šŸ‹ ARSENSHA (END) šŸ‹

By elaabdullaah

1.7M 91.9K 2.6K

My Possessive Boyfriend #1 Karena menolong seorang pria yang terluka, Sensha terjebak dalam hubungan yang rum... More

Arshensa 1 - Ulah Arvin
Arsensha 2 - Terima Kasih Arvin
Arsensha 3 - Bunda
Arsensha 4 - Kedatangan Arvin
Arsensha 5 - Perdebatan
Arsensha 6 - Arvin Marah?
Arsensha 8 - Si Bunglon
Arsensha 9 - Tante Audy vs Arvin
Arsensha 10 - Childish
Arsensha 11 - Aksi Ngambek
Arsensha 12 - Jogging
Arsensha 13 - Emosi Yang Kembali
Arsensha 14 - Aku Sayang Kamu
Arsensha 15 -Tetangga Baru
Arsensha 16 - Masalah Lagi?
Arsensha 17 - Ketahuan?
Arsensha 18 - Flashback
Arsensha 19 - Kesepakatan Bersama
Arsensha 20 - Apakah Berakhir?
Arsensha 21 - Ancaman
Arsensha 22 - Beruntung?
Arsensha 23 - Rey dan Anggi
Arsensha 24 - Rey yang Aneh
Arsensha 25 - Cemburu Terus
Arsensha 26 - Penculikkan
Arsensha 27 - Ada Apa Dengan Arvin?
Arsensha 28 - Perasaan Sensha
Arsensha 29 - Penyesalan Sensha
Arsensha 30 - Kelelahan Sensha
Arsensha 31 - Pikiran yang Mengganggu
Arsensha 32 - Kita Sama?
Arsensha 33 - Yippie!
Arsensha 34 - Kelakuan Kurcaci - END
OPEN PO SHALNA SASIKIRANA

Arsensha 7 - Arvin Manja

63.3K 3.5K 20
By elaabdullaah

Typo masih bertebaran seperti kenangan yang terus menghantui~~

*****

Ruangan ini, kamar Arvin. Sangat rapi, berbeda dengan kamarku. Arvin memang sangat telaten menata kamarnya.

Sekarang aku duduk di sofa, di samping Arvin. Dia masih setia memelukku, emm ... mungkin hanya merangkul. Karena sejak tadi dia terus menggenggam tanganku, dia tidak mau melepaskannya.

Tadi, secara tiba-tiba ia memelukku, saat aku sudah menyerah dengan membujuknya dan ingin pulang, dia malah memelukku dan memintaku jangan meninggalkannya.

Siapa suruh mengacuhkanku?

Dan dia memaksaku masuk ke dalam kamar, dan mengunci. Sementara tante Audy merasa senang karena aku sudah berani membujuk Arvin. Tapi kenapa aku yang jadi tumbalnya?

"Kamu apa-apaan sih?"

"Apa?" katanya.

"Kamu mogok makan, kamu gak mau keluar kamar. Kamu tau gak udah bikin mama kamu khawatir." Aku terus berusaha melepaskan rangkulan Arvin. Tapi Arvin malah merangkulku makin erat.

Dia sama sekali tidak membalas percakapanku. Dia masih nyaman berada di sampingku dan tidak menjawab pertanyaanku.

"Arv, aku serius. Aku ngomong sama kamu." Aku makin dibuatnya kesal.

"Aku mau kita kayak gini terus," katanya sambil menatap mataku. Ada tatapan kerinduan di sana.

Arvin kenapa?

"Maksud kamu?" tanyaku.

"Aku mau kamu selalu ada di samping aku, sama seperti ini. Aku gak mau jauh dari kamu, aku mau kamu di dekatku terus. Jangan pergi dan tinggalin aku, Sha," kata Arvin memelukku erat. Entah dia kenapa. Kurasakan ada cairan yang mengalur di bahuku.

Apa Arvin menangis?

Aku melonggarkan pelukannya, mencoba melepaskan pelukan Arvin padaku secara perlahan. Kulihat matanya mengeluarkan air mata. Benar, dia menangis.

Aku menangkup pipinya, menghapus tiap tetesan air mata yang mengalir.

Apa karena penolakanku tadi malam Arvin jadi seperti ini?

"Kamu kenapa?"

"Aku mau kita tunangan," katanya. Aku bingung akan menjawab apa. Ini perminataan Arvin yang sulit kukabulkan. Di samping itu, sepertinya bunda juga memaksaku untuk tetap menjalin hubungan dengan Arvin, dan juga tante Audy yang sangat menyayangi dan menaruh harapan padaku agar bisa selalu di samping Arvin.

"Kita bahas masalah itu nanti aja, ya? Kamu belum makan, kan?" tanyaku padanya. Sementara Arvin hanya mengangguk.

"Ya udah, aku ke bawah dulu. Aku ambilin makanan untuk kamu," kataku berusaha menjauh darinya. Tapi belum sempat aku berdiri, Arvin langsung menarik tanganku.

"Jangan pergi, aku bisa makan nanti. Aku mau sama kamu dulu." Arvin memohon. Aduh, bagaimana ini, tadi tante Audy memintaku agar Arvin disuruh makan. Aku harus mencari cara agar Arvin bisa makan, setidaknya aku bisa meninggalkan rumah ini dalam keadaan Arvin yang sudah mau makan.

"Aku gak akan pergi dari sini, tapi dengan satu syarat," kataku.

"Apa?"

"Kamu harus makan."

"Oke, tapi kamu jangan pergi dari sini," katanya.

Akhirnya Arvin mengangguk. Huft, untung Arvin menyetujui syaratku.

Aku segera melangkah menuju pintu keluar, berniat untuk menyiapkan makan untuk Arvin. Tapi saat kubuka pintunya, aku baru sadar kalau pintunya terkunci.

"Arv, pintunya kekunci. Mana kuncinya?" kataku padanya. Sementara Arvin hanya diam menatapku. Oh, jangan sampai dia membuatku kesal lagi.

"Aku tadi udah bilang sama kamu, aku mau makan asal kamu jangan pergi dari sini. Dan kamu gak akan pergi dari sini?" katanya santai.

Lah? Kalau gitu gimana aku menyiapkan makanan untuknya.

"Terus makananannya datang dari mana?" tanyaku. Sementara Arvin hanya tersenyum. Tangannya meraih ponselnya, sepertinya ia sengaja menonaktifkan ponselnya. Dia segera menelpon seseorang.

"Ma, bawakan makanan ke dalam kamar Arvin, Suruh Bik Wati aja yang ngantar."

Oh, jadi dia menelepon tante Audy. Kalau gitu sama aja, aku gak bisa menghindar sama sekali darinya.

"Sini," katanya.

Aku berjalan ke arahnya. Dia langsung memelukku lagi. Aku risih jika dia berlaku manja seperti ini. Aku hanya ingin keluar. Toh, tugasku sudah selesai. Aku sudah bisa membujuk Arvin untuk makan.

"Sekarang kita bahas masalah kita," katanya sambil mencium tanganku.

"Masalah apa?" tanyaku.

"Aku mau kita tunangan, secepatnya."

Tuh kan, bisa gak sih Arvin menjadi manis sebentar saja. Jangan membuat orang kesal terus.

"Arv, kamu jangan bikin aku kesal sama kamu."

"Aku gak bermaksud gitu kok," jawabnya santai. Gak bermaksud begitu tapi terus membahas maslaah itu. Ya sama aja.

"Kalau gitu jangan bahas masalah tunangan. Kita sudah membahasnya kan?" kataku padanya. Dia tidak mau mengalah. Dia sudah kembali ke mode egoisnya. Sungguh egosi.

"Aku gak suka kalau kamu menolakku. Kamu harus bilang 'iya', apapun itu."

"Tidak akan!" kataku membantahnya.

"Kamu!" Arvin sudah marah. Tapi untungnya suara ketukan pintu mengehentikan amarah Arvin. Terima kasih bik Wati sudah menyelamatkanku dari cengkraman macan marah ini.

Arvin merasa kesal karena diganggu, ia berjalan ke arah pintu dan merogoh sakunya. Mengeluarkan sebuah kunci dan membuka pintu. Di sana sudah ada Bik Wati yang sudah siap membawakan nampan berisi makanan untuk Arvin.

Arvin mengisyaratkan pada bik Wati untuk meletakkan makanannya di atas meja. Bik Wati pun menuruti perintah Arvin, dan keluar.

Aku segera mendatangi meja sofa di kamar Arvin. Mengambil piring yang berisi makanan untuk Arvin, menyuruh Arvin untuk memakannya.

"Seperti janjimu tadi, kamu harus makan sekarang." Aku memberikan piring itu pada Arvin. Tapi Arvin tidak mau mengambilnya.

Kenapa anak ini?

"Oke, dan kurasa kamu juga ingat dengan janjimu untuk tidak pergi dari sini," katanya. Dia masih menatapku. "Iya," jawabku pasrah. Kukira dia sudah melupakan janji itu.

"Sekarang aku mau kamu nyuapin aku," katanya. Dih, seperti anak kecil saja, emangnya dia gak bisa makan sendiri?

Aku terpaksa menyuapi dia, kenapa Arvin selalu berperilaku manja seperti ini. Seharusnya dia bisa mikir dong, gak semua masalah bisa diselesaikan dengan acara ngambekannya dia. Emang dengan begitu masalahnya bisa selesai? Apalagi membuat tante Audy mengkhawatirkannya.

"Habis ini aku langsung pulang ya. Aku tadi Cuma izin sebentar aja sama bunda," kataku. Dia mengehntikan makannya, dan menatapku marah.

Dia kenapa lagi? Tadi sudah baik, sekarang jadi berubah gini?

"Nggak boleh," katanya. Dia meminum air di atas gelas. Kurasa dia sudah tidak nafsu makan lagi. Kuletakkan piring itu di atas nampan.

"Tapi, Arv ... aku gak bisa lama-lama, besok aku main lagi ke sini, deh," kataku memberikan penawaran padanya,

Tapi namanya Arvin, ia sama sekali tidak mau menerima tawaranku, dia itu keras kepala. Sampai kapan pun dan tidak akan pernah berubah.

"Janji kamu tadi bilang kalau kami gak akan pergi dari sini," katanya.

"Tapi kan kamu udah selesai makan," kataku lagi. Dia mengajakku debat kah?

Besok kan masih bisa bertemu lagi. Lagian aku gak bisa lama-lama di sini.

Arvin berjalan ke arah ranjang, dan dia mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

"Jadi kamu ke sini buat nyuruh aku makan aja? Kamu cinta gak sih sama aku?" katanya. Dia mulai lagi. Aku jadi makin tidak betah padanya jika terus begini. Ruangan ini terasa sesak.

"Bukan gitu-"

"Ya sudah kamu pergi aja kalau bisa, ga usah peduliin aku lagi. Aku gak mau keluar kamar sampai kapan pun kalau kamu pergi. Ingat itu," ancam Arvin.

Sifat kekanakannya sudah muncul. Lagipula besok aku datang lagi.

Sepertinya jika melawan Arvin dengan keras kurasa akan percuma. Kalau dia sudah begini hanya bisa diperlakukan dengan lembut.

Aku berjalan ke ranjang Arvin, dan membelai wajahnya. Dia menikmatinya.

"Arvin, besok kan kita ketemu. Aku ke sini lagi, kok. Aku janji. Nanti kalau sampai rumah, aku bakalan ngabarin kamu. Kita bisa chattam sepuas kamu, bahkan kalau mau nanti kita telponan sampai kamu puas." Aku berusaha memohon padanya. Menyampaikan beberapa penawaran yang kurasa sangat menguntungkan untuknya.

"Tapi kamu gak ada di sini. Aku maunya kamu," katanya sendu. Syukurlah kalau dia sudah melunak.

"Iya, tapi besok aku ke sini. Kita jalan-jalan besok, ya? Tapi aku harus pulang," bujukku lagi.

"Janji?"

"Janji, Arv."

"Oke, tapi kamu jawab ini dulu, kamu cinta gak sama aku?"

Apa-apaan lagi ini?

"Iya, Arvin. Aku cinta sama kamu, sayang sama kamu. Aku mau kamu sehat, jangan sakit dan jangan ngambekan gini. Kayak anak kecil tau," kataku. Dia sedikit tertawa mendengar ocehanku.

"Iya-iya, Mbul. Aku janji, tapi kamu janji untuk bersikap manis seperti ini, dan jangan pergi tinggalin aku."

"Iya," kataku padanya. Entah kenapa aku lebih suka menyukai Arvin yang seperti ini. Tidak membuat masalah padaku, dan tidak membuatku kesal karena ulahnya.

"Selamanya, Sensha milik Arvin, dan Arvin milik Sensha." Arvin mengucapkan itu dengan mantap. Dan aku hanya membalasnya dengan senyuman.

"Jadi aku boleh pulang kan?" tanyaku lagi. Takut-takut kalau dia berubah pikiran. Ternyata ia menepati janjinya, ia mengizinkanku pulang. Ia mulai membukakan pintu kamarnya untukku. Dan mengantarkanku turun ke bawah.

Kulihat di sana sudah ada tante Audy yang menunggu kami. Begitu tante Audy melihat kami turun bersama, tante Audy menyunggingkan senyum senangnya.

"Tante, Sensha pulang dulu, ya?" pamitku. Wjah tante Audy terlihat sedih.

"Kok cepat sih, Sha?" tanyanya. Aku hanya menggaruk tengkukku merasa tidak enak.

"Hehe, iya, Tan. Tadi izinnya cuma sebentar aja sama bunda," kataku.

"Iya, Ma, tadi aku maunya Sensha nginap di sini," kata Arvin menimpali.

"Kapan-kapan aja ya."

Tante Audy langsung memelukku, sepertinya ibu dan anak ini tidak mau membiarkan aku cepat pulang. Hm.

"Terima kasih, calon menantu," kata tante Audy berbisik di telingaku. Aku terkejut saat beliau mengatakan itu.

Saat pelukan kami terlepas, aku hanya tersenyum pada tante Audy. Sepertinya memang benar, tante Audy dan bunda menaruh harapan besar pada hubunganku dengan Arvin.

TBC

hellaw, aku kembali lagi buat update part 7, kembali lagi dengan Arvin dan Sensha. untuk beberapa hari ini, mungkin aku lagi ngumpulin stok ketikan cerita. kalau sudah beres tinggal update. jangan lupa baca cerita Lyla-Angga dan Nimaz-Azka, ya:)

hehe, makasih buat yang sudah read, vote dan comment. selamat malam ^^ mimpi indah. buat Arvin jangan lupa mimpiin Sensha, ya!^^

Continue Reading

You'll Also Like

806K 70.3K 44
Setelah kematian ibunya Rayanza yang tadinya remaja manja dan polos. Berubah menjadi sosok remaja mandiri yang mampu membiayayi setiap kebutuhan hidu...
473K 18.1K 50
"Gue tertarik sama cewe yang bikin tattoo lo" Kata gue rugi sih kalau enggak baca! FOLLOW DULU SEBELUM BACA, BEBERAPA PART SERU HANYA AKU TULIS UNTUK...
4.1M 241K 60
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
538K 58.1K 37
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...