[2] Dear Mr CEO | ✔

Od wheniwasdreamingg

641K 32.5K 1.1K

*Sequel to 'Dear Mr Nerd'* Apakah Hana akan berpendirian teguh pada hatinya yang lama atau sekarang? Ketika i... Více

BAB 1 - Hana and Begin Again
BAB 2 - Hana and First Night
BAB 3 - Hana and Unexpected
BAB 4 - Hana and Shock
BAB 5 - Hana and Him
BAB 6 - Hana and Meet Again
BAB 7 - Hana and That xx
BAB 8 - Hana and Annoyed
BAB 9 - Hana and Luck
BAB 10 - Hana and Surprise
BAB 11 - Hana and Complicated
BAB 12 - Hana and Curiosity
BAB 13 - Hana and New Job
BAB 15 - Hana and Infuriating Guy
BAB 16 - Hana and Trauma
BAB 17 - Hana and Different
BAB 18 - Hana and Madness
BAB 19 - Hana and Loser
BAB 20 - Hana and True Heart
BAB 21 - Hana and Rumour
BAB 22 - Hana and True Self
BAB 23 - Hana and Nightmare
BAB 24 - Hana and Sorry
BAB 25 - Hana and Invitation
BAB 26 - Hana and Date
BAB 27 - Hana and Kiss
BAB 28 - Hana and Misunderstanding
BAB 29 - Hana and Goodbye
BAB 30 - Hana and Hopeful
BAB 31 - Hana and Messages
BAB 32 - Hana and Lesson
BAB 33 - Hana and Now Here Us
BAB 34 - Hana and Three Words
BAB 35 - Hana and Revenge
BAB 36 - Hana and Crazy
BAB 37 - Hana and Apologize
BAB 38 - Hana and Dream
BAB 39 - Hana and Wishes
BAB 40 - Hana and Axel
BONUS
Side Story (His Little Girl)
PENGUMUMAN

BAB 14 - Hana and The Boss

13.3K 738 11
Od wheniwasdreamingg

******************************

Axel masih terbeku di ambang pintu sampai akhirnya ia menggelengkan kepala untuk menyadarkan dirinya dan menutup pintu. Namun, tatapannya masih pada wanita di depannya yang memiliki eskpresi yang tak jauh berbeda dengannya, shock.

"Hah, kamu lagi. Apalagi kali ini?" ucap Axel sambil berjalan ke mejanya.

Hana mendengus. "Terkadang, aku selalu berpikir ini adalah sebuah unsur kesengajaan."

"Orang terakhir yang mau aku temui itu kamu." Axel kemudian mengambil dokumen yang barusan Hana taruh di mejanya dan membukanya satu persatu.

Hana menelan ludah, entah ia merasa aneh saat mendengar lontarannya barusan yang terasa sakit di hatinya. Hana mengalihkan pandangannya. "Beneran? K-Kita sama berarti" 

Axel melempar kertas beserta dokumen tersebut ke mejanya kembali, ia lalu menatap Hana yang masih tak bergeming di tempat. "What's this? Kamu menggantikan PA aku? Siapa yang minta?" tanyanya. Ada nada tak suka dari nadanya.

Hana juga terkejut akan pertanyaan Axel, ia tak menyangka Kristin sudah menyiapkan dokumen miliknya untuk menggantikannya pada Axel. Fokus Hana, fokus!  

"Maaf atas kelantangan saya Mr Sieghart, saya pikir kau sudah tahu. Kristin yang minta saya menggantikan jabatannya sementara, tapi kalau kau tak berkenan," Hana menaikkan pundaknya. "Saya bisa undur diri dari posisi ini."

Axel sedikit terkejut akan perubahan bahasa Hana, tapi ia kembali membenarkan ekspresinya. "Sudah melakukan adaptasi dengan cepat ya? Nice." Ia kemudian mengarahkan tangannya pada Hana untuk duduk di kursi tamu ruangan ini. "Silahkan duduk, Miss Agatha."

Hana lalu duduk, walaupun dalam hati ia merasa tak suka diperintah olehnya.

Axel lalu bangkit berjalan dan bersandar pada mejanya dan kembali membaca kertas tersebut di depan Hana.

"Hana Agatha. Jadi, kamu adalah karyawan baru di sini. Interesting, kamu sudah berhasil lolos seleksi di sini." Ia menaikkan kedua alisnya dan menatap Hana dengan senyum sungging. "Di sini ditulis... hmm not bad. Walaupun baru pengalaman kerja setahun sebagai editor di Jakarta, kamu sudah punya segudang prestasi terutama saat kuliah yang berprestasi di bidang akademik dan non akademik, dan juga sudah menulis buku best seller hingga lima buku." Axel memancungkan bibirnya. "Pretty active person, don't you? "

"Gak ada waktu kosong bagi saya sendiri," balas Hana. Walaupun alasan sebenarnya adalah untuk menyibukkan dirinya dari pikiran bodoh yang tak ada habisnya dan penyebabnya adalah orang gak peka atau sengaja di depannya ini.

"Udah tanda tangan kontrak di perusahaan ini?" tanya Axel sembari meletakkan kertas itu kembali ke mejanya.

Hana mengangguk pelan. "Sudah."

Axel melipat tangannya. "Hanya mengingatkan, kami punya motto di dalam perusahaan ini. Jangan mengharapkan pengampunan dariku saat kamu melanggar salah satu kontrak perusahaan ini. Tapi satu pertanyaan, are you desperately need this job?"

Hana mengangguk mantap, ia sudah memutuskan keputusannya dengan bulat. "Ya, saya akan berusaha keras bekerja untuk perusahaan ini." Ia tak mau lari lagi dari keputusannya.

Axel menggangguk, ia kemudian kembali duduk di kursinya dan membuka laptop di depannya. "Kamu boleh keluar Miss Agatha."

Hana membalas mengangguk. "Terimakasih, Mr Sieghart."

Setelah membungkuk hormat, ia lalu keluar ruangan ini. Di luar dia langsung memegang dadanya yang ia sadari terasa sangat tegang sejak ketemu dengan bos barunya. Ia tak pernah bertemu dengan seseorang yang mengintimidasi dan memiliki aura sangat mencekam sepertinya, seolah energinya seperti habis dihisap hanya dengan kehadirannya di depan. Baginya bertemu dengannya lebih menegangkan daripada saat wawancara di perusahaan ini.

Hana menghembuskan napasnya. "Let's be professional."

* * * *

"No. Freaking. Way." Fey shock saat ia mendengar cerita Hana tentang pertemuan tak terduganya itu dengan Axel.

"Ya, dan dia udah ngasih banyak pekerjaan ke aku sejak hari pertama dia datang," ucap Hana. Saat ini Fey sedang memijit pundak Hana yang kaku di dalam kamarnya.

"Apa dia ngomong hal lain selain kerjaan?" tanya Fey usil.

"Enggak, dia sangat sibuk. Dia bahkan gak biarin aku masuk ke ruangannya kecuali dia memerlukanku."

"Oh gitu, tapi kamu yakin mau lanjut, Na?"

Hana menaikkan bahunya. "Untuk apa aku lari? Seperti yang kamu bilang sebelumnya, ini awalku."

* * * *

Hana tak hentinya terpanah saat melihat cara kerja Axel. Baru beberapa hari ia bekerja dengannya, dia sudah bisa merasakan bagaimana perkembangan pesat perusahaan ini saat kehadirannya di sini. Axel sangat kharismatik dan cerdas sebagai leader perusahaan berkembang ini. Hana sekarang bisa mengerti kenapa orang-orang tertarik dan memujanya, karena dia memang memiliki segalanya.

Saat ia bilang profesional, dia memang langsung melakukannya. Axel memperlakukan Hana seperti layaknya karyawan lainnya. Seperti, disaat ia melakukan kesalahan ia akan memberitahu bagaimana yang benar dan tentu dengan perkataan yang tajam, dan jika dia melakukan pekerjaannya dengan benar, ia hanya diam mengangguk tanpa memberi pujian atau apapun. Tapi menurutnya kata-kata dinginnya itu akan meningkatkan kinerja pekerja sini, Hana tak bisa berbohong kalau dia orang yang luar biasa.

Pertanyaan besarnya adalah, kenapa Axel mendirikan perusahaan baru disaat perusahaan lamanya sudah sangat bertumbuh pesat? Jawabannya simpel, dia ingin membuat perusahaannya sendiri dengan jerih payahnya serta untuk mengalahkan perusahaan lamanya yang ia tak pernah suka. Itu yang Hana pernah dengar dari klien Axel saat melayangkan pertanyaan tersebut kepadanya. Tapi, kenapa Axel tiba-tiba tertarik dengan perusahaan publishing layaknya perusahaan Silver Clair?

"Kau punya janji jam lima dengan Hugh co-"

"Cancel," potong Axel dengan mengibaskan tangannya di ruangannya.

"Maaf?" Hana meminta Axel mengulang perkataannya, tak biasanya dia begini, ia biasanya menurut.

"Aku ada acara pribadi di jam itu," balas Axel.

"Hmm, boleh tahu apa?" tanya Hana hati-hati.

"Kamu boleh ikut aku."

* * * *

Hana berkali-kali mengerjapkan matanya saat mereka berdua sampai di depan... kuburan?

"Tunggu apa lagi? Ayo keluar," perintah Axel yang sudah ada di luar mobil. Hanya ada mereka berdua di sini. Axel sengaja ingin menyetir mobilnya sendiri tanpa pengawasan siapapun, ia tak suka orang berada di saat waktu pribadinya seperti ini.

Hana akhirnya turun dan mengikuti Axel yang membawa bunga dari belakang. Hana tak berkata atau bertanya apapun padanya, ia merasa Axel tak ingin bicara sekarang. Hana menyakini Axel ingin mengunjungi salah satu batu nisan di kuburan ini.

Mereka berdua akhirnya berhenti di depan sebuah pintu bangunan kuburan dengan ukiran bunga dari kayu jati, yang sudah dipastikan diukir dengan tangan yang profesional. 

Hana menutup mulutnya saat ia masuk dan saat melihat nama dari kedua batu nisan di dalamnya. Di situ tertulis 'Annelia Sieghart' dan 'Ronald Sieghart'. 

Apa mereka berdua adalah orangtua Axel?

Hana lihat Axel menaruh bunga di dalam vas yang sudah tersedia di atas kedua kuburan ini. Sesudahnya, Axel hanya berdiri menatap kedua batu nisan tersebut dengan datar tanpa ekspresi. Ia juga bergumam sendiri dan ia mengucapkan,

"Happy death anniversary."

Hana merasakan bulu kuduknya berdiri di sekujur tubuhnya saat ia mendengar lontaran Axel. Bagaimana bisa dia mengucapkan kalimat tersebut dengan dingin?

Setelahnya, yang hanya berlangsung tak lebih dari lima menit, Axel berbalik pergi. Hana terpaksa harus mengikutinya pula dari belakang lagi.

Hana berdebat di dalam batinnya, ingin ia bertanya siapa kedua batu nisan itu atau ia akan ia biarkan tetap misteri? Tapi, jika sesuai perkiraannya kedua batu nisan itu adalah orangtua Axel, tapi kenapa Axel bersikap demikian?

"Kamu tahu hari ini apa?" tanya Axel saat berjalan.

Hana sedikit tersentak saat Axel tiba-tiba bertanya. "Saya tidak tahu, memang ada apa?" tanya Hana balik.

"Ulang tahunku..."

Hana menganga, bagaimana bisa ia lupa hari ulang tahunnya? Tunggu, kenapa dia peduli?

"Oh gitu? Sela-"

"Dan juga hari kematian ibuku," lanjut Axel.

Hana menutup mulutnya. "Umm... ohh." Hana tak tahu harus bilang apa, jadi dia malah bilang minta maaf padanya, "Maafkan saya."

Axel tersenyum tipis padanya. "Gak usah. Aku gak perlu maaf dari siapapun."

Hana tak bisa membayangkan dirinya jika dia ada di dalam posisi Axel. Disaat hari yang seharusnya bahagia, bahagia akan kelahirannya di dunia yang seharusnya indah jadi berubah menjadi kelam dan mungkin saja itu titik di mana hidup Axel harus berubah.

Jadi, jika hari ini hari kematian ibunya... berarti kuburan tadi adalah kuburan orangtuanya bukan?

"Kalau aya-" Hana seketika langsung menampar mulutnya sendiri. Mulut bodoh!

Axel tiba-tiba menghentikkan langkahnya yang membuat Hana membentur punggungnya.

"Dia? Dia menerima apa yang sudah diperbuat. Dia dibunuh," jawabnya tanpa menatap Hana dan kembali melanjutkan langkahnya.

Hana tak tahu ucapan Axel benar atau tidak, karena ia tak melihat ekspresi meyakinkan dari wajahya. "Apa? Kenapa?" tanyanya syok.

"I pressume, itu terjadi karena sebuah insiden bukan kecelakaan. Dia mati saat dia mengendarai mobilnya sendiri, wrong move. Gak tahu ia melakukan apa sendirian di di gang, sangat bodoh."

Ini pertama kalinya bagi Hana mendengar ini, cerita pribadi tentangnya. Kenapa ia tak pernah menceritakannya dulu? Takut, malu atau karena ia tak pernah bertanya dan hanya mementingan kepentingannya sendiri? Hana menggeleng. Itu masa lalu.

"Lalu kenapa kau bawa saya kemari?"

Axel mengernyit pada Hana. "Bisa hentikan itu gak? Gaya bicaramu membuatku muak."

"Excuse me? Saya rasa kita sudah berjanji untuk profe-" Lagi-lagi ucapan Hana dipotong. "Kabar gembira! Tidak, disaat kita diluar," ujar Axel.

Hana memutar bola matanya. "Ok, jadi kenapa?"

Axel terdiam sebentar, tapi kemudian dia balas dengan suara rendah, "Aku merasa tenang saat aku bersamamu."

Hana hanya diam, ia merasa ia mungkin salah mendengar... jadi dia tak menganggap perkataan Axel tersebut dengan serius.

"Apa jadwalku selanjutnya?" tanya Axel yang sebelumnya berdeham.

Hana mengeluarkan catatan kecil dari tasnya, tapi seketika ia membulatkan matanya saat ia lihat catatan jadwal terakhir hari ini.

Axel menaikkan kedua alisnya menunggu Hana bicara.

Hana yang menyadari ini berdeham dan berkata, "Silver Clair."

* * * *

"Bagaimana rasanya bekerja dengan Cole sebelumnya?" tanya Axel di dalam mobil, kini mereka dalam perjalanan ke tempat pertemuan.

Hana masih mencapit hidungnya, karena Axel yang di sebelahnya asik merokok. Dia kemudian menarik napasnya. "Not bad. Dia baik ke semua orang walaupun dia lumayan ceroboh. Tapi, dia lumayan."

"Entah mengapa aku merasa kamu menyindirku."

"Bagus kalau kamu merasa begitu."

Axel tertawa kecil. Hana terkejut mendengarnya, untuk pertama kalinya selama ia bekerja dengan Axel, ia tertawa. Ia yang merasa Axel sudah kehilangan jiwanya, merasa lega, setidaknya Axel masih manusia.

"Setidaknya, aku tak melakukan hal mesum ke karyawannya," ucap Axel tiba-tiba.

Hana tahu ia membicarakan Cole. "Maksudnya?" Darimana topik itu tiba-tiba muncul?

"Kamu gak tahu?" Ia mendengus. "Cole paling suka mesumin perempuan di kantor, makanya bapaknya gak mau nerima perempuan muda di perusahaannya."

"Gak percaya."

"Terserah. For your information, dia masuk penjara karena itu." Ia mendekatkan mulutnya ke kuping sebelah Hana. "Aku denger rumor dia pernah bikin cewek hamil di kantornya dan dia ngebunuh cewek itu saat ia tahu sebenarnya."

Hana mendorong tubuh Axel pelan. "Ada limit kalau mau menghina orang, Axel."

"Udah aku bilang gak pa-pa kalau kamu gak percaya. Tuh orang otaknya berantakan." Axel menggelengkan kepalanya dan kembali menghisap batang nikotinnya.

Hana memilih untuk tak mengidahkan perkataan Axel. Sejak bertemu dengannya di perusahaanya, Axel selalu menghina orang lain seolah bukan masalah besar. Seperti saat beberapa hari yang lalu ia pernah mengejek karyawannya secara terang-terangan bahwa wanita itu berpenampilan kuno dan boring dan menyuruhnya mengganti modenya, walaupun dia adalah karyawan terbaik dan karena mungkin merasa terhina ia memilih keluar.

Pernah juga suatu saat seorang karyawan pria paruh baya datang ke ruangan Axel untuk memprotes tentang gajinya yang tak pernah naik dan Axel tak tanggung langsung mengusirnya dengan perkataan kasar dan menyindir. "Mengapa kau memerlukan banyak uang? Untuk tidur dengan wanita lain selain istrimu?" Pria itu langsung memiliki ekspresi priceless seperti deer caught in the spotlight. Memang menghiburkan tapi itu berlebihan.

Dan lebih parahnya, ia pernah mempermalukan salah satu kliennya di depan semua klien lainnya dengan mempertontonkan sex tape saat meeting hanya untuk mereka semua menyadari bahwa satu klien ini pecundang dan ternyata pelaku wanita sex tape di dalamnya ini merupakan istri salah satu klien yang tak menyukai Axel. Melihat ini, klien itu langsung berubah seratus delapan puluh derajat pada Axel dan jadi menghormatinya. Memang ide yang ekstrim, tapi hal itu dilakukan karena Axel akan selalu mendapatkan apa yang ia mau.

"Kita sampai," ucap si supir.

Chaffaur membukakan pintu mobil untuk Axel dan Hana. Mereka berdua sampai di sebuah hotel bintang lima di kota ini, mereka berdua kemudian memasuki sebuah restoran di dalam hotel ini.

"Gak sabar lihat muka kaget si brengsek itu," ucap Axel saat berjalan.

"Bahasa." Hana menggelengkan kepalanya pada Axel. Walaupun dalam hati Hana setuju dengan ucapan Axel.

Hana sebenarnya tidak tahu apa yang harus ia rasakan saat bertemu mantan atasannya. Dia memecatnya tanpa alasan jelas, dan ia tak pernah menghubunginya lagi seolah ia membuat kesalahan fatal. Tentu saja Hana merasa sedih karena selama ini ia berpikir Cole merupakan temannya, orang asing yang pertama kali bicara dengannya di kota ini dan mungkin dia bisa mengobati hatinya. Well, hampir, kalau ia tak melakukan hal ini padanya.

Axel tak bisa menghentikkan getaran di tubuhnya yang berupaya mencegahanya untuk tertawa saat melihat wajah Cole dengan ayahnya di sebelahnya. Hana merasa seperti perumpamaan kill two birds with one stone, kenapa ayahnya harus di sini pula?

Mereka hanya diam terperangah melihat Axel dan Hana datang bersamaan dan duduk di depan mereka berdua, tak mengiranya.

"Dan kupikir dia adalah pacarmu?" tanya ayah Cole melihat Cole dan Hana secara bergantian.

"Pacar?" tanya Axel dengan wajah tak senang pada Hana dan Cole.

Hana gak bisa jawab apa-apa saat Cole menatapanya dengan dalam, dia pasti merasa dikhianati. Tapi salah siapa sebenarnya ia bisa di sini? Dia.

"Mungkin kau harus tanya pada anakmu kenapa ia mengeluarkannya," ucap Axel dengan wajah semringahnya kini pada Cole.

Cole menatap Axel sengit dengan menahan amarahnya sambil mengepalkan tangannya di bawah meja. Hana juga bisa merasa auranya berubah menjadi mencekam saat menatap Axel. Really, apa yang sebenarnya terjadi antara mereka berdua?

"Apa? Kenapa kamu memecat internship terbaik kita?" tanya ayahnya. Cole tak menjawabnya, jadi ia mengalih pandangannya pada Axel. "Kau sangat beruntung memilikinya, dia wanita yang sangat baik."

Hana melebarkan matanya. "Tidak, tidak. Saya bukan pacarnya atau apapun, saya bekerja untuknya, saya umm Personal asistennya."

"What? Sejak kapan?!' tanya Cole kaget.

Hana tak menjawab ataupun menatapnya, seolah ia tak ada di sini.

"Well, bukankah cinta akan bersemi saat kedua pasangan selalu bertemu?" nimbrung Axel dengan senyum sungging pada Hana.

Hana melotot pada Axel bahkan ia sengaja menginjak kakinya di bawah meja. "Owh!" keluh Axel dan menatap Hana dengan mengernyit.

"Kalian berdua jelas sangat menikmati waktu kalian berdua," ucap ayah Cole sesekali melirik pada Cole.

Cole berdeham. "Back to the business, shall we? "

Axel tak hentinya menyeringai pada Cole, Hana sangat ingin menghapus seringaian menyebalkan itu dari wajah Axel.

Diskusi pekerjaan akhirnya dimulai, kedua pria muda di depan Hana ini tak henti-hentinya berdebat, berbeda pendapat. Sebenarnya kedua pihak bertemu ingin mengembangkan sebuah bisnis bersama tapi sepertinya Cole sangat menentang ide tersebut. Tapi walaupun dengan ide lain ia tetap selalu tak menyetujui semuanya seolah ia sengaja. Sedangkan Hana hanya duduk diam menonton mereka asik beradu mulut.

"Saya rasa tak akan ada akhirnya kalau begini terus." Ayah Cole berdiri. "Maafkan atas sikap anak bodoh saya ini, mungkin seharusnya saya tak membawanya kemari." Diakhiri dengan tawa canggung, lalu ia menatap Cole dengan ekspresi marah.

Axel ikutan berdiri begitupun Hana. "Saya rasa itu ide yang baik jika kita bertemu tanpa bayi di sini lagi," sindir Axel dengan melirik Cole.

Cole lalu berdiri. "Aku tantang kamu bilang sekali lagi padaku?"

Axel melipat tangannya dan tersenyum miring. "Tentu saja, bayi."

Cole sudah bersiap akan menghantam Axel kalau ayahnya tak menghalanginya.

Axel membenarnya jasnya. "Saya rasa ini isyarat kita berdua untuk pergi. Terimakasih atas traktirannya Mr Clair." Axel lalu menarik tangan Hana. Hana yang sempat melirik ke belakang, melihat mata Cole membakar melihat kepergian mereka berdua.

Saat Axel dan Hana kembali ke dalam mobil, Axel tak henti-hentinya tertawa sedangkan Hana hanya duduk diam memikirkan kejadian beberapa menit yang lalu.

Jika ia sangat terganggu, kenapa dia memecatku?

"Bisa turunkan aku di sini?" minta Hana saat tengah perjalanan. Ia tak mau berlama-lama dengan Axel apalagi tebalnya asap rokok ini membuatnya jenuh.

Axel tak mendengarkannya, ia malah mengalihkan pembicaraan. "Oh ya, mulai besok kamu harus rajin membangunkanku dan membuatkanku sarapan tiap paginya ya."

Hana membulatkan matanya. "Apa? Kenapa? Bukannya kamu benci melihatku?" tanya Hana beruntun.

Axel menaikkan pundaknya. "Kamu PA aku. Lagipula, aku butuh seseorang yang bisa mengurusiku, uh maksudku keperluanku."

"Kenapa aku? Kan kamu bisa hiring orang lain? Lagian, aku jadi PA hanya seme-"

Axel menaruh jarinya di depan bibir Hana. "Ssst, udah ada di kontrak kan? Bahwa PA itu juga diperlukan untuk memenuhi segala kebutuhan bos. Jangan komplain atau aku bisa menuntutmu."

"What? Aku gak lihat di ko-"

"Coba cek kontrak kamu dengan dengan jeli." Ia mengedipkan matanya sebelah.

Hana mengatupkan rahangnya. "Kamu itu sangat... sangat... sangat menyebalkan!"

Axel menyeringai. "Menyebalkan adalah nama tengahku."

******************************

VOTE. COMMENT. SHARE.

******************************

Pokračovat ve čtení

Mohlo by se ti líbit

73.3K 2.6K 149
[PROSES REVISI] MAAFKAN TYPO YANG BERTEBARAN GUYS 😅 CERITA INI PENUH DRAMA GUYS. KELIAN JANGAN EMOSI YAAAA wkwkwk .... HATI-HATI DENGAN CERITA INI...
11M 280K 62
TAMAT! PART LENGKAP! [Follow Evathink sebelum membaca, agar mendapat Info update!] "Aku hanya ingin mengenalkan calon istriku pada kedua orangtuaku...
1.1M 58.2K 92
WARNING ⚠🔞 Victor Alexander Tanovich Jarleo. Tan, seorang konglomerat berdarah biru pewaris perusahaan Rusia yang hidup untuk sebuah misi, membalask...
206K 11.2K 77
(SUDAH TERSEDIA DI APLIKASI DREAME/INNOVEL UNTUK MEMBACA LENGKAP) Persahabatan antara pria dan wanita itu sangat sering ditemukan, ada yang berakhir...