[2] Dear Mr CEO | ✔

By wheniwasdreamingg

641K 32.5K 1.1K

*Sequel to 'Dear Mr Nerd'* Apakah Hana akan berpendirian teguh pada hatinya yang lama atau sekarang? Ketika i... More

BAB 1 - Hana and Begin Again
BAB 2 - Hana and First Night
BAB 3 - Hana and Unexpected
BAB 4 - Hana and Shock
BAB 5 - Hana and Him
BAB 6 - Hana and Meet Again
BAB 7 - Hana and That xx
BAB 8 - Hana and Annoyed
BAB 9 - Hana and Luck
BAB 10 - Hana and Surprise
BAB 11 - Hana and Complicated
BAB 12 - Hana and Curiosity
BAB 13 - Hana and New Job
BAB 14 - Hana and The Boss
BAB 15 - Hana and Infuriating Guy
BAB 16 - Hana and Trauma
BAB 17 - Hana and Different
BAB 18 - Hana and Madness
BAB 19 - Hana and Loser
BAB 20 - Hana and True Heart
BAB 21 - Hana and Rumour
BAB 22 - Hana and True Self
BAB 23 - Hana and Nightmare
BAB 24 - Hana and Sorry
BAB 26 - Hana and Date
BAB 27 - Hana and Kiss
BAB 28 - Hana and Misunderstanding
BAB 29 - Hana and Goodbye
BAB 30 - Hana and Hopeful
BAB 31 - Hana and Messages
BAB 32 - Hana and Lesson
BAB 33 - Hana and Now Here Us
BAB 34 - Hana and Three Words
BAB 35 - Hana and Revenge
BAB 36 - Hana and Crazy
BAB 37 - Hana and Apologize
BAB 38 - Hana and Dream
BAB 39 - Hana and Wishes
BAB 40 - Hana and Axel
BONUS
Side Story (His Little Girl)
PENGUMUMAN

BAB 25 - Hana and Invitation

9.4K 641 9
By wheniwasdreamingg

******************************

Keesokan paginya, Hana perlahan membuka matanya dan bangkit sambil mengerangkan tubuhnya. Ia mengedarkan pandangannya dan menyadari dia bukan berada di kamarnya seperti biasanya, namun ia berada di ruang tengah apartemennya dengan selimut menyelimuti sekujur tubuhnya.

Ia kembali mengingat kejadian kemarin malam, apa ia ketiduran di sini?

Dan disaat ia mengingatnya, wajahnya seketika memerah. Ia merutuki dirinya, ia tak sadar ketiduran di sini disaat Axel yang seharusnya tidur disini. Dan di mana orangnya sekarang? Sudah pergi.

Hana mengecek jam dan seketika membulatkan mata bahwa ia sudah telat bekerja, jelas saja―alarmnya ia taruh di kamarnya.

Ia bergegas berlari untuk mandi untuk mandi dengan cepat dan bersiap untuk pergi kerja.

Sesampainya di kantor, Hana sudah dimarahi oleh atasannya. Setelahnya, ia langsung ke kamar mandi untuk membenarkan makeupnya yang ia sadari sempat diketawai oleh orang-orang yang melewatinya. Bagaimana tidak? Ia menggunakan eyeliner seperti sebuah tanda tangan, begitupun garis eyebrownya yang kelewat tinggi kayak gunung, kurang fokus.

Tapi, sepanjang hari ini, Hana tak melihat Axel di kantor. Tentu saja, dilihat dari luka yang kemarin walaupun masih aneh bagi Hana kenapa ia tak mau diobati lebih intensif. Begitupun, di apartemennya, sebelum pergi Hana sempat mengeceknya dan dipastikan tidak ada orang di dalam. Ponselnya pun tidak diaktifkan olehnya.

Hingga berhari-hari sudah, ia tak melihat Axel masuk kerja. Demen banget sih jadi misterius tuh orang? Dan di mana coba dia sekarang, tiga hari gak ada kabarnya?! pikir Hana jengkel.

"Hana!"

Hana langsung terbangun dari pikirannya.

"H-Huh?"

"Kopimu tumpah," ujar Thomas menahan tawa.

Hana langsung mendesah saat menyadari kopi yang tengah diminumnya mengenai kemejanya. Untung saja kemejanya berwarna hitam.

Thomas memberikan saputangan padanya. Hana menerima dan mengelapnya.

"Ada apa? Kamu terlihat memikirkan sesuatu yang berat?" tanya Thomas.

Mata Hana melebar, ia menyentuh wajahnya. Emang kelihatan banget ya?

"Gak pa-pa kok."

"Kalau kamu merasa tidak enak badan, aku bisa mengantarkanmu pulang kok." Thomas mengangkat bahunya.

"Tidak perlu, lebih baik kita pergi ke tempat lain aja," ajak Hana yang bangkit untuk keluar restoran ini.

Hari ini Thomas mengajak Hana untuk makan siang bersamanya. Ia memang sudah berjanji untuk bertemu kembali.

Hana menghentikkan jalannya saat melihat baliho di pinggir jalan. Hana mendekatinya dan membaca isi tersebut, "Classical musical ".

"Kenapa? Kamu tertarik?" tanya Thomas.

Hana tersentak. "Uhh..."

"Mungkin kita bisa pergi bersama mungkin?" usulnya.

"Itu..." Bersama dengan Thomas menyenangkan, tapi ia gak bisa berhubungan lebih jauh kan?

Thomas tiba-tiba mendekati Hana. Hana bergidik.

"Ada debu di matamu," ujarnya pelan.

Hana segera memejamkan mata saat Thomas mendekatkan wajahnya. Tapi, yang Hana dengar malah suara jatuh.

"Kamu siapa, freak?! "

Hana segera membuka matanya saat menyadari suara Cole di sini, ia terkejut mendapati Thomas terjatuh di bawah dan Cole di depannya.

"Kamu yang siapa?!" balas Thomas.

Cole merangkul Hana. "Aku kekasihnya!"

Thomas terkejut apalagi Hana. Saat Hana akan bicara sudah dipotong oleh Thomas.

"Kekasih? Aku kira kamu single?" tanya Thomas kecewa.

"Itu.."

"Go away, loser! " Cole berancang akan memukul wajahnya lagi, tapi Thomas sudah pergi sambil menggelengkan kepala pada Hana.

"Apa-apaan sih, cole?!" Hana melepas rangkulannya.

Cole menaruh kedua tangannya ke udara. "Dia mencoba melakukan hal seksual kan?"

Hana mengernyit. "Tentu tidak! Ada debu di mata-"

Cole mendengus. "Dan kamu percaya itu? Ini New York, Hana. Everything happens for no reason here."

"Kurasa kamu yang terlalu negatif, Cole." Hana melaju jalan.

Cole menarik lengannya. "Ayo kuantar pulang."

Saat di dalam mobil Cole, ia merasa ada yang aneh pada Hana yang daritadi hanya terdiam seperti merenungkan akan sesuatu yang berat.

"Is something bothering you? " tanya Cole.

Hana tersentak. "Uh, enggak kok."

"Tak usah berbohong, aku tahu kalau kamu berbohong. Matamu mengatakannya," ujarnya.

Hana merutuk dirinya sendiri karena selalu terlihat mudah dibaca.

"Hanya masalah kantor, kok," elaknya.

Cole menghela napas. "Aku masih menunggu panggilan teleponmu, loh."

Hana mengerutkan kening. "Axel bukan orang seperti itu!"

"Axel? Oh I see." Ia tersenyum miring pada Hana. "Kalian sudah sedekat itu rupanya. Rupanya kamu tak jauh berbeda dengan wanita lain."

Hana melipat tangan. "Apa maksud perkataanmu itu?"

"Hey, aku tak bermaksud menyinggungkanmu. Kamu tak tahu seberapa banyak wanita yang ia tiduri atau permainkan? Aku hanya tak ingin kamu jadi korban selanjutnya, apalagi dia tahu kita cukup dekat."

"Axel bukan orang seperti itu!" ulang Hana.

"Apa kamu pernah lihat langsung masa lalunya?"

"Semua orang bisa berubah." Hana kembali mengelak.

"Wow! Aku tak menyangka kamu berbalik membelanya. So, tell me... is he good? "

Hana tahu pertanyaan Cole yang kontradiktif ini bermaksud ke mana. "Cole!" Hana melebarkan matanya. "Aku bukan perempuan seperti itu!"

Cole menatapnya beberapa saat sampai ia mengedik. "Kamu benar, maaf."

"Aku mau turun."

Cole mengernyit. "What? "

"Turunkan aku atau aku melompat," ancam Hana.

"Look, aku minta maaf! Tak perlu jadi wanita yang dramatis."

"Turunkan aku!"

Cole terpaksa menghentikan dan menepikan mobilnya di jalan. Hana segera turun dengan cepat dan berjalan pergi.

"Kamu akan menyesal nantinya, Hana! Aku pastikan itu, aku berani bertaruh pasti kamu akan kembali padaku!" teriak Cole dari kaca mobilnya.

Hana memilih untuk tak mengindahkannya.

Kamu gak akan mengerti!

* * * *

Sudah beberapa kali Hana menekan tombol bel rumah Hani, tapi tetap tidak ada yang membukakan. Hana bahkan nekat masuk lewat jendela yang untungnya tak terkunci.

Hana segera mengelilingi rumah ini sampai ia menemukan kamar Hani. Jika bukan karena Axel, ia tak akan pernah melakukan hal senekat ini apalagi terhadap saudaranya sendiri. Tapi kenapa dirahasiakan oleh Hani darinya. Apa isi pesan tersebut? Memikirkannya saja sudah membuatnya sedih.

Tapi sekian lama ia mencari, ia tak menemukan apapun.

Apa sudah dibuang oleh Hani? Kenapa? Kenapa ia tega melakukan ini terhadapnya?

Disaat Hana ingin menyudahinya, pintu depan sudah terbuka. Dan disaat ia menyadari Hana disini, ia berteriak sampai menumpahkan isi belanjaan bahan masakannya.

"Ya Tuhan! Hana!" Hani berteriak. "Kok kamu bisa di sini?!"

Hana tak mendengarkan Hani dan mengguncangkan tubuhnya. "Di mana surat itu Hani? Jawab aku!"

"Tolong tenang dulu Hana, plis!" pinta Hani.

Hana seketika merosot dan menguburkan wajahnya.

"Kenapa kamu lakukan ini, Hani?" Hana terisak.

Hani akan menyentuhnya namun dihentaskan.

"Kenapa? Kamu masih membenciku?" tanya Hana parau.

"Hana... dengerin aku dulu."

"Dengerin apa sih, Ni? Kamu bahkan gak mau ketemu ataupun angkat teleponku!"

Hani menggeleng. "Karena ini! Aku takut kamu begini. Kamu gak akan dengerin aku kan?" katanya dengan nada tini.

Hana menggeleng cepat. "Dia sakit Hani. Apa bahkan kamu tahu itu?"

Hani terdiam, tercengang.

"Apa maksudmu? Sakit? Axel sakit maksudmu?"

Hana menggeleng tak percaya.

"Bagaimana dengan pesan yang ia kirim di mana itu sekarang?"

Hani ikut duduk dan menatap Hana lirih. "Hana. Sebelumnya aku minta maaf sebesarnya buatmu, aku lakukan ini hanya ingin melindungimu." Hana ingin bicara tapi dipotong. "Aku tahu aku egois, tapi kamu harus tahu perasaanku apalagi setelah ibu dan kakek udah gak ada, maaf," ucapnya tulus.

"Tapi... Axel bukan orang yang selama ini kamu pikirin." Hana menggeleng. "Ok, emang kamu bener tentang background keluarganya tapi dia gak maksud nyakitin aku Hani, kamu inget kan apa yang pernah Axel lakukan terhadap kita? Ia gak seburuk yang kamu kira."

Hani hanya terdiam, mencerna perkataanya.

"Sekarang, kasih tahu aku di mana surat itu berada, Ni."

Hani menggeleng pelan.

"Aku gak tahu di mana, Na."

Hana mengerutkan kening. "Apa maksud kamu gak tahu?"

"Tiba-tiba aja surat itu hilang Na di rumah kita yang dulu itu. Aku bahkan gak sempat baca."

"Kok bisa hilang sih?" tanya Hana makin heran.

"Saat kita pindahan ke rumah baru, aku memang gak sengaja bawa, yang aku taruh di lemari mejaku, tapi pas aku mau balik ambil meja itu, isinya udah kosong."

"Siapa yang mau ambil surat itu?" ucap Hana tak percaya.

Hani menggeleng tidak tahu, ia memeluk Hana.

"Maafin aku ya, Na. Aku memang jahat,"

Hana menggeleng dalam pelukan.

"Aku yang jahat, Ni."

* * * *

Hari ini, Hana pergi ke kantor seperti biasa. Yang berbeda darinya adalah matanya yang sedikit sembab. Tak jarang orang lain menanyakan jika ia sakit dalam perjalanan, tapi ia bilang bahwa ia baik-baik saja.

Tentu saja semalaman, ia menangis terus, mungkin sejak pertama kali ia tahu sebenarnya. Ia terus merutuk dirinya dengan menyalahkan dirinya sebagai perempuan jahat padahal ada yang jauh lebih menderita darinya, membayangkannya saja membuatnya makin sedih.

Pintu lift akhirnya terbuka yang sudah terisi cukup banyak orang, tak mau menunggu lagi akhirnya Hana masuk ke dalam. Perusahaan ini sudah berkembang makin pesat bahkan gedung ini sudah bertambah lantai di gedung yang baru, membuatnya semakin lelah berjalan.

Tapi sebelum tertutup, pintu lift kembali terbuka membuat Hana bahkan semua orang tercengang.

Satu pertanyaan, Kenapa seorang CEO memasuki lift karyawan dan mau berdesakkan begini?

Si CEO dengan senyum santainya masuk dan menutup pintu lift.

Ia bahkan harus berdempetan dengan Hana sampai harus mengurungnya di depan pintu lift, membuat Hana kesulitan bernapas.

"P-Pagi," sapa Hana yang tengah menunduk.

Axel menatapnya sekilas lalu mengangguk.

"Bagaimana luka l-" Ucapan Hana terpotong saat Axel mendekatkan kepalanya ke leher Hana.

"Nice scent."

Seketika wajah Hana memerah, ia ingin mendorongpun tak bisa. Ia berharap ia segera keluar lift ini, yang serasa berjam di sini apalagi dengan posisi yang sangat canggung ini.

Tapi Hana bisa menghela napas lega saat perlahan orang-orang mulai keluar yang sekarang tersisa hanya Axel dan Hana. Memang lantai mereka berdua, lantai teratas.

Hana menghela napas lega saat ia bisa mendorong Axel untuk menjauhinya. Ia membenari pakaiannya. "Don't overwork yourself," ujar Hana pelan tanpa menatapnya.

Hana kembali dikagetkan saat Axel tiba-tiba menarik dagunya untuk menatapnya.

"Kamu abis nangis?" tanyanya melihat mata Hana yang bengkak.

Hana melebarkan matanya dan menggeleng cepat. "Enggak kok," sangkalnya.

Axel mengangkat kedua alisnya, tak percaya.

"Umm, aku digigit lebah kemarin." Hana langsung menggigit bibirnya, alasan yang bodoh!

"Digigit lebah, huh?" Axel melepaskan Hana, ia mendengus. "Nice try."

Hana harus cepat-cepat mengalihkan topik, ia lega saat teringat akan sesuatu. Ia meronggak tasnya dan mengambil satu kertas kecil dan diberikan pada Axel.

"Buat kamu." Memang ini di kantor bukan hal profesional yang dilakukan untuk bosnya, tapi Axel sudah sering melanggar kontrak dengannya, so why not?

Axel mengerutkan kening dan menerimanya perlahan. Saat membaca tulisan yang ada di kertas tersebut ia, mendengus. 

"Tiket acara musikal? Untuk apa ini? Huh, Boring." Ia menatap Hana lucu.

Hana merasa tersinggung, sudah susah payah ia untuk mendapatkan tiket tersebut. "Aku mau ngajak kamu nonton itu, tapi kalau kamu gak sua-"

"Tunggu... apa ini?" Axel mengangkat ujung bibirnya. "Kamu mengajakku date? Seorang Hana Agatha mengajak date Axel Sieghart?"

"Ini bukan date... ini... ini." Hana malah bingung menjelaskannya, secara kalau seorang lawan jenis mengajak lawan jenisnya pergi berduaan bukankah bukannya apapun selain date?

"Ok, akan aku pertimbangkan." Axel menaruh tiket tersebut di kantong celananya bertepatan saat pintu lift terbuka.

Axel mendahului keluar yang sebelumnya berkata,

"Wear something nice, ok? " Ia mengedipkan mata sebelahnya dan berjalan pergi meninggalkan Hana yang wajahnya memanas.


*****************************

VOTE. COMMENT. SHARE.

*****************************

Continue Reading

You'll Also Like

73.2K 2.6K 149
[PROSES REVISI] MAAFKAN TYPO YANG BERTEBARAN GUYS 😅 CERITA INI PENUH DRAMA GUYS. KELIAN JANGAN EMOSI YAAAA wkwkwk .... HATI-HATI DENGAN CERITA INI...
461K 39.4K 60
jatuh cinta dengan single mother? tentu itu adalah sesuatu hal yang biasa saja, tak ada yang salah dari mencintai single mother. namun, bagaimana jad...
1M 4.7K 8
15+ Saat kesalahan telah melukai yang dikasihi, akankah ada kesempatan kedua? Evelyn harus berjuang keras meraih hati pria yang pernah ia lukai dima...
22.9M 566K 67
SILAHKAN BACA NEW VERSION CERITA INI DI STORIAL. 17+ Bijaklah dalam memilih bacaan! DON'T COPY MY STORY! Demi memenuhi keinginan sang Ibu, Devan terp...