šŸ‹ ARSENSHA (END) šŸ‹

By elaabdullaah

1.7M 91.9K 2.6K

My Possessive Boyfriend #1 Karena menolong seorang pria yang terluka, Sensha terjebak dalam hubungan yang rum... More

Arsensha 2 - Terima Kasih Arvin
Arsensha 3 - Bunda
Arsensha 4 - Kedatangan Arvin
Arsensha 5 - Perdebatan
Arsensha 6 - Arvin Marah?
Arsensha 7 - Arvin Manja
Arsensha 8 - Si Bunglon
Arsensha 9 - Tante Audy vs Arvin
Arsensha 10 - Childish
Arsensha 11 - Aksi Ngambek
Arsensha 12 - Jogging
Arsensha 13 - Emosi Yang Kembali
Arsensha 14 - Aku Sayang Kamu
Arsensha 15 -Tetangga Baru
Arsensha 16 - Masalah Lagi?
Arsensha 17 - Ketahuan?
Arsensha 18 - Flashback
Arsensha 19 - Kesepakatan Bersama
Arsensha 20 - Apakah Berakhir?
Arsensha 21 - Ancaman
Arsensha 22 - Beruntung?
Arsensha 23 - Rey dan Anggi
Arsensha 24 - Rey yang Aneh
Arsensha 25 - Cemburu Terus
Arsensha 26 - Penculikkan
Arsensha 27 - Ada Apa Dengan Arvin?
Arsensha 28 - Perasaan Sensha
Arsensha 29 - Penyesalan Sensha
Arsensha 30 - Kelelahan Sensha
Arsensha 31 - Pikiran yang Mengganggu
Arsensha 32 - Kita Sama?
Arsensha 33 - Yippie!
Arsensha 34 - Kelakuan Kurcaci - END
OPEN PO SHALNA SASIKIRANA

Arshensa 1 - Ulah Arvin

235K 8.1K 356
By elaabdullaah

Pagi ini, hari pertama aku memutuskan ingin kuliah di jurusan yang kupilih. Mungkin mengambil jurusan di akuntansi cukup bagus. Prospek ke depannya pun tidak diragukan lagi, tapi butuh ilmu hitung yang jago banget kalau mau masuk jurusan itu. Semoga aku bisa mengikuti tes itu.

Untung saja tadi aku bangun pagi, kalau tidak, mungkin aku bisa telat ikut tes.

"Sha, sarapan dulu," ucap bundaku yang hari ini penampilannya cetar menggelegar. Eh, gak ding, canda. Penampilan cetarnya bukan dengan aneka macam aksesoris yang menghiasi tubuhnya ataupun polesan bedak yang tebalnya bisa dibikin semen bangunan kali. Hahaha. Tapi cetarmya itu dengan penampilan bunda menggunakan daster ala emak-emak, dengan celemek bagian depannya. Biasalah, hobi bunda memang memasak.

"Nanti aja, Bun. Sensha udah mau terlambat, nih." Aku langsung berlari ke garasi motorku. Aku rindu menggunakan motor ini, sudah lama aku tidak mengendarainya. Ini semua karena Arvin.

Ah, iya. Aku lupa, Arvin adalah pacarku. Sejak menjadi pacarnya, ia melarangku untuk menggunakan motor lagi. Emang agak lebay banget deh si Arvin. Semoga dia gak dengan celotehanku ini.

Aku mengedarkan seluruh pandanganku, kuharap tidak ada Arvin. Biasanya dia udah nangkring tampan di pagar rumahku, mungkin mau ngelamar jadi satpam. Malah bukan ngelamar aku, malah ngelamar yang lain. Eh.

Sepertinya Arvin pagi ini gak datang buat jemput aku. Syukurlah, aku bisa jalan-jalan manja kalau gak ada dia. Uyey.

Aku mencoba menghidupkan motorku, tapi sepertinya ada yang aneh. Tapi apa ya? Kok perasaanku gak enak. Segera ku cek motornya, dan sialnya ban motorku kempes. Ulah siapa sih ini? Gak tau apa kalau aku mau telat. Ayah juga udah berangkat ke kantor, mau naik taksi juga percuma, jam segini mana ada taksi nangkring. Apa pakai abang-abang Go-Jek aja ya?

"Mau lari, eh?" Aku mendengar suara mistis di dekatku. Perasaanku gak enak, duh.

"Arvin!!! Ini ulah kamu, ya?" tebakku. Ah, sudah kubilang kan dia gak bakalan ngizinin aku buat naik motor, makanya dia ngempesin ban motor aku. Menyebalkan.

"Siapa lagi?" katanya. Enak banget sih jawab gitu. Kayaknya kalau mulutnya disumpel pake bon cabe level 15 bisa kali ya menutup mulutnya. Punya pacar kok kayak gini. Salah apa dulu waktu bunda dan ayah bikin aku?

Arvin tersenyum puas sambil memperlihatkan tumpukkan paku yang dipegangnya. "Kamu jadi asistennya kuntilanak, ya? Megang paku gitu," kataku spontan. Arvin langsung menjitak kepalaku. Sakit tahu, ini mah namanya penyiksaan dalam hubungan pacaran.

"Kalau kuntilanaknya kayak kamu sih gakpapa, Yang. Kamu aneh-aneh sih. Paku ini yang bikin ban motor kamu kempes," katanya santai.

"Gampang banget sih kamu giniin aku, Arv. Aku kan mau tes, kalau gini aku bisa makin telat."

Etdah, ngomong sama dia nggak bakalan bisa selesai. Aku langsung pergi, tapi ya gitu. Dia malah narik tanganku dan memasukkan tubuhku ke mobilnya. Lalu dia menguncinya dan segera masuk ke kursi pengemudi.

Nah, kan. Sudah kuduga, hmm.

"Aku yang antar kamu, nagapain sih naik motor, kenapa juga kamu nggak bilang sama aku kalau minggu ini tes," katanya.

"Kamu nggak nanyain aku tuh."

"Kamu nggak cerita sama aku."

"Aku nggak cerita aja kamu udah tahu, apalagi kalau cerita."

Aku malas kalau udah bahas ini. Mending aku baca-baca soal buat tes nanti. Daripada bersebat sama dia nggak ada hasilnya, lagian di tes nanti nggak bakalan ditanyain 'topik apa yang kamu tengkarkan dengan Arvin tadi pagi?'. Benar, kan?

"Yang, aku ngomong sama kamu. Jangan diam gitu," katanya memprotes aksiku. Yaudah sih kalau mau ngomong ya ngomong aja, aku masih punya dua telinga buat dengerin dia.

"Aku baca soal, Arv. Aku hari ini ada tes, kamu jangan ajak aku berantem deh. Ini masih pagi, mbak-mbak kantin belum buka," kataku asal. Terserah deh dia mau nanggapnya kayak apa. Capek sama dia.

"Selesainya jam 11 siang."

"Yaudah, aku tungguin kamu tes, sekalian nanti kita langsung makan siang bareng," katanya. Mulai lagi deh sikap maksanya. Tadi pagi udah ngelarang aku naik motor, sekarang bikin janji seenak dengkulnya. Padahal aku mau langsng pulang dan langsung nonton drama korea yang udah ngantri minta ditonton.

"Kamu sendiri aja, aku mau langsung pulang."

"Nggak."

"Terserah," kataku kesal. Mungkin nanti kabur aja dari dia. Terserah dia mau nunggu sampai jam berapa.

"Aku suka kamu yang selalu nurut sama aku, Yang." Ah, itu terus. Geli banget dia ngomong kayak gitu.

"Emang aku bisa apa? Kamu maksa terus." Arvin menampakkan wajah puasnya. Hebat banget sih dia bisa mengendalikan diriku. Kalau bukan karena terpaksa, mungkin aku udah minta putus dari dia.

Aku pacaran sama dia juga karena nggak sengaja. Dulu dia terjatuh karena naik motor ngebut, pas kebetulan aku lewat tempat dia jatuh. Dan aku mengantarkannya pulang, tapi dia malah mengenalkanku sebagai pacarnya pada orang tuanya. Ditambah lagi orang tua Arvin adalah sahabat ayah. Kan parah. Aku mimpi apa sih bisa pacaran sama Arvin?

"Aku maksanya juga Cuma sama kamu."

Aku hanya dia tidak menggubris percakapanya. Yakin deh, dia pasti nyerempet-nyerempet ke topik lain. Sementara pikiranku tadi nggak bisa tenang. Bagaimana ujianku nanti? Aku terus merapalkan doa, semoga nanti aku bisa mengerjakan soalnya dengan baik.

Arvin tiba-tiba menggenggam tanganku erat, kemudian mengecup jari tanganku.

"Arv, geli," kataku melepaskan tanganku dari genggamannya. Tapi dia tidak membiarkannya. Dia semakin menggenggam tanganku erat enggann untuk melepaskannya.

"Kamu milik aku, dan aku nggak bakalan ngelepasin kamu," katanya. Nah kan, dia memang aneh. Padahal tadi nggak bahas masalah hubungan kita, tapi nyangkutnya ke sana. Pikirannya sudah terganggu mungkin.

"Arv, lepas. Kita udah mau sampai," kataku mencari alasan, aku udah semakin telat. Kemudian dia memparkir mobilnya dan membukakan pintunya untukku.

"Aku tunggu kamu, nanti langsung ke sini kalau tesnya udah selesai," katanya. Ish, kapan aku bisa kabur dari dia. Gimana caranya? Aku yakin dia terus mengawasiku. Emangnya aku buronan.

"Iya." Aku langsung meninggalkannya dan menonaktifkan ponselku. Aku tidak mau ujianku terganggu.

Aku masih punya waktu 10 menit menuju ruangan tesku. Aku hanya berlari kecil, aku tidak mau mengahabiskan tenagaku hanya untuk berlarian. Sangat sayang sekali.

Aku langsung duduk di kursi yang sudah tertempel nomor ujianku, hanya tinggal menunggu pengawas datang dan membagikan kertas untk tes. Tak lupa juga aku berdoa demi lancarnya tes ini.

Awalnya Arvin melarangku untuk masuk jurusan akuntansi. Mungkin karena jurusanku letak gedungnya jauh dengan gedung teknik sipil, jurusannya Arvin. Dia pernah memaksaku untuk mendaftar di jurusan yang dominan mahasiswanya adalah laki-laki. Katanya biar lebih dekat, atau dia pernah bilang padaku untuk tidak kuliah saja. Cukup di rumah. Dih, aku nggak mau menjadi wanita yang hanya tergantung pada pria.

Kita wanita juga punya hak untuk mengenyam pendidikan, bukan hanya sekedar di rumah berdiam diri. Kita boleh menjadi wanita karir, asalkan tidak melupakan kodrat kita sebagai wanita yang kelaknya akan menjadi seorang ibu dan istri. Tapi, tidak ada salahnya kan kita mengenyam pendidikan, jika kita bisa bermanfaat untuk orang lain, kenapa harus disia-sia kan?

Waktu terus berjalan, lamunanku terganggu saat pengawas datang. Seperti pengawas pada umunya, mengucapkan salam, memperkenalkan diri, membaca tata tertib dan pertauran tes dan membagikan kertas soal dan lembar jawaban.

Kami hanya diberi waktu 3 jam untuk mengerjakan soal-soal itu. semoga otakku tidak berkurang gyrus dan sulcus-nya karena mengerjakan soal ini. Atau mungkin saja, mataku tidak melepuh menahan kantuk karena bergadang belajar semalaman.

Soalnya lumayan susah-susah gampang, bukan karena sombong, tapi aku pernah menemukan soal yang seperti ini. Dan untungnya aku masih mengingat cara mengerjakannya. Coretan di lembar cadangan sudah penuh dengan tulisanku yang berantakan. Aku sangat susah sekali jika harus menghemat kertas.

Waktu 3 jam kurasa sangat kurang, karena ada soal yang memang sangat rumit. Kuharap soal yang kukerjakan tadi benar.

3 jam sudah berlari, dan aku bingung sekarang akan ke mana. Kabur atau datang ke parkiran? Arvin pasti akan langsung memaksaku. Aku segera mengaktifkan ponselku, memberi kabar pada bunda dan meminta doa bunda semoga aku diterima di jurusan yang kupilih. Lalu tak sengaja ada chat Line dari Arvin. Ah, benar, kan. Dia seperti peneror saja, mengirimkan pesan-pesan aneh.

Arvin S. D. : Monyet.

Arvin S.D. : Oy, oy, oy. Woyo woyo.

Apa sih dia ini? Gak jelas banget.

Arvin S. D. : Mbem, semangat ya ujiannya :3

Mbam mbem ... kebiasaan manggil tembem, pantas saja dia suka mencubit pipiku.

Arvin S. D. : HAHAHA, CANDA YANG. JANGAN MARAH,

Arvin S. D. : kalau soalnya susah, sebut namaku tiga kali ya, Yang. Siapa tahu kamu dapat pencerahan, Yang.

Dih, sebut nama dia. Emang kayak mau manggil mak lampir. Tapi cocok sih, dia kan emang mirip mak lampir. Menyebalkan.

Tapi sedikit hiburan untukku membaca pesannya yang konyol seperti itu. Memang dia menyebalkan dan posesif sekali, tapi terkadang dia bisa bikin aku ketawa dengan segala lawakannya. Aku langsung membaca chat-nya.

Senshapratista : Dasar kebo manggil monyet. Dan aku nggak tembem, kok. Ini udah selesai, aku ke parkiran skrg.

Aku langsung memasukkan ponselku ke dalam tas, dan berjalan menuju parkiran. Kenapa aku jadi ikut lapar ya? Mungkin memang benar kata Arvin, lebih baik makan siang dulu.

Continue Reading

You'll Also Like

ALZELVIN By Diazepam

Teen Fiction

3.7M 224K 28
"Sekalipun hamil anak gue, lo pikir gue bakal peduli?" Ucapan terakhir sebelum cowok brengsek itu pergi. Gadis sebatang kara itu pun akhirnya berj...
2M 100K 59
LO PLAGIAT GUE SANTET šŸš« "Kita emang nggak pernah kenal, tapi kehidupan yang Lo kasih ke gue sangat berarti neyra Gea denandra ' ~zea~ _____________...
4.1M 241K 60
[USAHAKAN FOLLOW DULU SEBELUM BACA] Menikah di umur yang terbilang masih sangat muda tidak pernah terfikirkan oleh seorang gadis bernama Nanzia anata...
2.4M 127K 53
[PART MASIH LENGKAP] "Lihat saudaramu yang lain! Mereka berprestasi! Tidak buat onar! Membanggakan orang tua!" Baginya yang terbiasa dibandingkan den...