🍋 ARSENSHA (END) 🍋

By elaabdullaah

1.7M 91.9K 2.6K

My Possessive Boyfriend #1 Karena menolong seorang pria yang terluka, Sensha terjebak dalam hubungan yang rum... More

Arshensa 1 - Ulah Arvin
Arsensha 2 - Terima Kasih Arvin
Arsensha 3 - Bunda
Arsensha 4 - Kedatangan Arvin
Arsensha 6 - Arvin Marah?
Arsensha 7 - Arvin Manja
Arsensha 8 - Si Bunglon
Arsensha 9 - Tante Audy vs Arvin
Arsensha 10 - Childish
Arsensha 11 - Aksi Ngambek
Arsensha 12 - Jogging
Arsensha 13 - Emosi Yang Kembali
Arsensha 14 - Aku Sayang Kamu
Arsensha 15 -Tetangga Baru
Arsensha 16 - Masalah Lagi?
Arsensha 17 - Ketahuan?
Arsensha 18 - Flashback
Arsensha 19 - Kesepakatan Bersama
Arsensha 20 - Apakah Berakhir?
Arsensha 21 - Ancaman
Arsensha 22 - Beruntung?
Arsensha 23 - Rey dan Anggi
Arsensha 24 - Rey yang Aneh
Arsensha 25 - Cemburu Terus
Arsensha 26 - Penculikkan
Arsensha 27 - Ada Apa Dengan Arvin?
Arsensha 28 - Perasaan Sensha
Arsensha 29 - Penyesalan Sensha
Arsensha 30 - Kelelahan Sensha
Arsensha 31 - Pikiran yang Mengganggu
Arsensha 32 - Kita Sama?
Arsensha 33 - Yippie!
Arsensha 34 - Kelakuan Kurcaci - END
OPEN PO SHALNA SASIKIRANA

Arsensha 5 - Perdebatan

53.6K 3.2K 57
By elaabdullaah

"Oh, iya, tadi kalian ngomongin aku, ya? Hayo, ngomongin apa?" tanya Arvin. Sepertinya ia penasaran. Mungkin sedikt menggoda Arvin tidak ada salahnya.

"Gak ada apa-apa, kok. Kamu aja tuh yang kepedean." Aku menjulurkan lidahku padanya, sementara dia hanya menyeringai padaku. Wah, bahaya. Ini gawat. Alarm sudah berbunyi.

Arvin segera menggelitikkan tangannya ke perut. Oh tidak, ini cuku geli.

"Arv, u-udah, cukup. I-iya a-aku kasih tahu, deh." Aku menyerah, dia selalu bisa membuatku kalah di hadapannya. Dasar pacar jahat. Ngalah dikit sama ceweknya gak mau.

"Makanya bilang tadi kamu ngomong apa sama orang tuamu tentang aku," katanya memaksaku.

"Tentang tunangan."

"Tunangan? Maksud kamu, kita tunangan, gitu?" Tercertak jelas senyum sumringah pada sudut bibir Arvin. Aduh, aku harus jawab apa. Sepertinya Arvin sangat mengiginkan pertunangan itu. Tapi ... tapi aku belum siap.

Aku takut suatu saat nanti sifat posesif Arvin akan kambuh. Bagaimana kalau kami sudah tunangan lalu Arvin melarangku ini-itu. Kan rempong. Pft.

"Iya, tapi aku belum siap, Arv." Aku takut mengatakannya. Seketika Arvin menjadindiam. Tak ada satu patah kata pun dari dia. Marah kah dia?

"Belum siap karena apa?" tanya Arvin dingin. Tuh, kan. Kayaknya dia kembali ke mode dinginnya. Bahaya!

"Y-y-ya, kan aku baru lulus SMA. Dan sebentar lagi mau kuliah. Kayaknya masih terlalu dini deh kalo kita tunangan, Arv." Aku takut. Lagi-lagi aku takut.

Aduh, ayah ... bunda ... kenapa kalian meninggalkan putri kalian yang manis ini pada macan kelaparan seperti Arvin, sih?

"Jadi kamu nolak tunangan ini?" Sepertinya Arvin marah padaku. Aku gak tahu kalau penolakanku ini membawa dampak bagi Arvin. Apa dia tidak mau menungguku.

"Iya," jawabku. Rahangnya mengeras. Apa dia benar-benar marah?

"Aku gak suka kalau kamu nolak pertunangan ini. Pokoknya aku mau kita tunangan," kata Arvin keukeuh. Ini dia niat amat sih mau tunangan. Buat apa sih?

"Arv, aku belum siap."

"Kamu siap gak siap kita tetap tunangan, aku akan bicarain ini sama orang tuaku dan orang tuamu." Arvin marah. Ia keras kepala. Susah sekali membujuknya.

"Ta-pi, aku gak ma-"

"Kamu tinggal pilih," katanya. Jangan sampai dia menempatkan aku pada pilihan yang sulit. Dia senang sekali menempatkan aku pada pilihan yang bahkan aku saja tidak mau memilihnya.

"Apa?"

"Kamu kuliah dan kita tunangan, atau kamu gak kuliah dan kita nikah," katanya. Nah, kan. Gampang banget sih dia ngomong kayak gitu. Itu sama saja dia yang untung.

Kita sudah sering berdebat seperti ini, tapi tetap saja aku yang kalah. Aku yang mengalah.

"Aku gak bisa milih." Aku berusaha melawannya. Jangan sampai kita berantem. Aku sejak tadi sudah menahan diri untuk tetap memperlakukannya secara halus. Tapi ini dia sudah keterlaluan.

Kenapa sih Arvin mirip sekali dengan bunglong, sebentar romantis dan sebentar jadi posesif. Memang susah membaca pikiran Arvin. Sabar ... sabar.

"Kamu haris milih, Sensha," katanya menatap mataku. Tatapan mata penuh intimidasi, di sini dia yang berkuasa, dan aku hanya bisa menuruti kehendaknya.

"Gak akan." Bahaya Sensha. Kamu sudah membangunkan macan yang sedang tidur. Arvin menatapku lagi, dan ini lebih tajam dari yang sebelumnya. Aku takut, tapi mau bagaimana lagi, aku memang tidak mau bertunangan dengannya, aku gak mau nanti dia mengaturku lebih dari yang sekarang.

"Oke, kalau itu pilihan kamu. Kamu tanggung sendiri akibatnya."

Nah! Dia berulah lagi. Apalagi yang akan ia lakukan. Tidak cukupkah dia menempatkan pad pilihan yang sulit, dan sekarang sedang ada rencana tersembunyi dalam benaknya,

Tapi, kok?

Arvin malah pergi meninggalkanku sendiri di ruang makan. Apa dia mau pulang? Sudahlah, biarkan dia pamitan sendiri sama ayah dan bunda, mending aku melanjutkan makanku.

Tapi, aku merasa bersalah.

"Kamu ada apa sama Arvin?"

Tiba-tiba aku terkejut. Ih, bunda suka banget sih ngagetin anaknya. "Gak ada apa-apa, kok, Bun. Emangnya kenapa?" tanyaku pada bunda. Ini pasti ulah Arvin.

Biasanya kalau Arvin pulang, akulah yang mengantarkannya sampai gerbang. Biasanya dia gak mau pulang kalau aku gak ngenterin dia. Dan tadi, sudah jelas dia pulang tanpa aku yang mengantarkannya. Mungkin ia hanya pamitan pada ayah dan bunda.

Bunda pasti curiga, makanya menanyakan ini padaku.

"Apa, Bun?" kataku lagi. Bunda masih menatapku menggunakan sudut matanya. Seperti tidam percaya pada pernyataanku tadi.

"Beneran? Kalau ada apa-apa, cepat diselesaikan. Jangan larut dalam masalah. Mumpung masalahnya masih kecil." Bunda duduk menasehatiku. Lah? Emang ada apa?

"Bunda, kan tadi Sensha udah bilang kalau kita gak ada masalah apa-apa. Jadi apa yang mau diselesaikan?" kataku. Tapi memang gak ada apa-apa menurutku. Kalau dia marah karena aku menolaknya untuk bertunangan dengannya, dia gak punya hak buat marah. Aku kan sudah menjelaskan semua alasanku. Malah dia yang marah dan pergi ninggalin aku. Jadi bukan salahku.

"Bunda gak mau kamu putus sama Arvin. Bunda sudah cocok sama Arvin. Bunda gak mau kalau kamu nikah selain sama Arvin," kata Bunda.

Lah? Bunda apa-apain, sih? Kenapa jadi maksa gini. Lagian si Arvin habis ngasih bunda apaan bisa sayang gini sama dia, dibanding sayang sama aku.

"Yaudah, kalau gitu Bunda aja yang nikah sama Arvin. Kenapa harus Sensha?"

"Aw!" Bunda malah menjitak kepalaku. Salahku apa? Katanya bunda, dia maunya sama Arvin.

"Kamu kalau ngomong hati-hati, kalau kedengaran sama ayah gimana?" kata bunda.

Ya, ayah kan punya telinga. Jadi gak masalah kalau mau dengar. Lagian bunda juga apaan sih bahas nikah sekala, umur masih muda juga mau nikah.

"Maaf, Bun. Sensha mau cuci piring dulu di dapur."

Aku pamit pada bunda. Sepertinya jika melanjutkan pembicaraan ini tidak akan selesai. Selalu saja membahas tentang Arvin. Sebenarnya Arvin juga baik, tapi mau gimana lagi. Sejujurnya aku belum siap untuk menjalin hubungan yang serius dengan dia.

Lebih baik aku segera mencuci piring, dan pergi ke kamarku. Hari ini membuatku lelah. Arvin dan bunda selalu saja memaksaku melakukan sesuatu yang tidak suka.

Aku segera beranjak dari dapur, menaiki anak tangga. Sebenarnya aku masih memikirkan perkataan Arvin, apa yang akan dilakukan oleh Arvin?

Aku mengaktifkan kembali ponselku. Mungkin saja Arvin dari tadi siang menghubungiku. Dan ternyata benar, dia mengirimkanku banyak sekali pesan. Dan aku tidak menjawabnya. Mungkin saja Arvin datang ke rumah karena khawatir padaku. Aku jadi merasa bersalah padanya, tapi dia juga keterlaluan kalau memaksaku untuk bertunangan dengannya.

Setelah kubaca semua pesan darinya, ternyata dia tidak mengirimkanku pesan lagi. Apa mungkin dia marah?

Tapi kenapa malah dia yang marah? Kan aku belum siap tunangan sama dia, apalagi dengan sikap dia yang suka berubah-ubah.

Sebenarnya aku memang keterlaluan sama dia, tapi dianya juga yang nggak mau menerima alasanku.

Terkadang Arvin baik banget bahkan perhatian, tapi terkadang juga dia bisa seperti monster yang tiba-tiba aja bisa marah.

Aku lebih suka Arvin jika berada dalam mode romatisnya, apalagi kalau dia nyubit pipiku. Katanya kalau lihat pipiku malah bikin dia gemes. Jadi kangen dia, kangen saat dia datang tiba-tiba dan ngajak aku jalan keluar. Arvin selalu ada di saat aku butuh, bahkann saat aku badmood pun dia sudah tahu.

Dia bisa saja langsung datang ke rumah, dan membawaku keliling kota.

Apa aku harus minta maaf sama dia? Tapi, kalau aku minta maaf nanti dia malah maksa aku buat tunangan. Padahal aku bersikap seperti ini karena aku ingin sekali Arvin merubah sikapnya.

TBC

yuhu, kembali lagi dengan Arvin dan Sensha. terima kasih buat kalian yang sudah meluangkan waktunya untuk baca cerita ini.

aku tahu part ini dikit bangetttt isinya, tapi mau gimana lagi. heheh. ideku cuma ada sampai sini. nanti aku bikin part yang lebih panjang lagi.

ah, iya. jangan lupa baca ceritaku yang lain, ya. ada Nimaz dan juga Lyla di sana, loh.

jangan lupa vote dan komen, tapi aku suka kalau ada orang yang komen, dengan gitu kita akan lebih sering berinteraksi. eak eak /abaikan/

Continue Reading

You'll Also Like

5.3M 226K 54
On Going [Revisi] Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan ya...
641K 43.3K 40
"Enak ya jadi Gibran, apa-apa selalu disiapin sama Istri nya" "Aku ngerasa jadi babu harus ngelakuin apa yang di suruh sama ketua kamu itu! Dan inget...
2.3M 156K 49
FOLLOW DULU SEBELUM MEMBACA!! "𝓚đ“Ēđ“ļ𝓾 đ“Ē𝓭đ“Ēđ“ĩđ“Ē𝓱 đ“Ŋ𝓲đ“Ŋ𝓲𝓴 đ“Ē𝓴𝓾 đ“Ģ𝓮đ“ģ𝓱𝓮𝓷đ“Ŋ𝓲, 𝓭𝓲đ“ļđ“Ē𝓷đ“Ē đ“ŧ𝓮đ“ļ𝓮đ“ŧđ“Ŋđ“Ē𝓴𝓾 đ“Ģ𝓮đ“ģ𝓹𝓸đ“ģ𝓸đ“ŧ 𝓭𝓮𝓷𝓰đ“ĒīŋŊ...
484K 25.3K 35
SEBELUM BACA JANGAN LUPA FOLLOW AUTHOR NYA DULU YA GUYSS.. ~bagaimana ketika seorang perempuan bertransmigrasi ke tubuh seorang perempuan yang memili...