak ingin ribut lagi. Tapi aku minta kepadamu, pergi dan mulailah kehidupan barumu, aku sudah bahagia dengan Samuel, David, dan Nadine, Clara juga sudah bahagia dengan William, kini kamu yang harus bahagia dengan pilihanmu. Dan aku sudah memutuskan untuk tetap merahasiakan identitas David, ku harap kau pun mengerti karna David pasti sangat membutuhkanku daripada kamu"

Steven tak sanggup berkata lagi setelah ucapan menyakitkan Stella, dan ia pun memilih pergi meninggalkan Stella sebelum air matanya jatuh. Steven pun bersandar pada dinding di luar kamar David. Jantungnya masih berdetak keras. Perasaannya masih sama. Stella masih berada di hatinya yang terdalam. Tapi kenyataan menjungkir balikkan harapannya.

"Bagaimana mungkin aku bisa membuka lembaran baru sedangkan hatiku dan janjiku hanya untukmu"batin Steven.

🍁🍁🍁

Samuel duduk santai di gazebo belakang rumahnya bersama dengan Nadine. Ia kini merasa hidupnya begitu sempurna dengan hadirnya malaikat cantik di rumah tangganya. Dia darah dagingnya, sang penerus bagi perusahaan dan keluarga Meshach.

"Apa yang kamu lakukan, Sam! Kamu itu masih harus banyak istirahat dikamar ini malah duduk nyantai disini"teriak Sean.

"Aku cuma menikmati waktuku sebagai Ayah, Mah. Apa itu salah?"sahut Samuel tenang.

"Ya ngga sih. Tapi kan--"ucapan Sean terpotong oleh ucapan Samuel.

"Mungkin esok atau lusa aku tidak akan bisa merasakan semua ini lagi, Mah"

"Sam... Apa yang kamu katakan barusan"

"Aku hanya merasa... Begitu bahagia Mah itu saja"

Sean terdiam melihat Samuel yang mencium serta mengusap lembut Nadine. Air mata tak tertahankan keluar begitu saja membasahi pipi Sean.

"Jangan katakan hal itu lagi, Sam. Berjanjilah untuk tidak pernah meninggalkan Mamah dan juga keluarga ini. Mamah mohon"

"Tentu, Mah. Aku akan selalu berada disini, selamanya"

Sean pun mendekati Samuel dan memeluk erat putranya itu. Dan tak di sangka Cindy pun memperhatikan di balik tembok penghubung dengan mata sembab sehabis menangis.

"Jika Samuel sudah tidak ada disini lagi, apa yang akan terjadi? Astagfirullah pikiran macam apa itu aduh jangan sampai menjadi nyata ya allah"batin Cindy.

🍁🍁🍁

Stella membantu David untuk makan dan tentunya minum obat, David sudah mulai bisa mengucapkan kata Ayah, Mamah, dan kata sederhana lainnya. Perkembangan David sedikit melambat, dan Stella belum memeriksakan keadaan David lagi. Mungkin nanti ia akan membicarakan dengan dokter David.

"Mam...mah"

"Apa, sayang?"

Stella mencium gemas pipi David yang kemerah-merahan, betapa David sungguh mempesona di usia kecilnya. Stella bahkan berniat untuk mendaftarkan David menjadi artis nantinya. Stella yakin David akan mengikuti jejak Samuel sebagai model atau penyanyi nantinya.

"Janji sama Bunda ya, kamu harus cepat sembuh dan kita akan selalu bersama"

"Hemmm"

Sahutan David yang belum jelas itu di anggap sebagai "Iya" bagi Stella. Wajah David semakin membuat Stella takut akan kebenarannya yang merupakan anak kandung dari Steven Vallerosha. Bagaimana jika semuanya terungkap di saat dirinya belum cukup kuat untuk hari itu tiba.

"Apakah kamu akan siap, Nak. Jika suatu saat nanti kebenaran ini akan terungkap? Apa kamu akan membenci Bundamu ini karna sudah menutupinya? Dan kamu akan pergi meninggalkan Bunda selamanya. Ngga, kamu gak boleh kaya gitu ya, sayang. Bunda lakuin hal ini karna Bunda sayang sama kamu dan mau tetep bareng sama kamu, Nadine dan Ayah selamanya"batin Stella.

🍁🍁🍁

Steven bangkit dari kursi tempat kerjanya dan keluar menuju dapur, pikirannya sama sekali tidak bisa fokus untuk bekerja. Ia masih memikirkan ucapan Stella padanya. Apakah ia bisa membuka lembaran baru sedangkan janji dan hatinya masih terpaut pada masa lalunya?

"Kenapa kamu begitu egois Stella, kenapa? Aku tau aku sudah melukaimu tapi... Aku tidak bisa mengabaikan David juga janjiku pada Milley. Aku harus bagaimana sekarang?"

TING NONG~

Steven segera tersadar dan bergegas membuka pintu apartemennya. Ya, Steven sudah tinggal di apartemen lamanya. Baginya tinggal dirumah orangtuanya membuatnya semakin sedih karna terus mengingat Milley. Jadi Steven memutuskan untuk tinggal sendiri lagi di apartemennya.

"Hai, Steve"sapa Ishani ramah.

"Hey, kamu sendirian kesini? Kamu tau dari mana apartemenku?"tanya Steven heran.

"Iya, Rahul tidak bisa mengantarku jadi aku kesini sendiri. Apa kau lupa siapa aku? Aku bahkan bisa mencari rumah semut sekalipun, jadi jangan heran aku bisa berada disini sekarang"jawab Ishani.

"Ahh begitu, wow kau begitu sombong, Nona. Kuharap kau tidak akan tersesat saat kembali pulang, karna aku tidak akan menolongmu"ucap Steven.

"Ya aku juga tentunya tidak akan meminta pertolonganmu, Tuan"sahut Ishani tidak mau kalah.

"Hahahaha...."

Keduanya pun saling tertawa lepas, tak mau berlama-lama berdiri Steven segera menyuruh Ishani masuk ke apartemennya.

"Jadi... Ada apa Ishani kau datang repot-repot kesini? Jangan bilang kau merindukanku?"

"Astaga, percaya dirimu begitu tinggi ya, aku tidak menyangka Steve. Sebenarnya aku kesini hanya ingin mendengarkan kisahmu sekarang, Steve"

"Eh? Kisahku?"

"Iya. Kau mungkin bisa menyembunyikan masalahmu dari keluarga atau teman terdekat sekalipun. Tapi kau tidak bisa melakukannya padaku. Aku tau kau menyimpan beban berat di punggungmu, jadi sekarang berbagilah denganku siapa tau aku bisa membantumu"

"Hah... Ternyata aktingku sangat jelek ya. Aku fikir aku bisa meyakinkan semua orang bahwa aku baik-baik saja"

"Oh Steve, jangan mengatakan hal itu. Kau masih punya aku dan Rahul, kau tidak pernah sendirian. Yang kau butuhkan adalah berbagi sekarang"

"Ya kau benar, aku membutuhkan bantuanmu saat ini"

"Dan aku juga akan selalu membantumu"

"Hah... Baiklah, ini berawal saat..."

Steven pun perlahan mulai mengatakan keluh kesahnya, di awali dengan kematian Milley kemudian sampai pada kejadian tadi saat Stella mengatakan kata yang begitu menohok hatinya.

"Jadi... Seperti itulah Ishani, aku sangat menyedihkan bukan?"

"Tidak, kau tentu masih punya hak atas david meski tidak terlalu besar seperti dulu karna hak asuh jatuh pada Stella tapi kau juga harus mencukupi kebutuhan David. Stella akan sangat menyesal jika menjauhkanmu dari David seperti ini, bagaimanapun kau adalah Ayah kandungnya"

"Nah, itulah yang aku pikirkan sejak tadi. Tapi aku juga tidak bisa memaksa Stella menerima semua yang aku lakukan meski hanya untuk David"

"Mungkin Stella merasa tidak enak karna harus merepotkanmu, dan mungkin juga Stella diminta oleh orangtua dan mertuanya untuk mengatakan hal tadi karna identitas David belum terungkap, akan sangat aneh jika kau memberikan perhatian khusus, itu akan mengundang kecurigaan pada anggota keluarga yang lain"

"Kau benar Ishani, aku akan sedikit memberi waktu padanya. Tapi saat waktunya tiba nanti aku pastikan untuk membawa David ke pelukanku lagi"

"Ohh gitu, gak sekalian sama Bundanya?"

"ISHANII...."

"Ahahahahaa aku hanya bercanda, Steve"

Steven pun akhirnya tersenyum melihat Ishani yang dengan mudahnya membaca pikirannya, apa semua dokter bisa membaca pikiran?

🍁🍁🍁

Seorang dokter memasuki kamar David dan memeriksa keadaan balita lucu itu. Stella dengan setia berada di sisi sang dokter mendengarkan keadaan sang anak.

"Keadaannya sudah membaik dari kemarin, jika sampai dengan besok siang terus membaik David bisa pulang kerumah"

"Alhamdulillah, Dok. Tapi bagaimana dengan perkembangan David? Kenapa dia tidak seperti anak yang lainnya? Apakah..."

"Tidak ada masalah apapun Nyonya. Kekhawatiran Nyonya berlebihan. Daya tahan tubuhnya memang masih lemah itu sebabnya proses penyembuhannya terbilang lama tapi saya pastikan David bisa segera sembuh dalam waktu dekat"

"Baiklah, Dokter. Terimakasih banyak sudah merawat David"

"Tentu, ini sudah menjadi tugas saya, Nyonya"

Sang dokter pun akhirnya keluar untuk memeriksa pasien lainnya. Sedangkan Stella masih memandang wajah David yang tertidur pulas.

"Semoga besok kamu bisa pulang ya, Nak. Biar kita bisa kumpul bareng lagi"ucap Stella.

🍁🍁🍁

Samuel terbangun karna suara tangisan Nadine di sampingnya, setelah di periksa ternyata Nadine pipis. Dengan telaten Samuel mengganti pokok dan menggendong Nadine agar tertidur kembali, namun sayang tangisan Nadine semakin kencang.

"Kamu kenapa, sayang?"

Samuel pun segera keluar kamar dan menanyakan pada Sean.

"Mah, gimana ini? Ko dia nangis terus sih?"

"Aduh, ini mah dia laper, Sam"

"Eh? Laper?"

"Yaiyalah bayi kan juga butuh asupan makanan emang cuma kamu yang makan gitu"

"Hehehe"

Samuel pun terdiam melihat Sean yang sudah memberi Nadine susu. Anak perempuannya itu langsung meminumnya dengan semangat seakan tidak ada hari esok.

"Untung Bundanya udah nyiapin ya, Stella memang istri yang cerdas"

"Ya tentu saja dia kan istriku"

"Hee... Mulai deh banggain istrinya terus Mamah kapan di banggain"

"Ciee cemburu nih yee"

"Iya lah Mamah kan harusnya yang di utamain"

"Kan udah ada Ayah, Mah wkwk"

"Kamu nih bisa aja"

Sean pun kembali fokus pada Nadine yang sudah anteng setelah meminum susu.

"Nah karna udah diem sekarang sama Ayah lagi ya, makasih ya, Mah"

"Iya iya, yaudah sana"

Samuel segera mengambil alih Nadine ke gendongannya kemudian membawanya masuk kedalam kamarnya.

"Kamu kalo laper bilang dong jangan nangis Ayah kan gak ngerti"

Samuel masih terus bercanda dengan Nadine hingga pikirannya akhirnya kembali pada sosok David. Samuel ingin sekali memberitahukan bahwa David bukanlah anak kandungnya, tapi ini bukanlah waktu yang tepat. Samuel bertekad di dalam hati akan segera memberitahukan hal ini pada keluarga besarnya dengan persetujuan Stella atau tidak. Ini sudah menjadi keputusannya.

"Sudah cukup pembelajaran bagimu Steve, kau memang sudah pantas untuk David karna kau adalah Ayahnya yang hebat dan aku salut akan semangatmu menjaga David di rumah sakit ketika aku tidak bisa disana kau yang mengambil peranku sebagai Ayah baginya, jadi ini adalah balasan yang setimpal untukmu. Dan aku juga sudah cukup bahagia bersama keluarga kecilku Nadine dan juga Stella"batin Samuel.

TOK TOK TOK~

Samuel segera bangkit dari kasurnya menuju pintu kamarnya.

"Eh? Kenapa, Mah?"

"Itu barusan mamah dapet kabar dari Stella kemungkinan besok David sudah bisa pulang kerumah"

"Alhamdulillah, Mah. Aku bahagia atas berita baik ini"

"Iya, oh iya besok yang jemput Stella biar--"

"Aku... Aku yang akan menjemputnya"

"Loh tapi kamu kan--"

"Semakin aku diam di rumah semakin lama penyembuhannya, Mah. Udah pokoknya jangan bilang ke Stella kalo aku yang jemput. Aku mau buat surprise hehehe"

"Aduh, punya anak laki ko begini amat ya susah di bilanginnya. Yaudah kali ini mamah setuju sama ide kamu jadi mamah akan tutup mulut deh"

"Hehe bagus. Gitu dong Mah, anak sama Mamah emang harus klop"

Sean hanya manggut-manggut setuju saja melihat antusias Samuel hanya untuk menjemput istri tercintanya.

"Maafin aku ya, Mah. Aku udah boongin Mamah untuk keberapa kalinya. Dan untuk yang satu ini aku benar-benar sudah keterlaluan menyembunyikan tentang David darimu, maafkan aku Mah"batin Samuel.

~Bersambung~

Continue Reading

You'll Also Like

2M 235K 54
PART MASIH LENGKAP NOVEL TERSEDIA DI MARKET PLACE SHOPEE JAKSAMEDIA Ini adalah kisah seorang gadis bernama Adhara Zefanya Claire. Gadis dengan traum...
ZiAron [END] By ✧

Teen Fiction

7.8M 734K 69
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA, SEBAGIAN PART DI PRIVAT ACAK. TERIMAKASIH] _________________________________________________ (16+) Hanya kisah kedua pasang...
2M 110K 43
[ Setelah membaca jangan lupa vote. ] Bianca Hara Violetika tidak akan pernah menyangka, akan menikah dengan seorang laki-laki yang bernama Dean Dari...
8.8M 320K 26
Ini kisah Naina Putri Praja. Sosok gadis dingin, berwajah cantik, si pemilik tatapan tajam, namun jarang tersenyum. Member Popopi yang merupakan prim...