SLUT [DITERBITKAN]

By badgal97

559K 24.4K 2.4K

[TELAH DITERBITKAN DENGAN JUDUL 'LUST'] Shay McConnell yang memiliki nama 'lain' sebagai Rita, dan berakhir d... More

PROLOGUE
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5°1
Chapter 5°2
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8°1
Chapter 8°2
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12°1
Chapter 12°2
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
AUTHOR NOTES
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Ini Penting
EXTRA CHAPTER
OPEN PO!!!!!!
CASHBACK!!!
EBOOK VERSION

Chapter 27

12.8K 537 30
By badgal97

*gue sengaja gak crop mulmed soalnya gue liat username ig si abang yang deketan sama punya Shay di atas WKWK entah knp gue baper liatnya jadi sayang kalo dicrop gt ok ini gapenting. Happy Reading aj yeah

27


Shay berjalan mondar-mandir layaknya setrika panas. Satu tangannya terangkat untuk memijat pelipisnya sendiri. Dan layaknya sertika yang menyala, Shay pun merasa panas sekarang. Panas dalam artian frustasi, syok, dan nyaris gila. Bayangkan saja, lagi-lagi Justin menjadikannya pusat perhatian di depan Lydia dan para rekan sesama pelayan yang lain. Bocah sinting. Justin benar-benar memperlihatkan cara untuk mengajaknya berlibur secara gamblang. Lantas bagaimana? Lydia telah memberi ijin penuh pada Justin dan seharian ini, para pelayan lain sibuk bertanya mengenai Justin dan segala pemikiran bodohnya yang tidak dapat dipercaya.

Sebut Shay berlebihan, sebut Shay gila. Tapi bagaimana jadinya jika mereka mulai menaruh curiga dalam tindakan gila ini? Terkadang, Shay benar-benar geram menghadapi tingkah Justin yang keras kepala. Seperti saat ini. Rasanya Shay ingin memberi Justin pelajaran sekejam-kejamnya pada bocah itu agar ia bisa merasakan jera.

"Nona Connell?"

Dan Shay nyaris berteriak seraya terlonjak begitu matanya menangkap tubuh semampai Lydia yang berjalan khidmat ke arahnya. Oke, kini Shay merasa benar-benar bodoh. Ia berjalan mondar-mandir di tempat yang salah. Lorong lengang di sekitar mansion tentu bukanlah tempat yang tepat untuk melepaskan kefrustasiannya.

Kini Lydia berdiri tepat di hadapan Shay. Dan tanpa diduga ia mengulas senyuman di wajahnya. "Aku yakin kau terlalu terkejut sekarang." ujar Lydia sembari membenarkan tatanan rambutnya. "Maaf jika keinginan anakku membuatmu terguncang."

Shay tampak rikuh mendengar semua perkataan Lydia. Rasanya ia benar-benar bingung dan frustasi setengah mati karena situasi rumit ini. Jika Lydia tahu soal 'relasi terselubung' antara Shay bersama anaknya, dia sangsi bahwa Lydia masih mampu bersikap baik seperti ini. "Nyonyaku, aku hanya... sedikit terkejut."

"Itu wajar, Nona Connell. Aku mengerti." ujar Lydia seraya meraup bahu Shay lantas meremasnya lembut. "Kurasa ada sesuatu yang terjadi pada anakku."

Shay menghela napas sejenak. Lantas praktis mengernyit bingung. "Maksud anda, Mademoiselle?"

"Anakku menyukaimu."

Secepat kilatan guntur, Shay tersentak. Lihat, bagaimana Lydia bisa menyimpulkan secepat itu!? Dan alasan terbesarnya adalah karena Justin terlalu memperlihatkannya. Shay yang tersentak segera mengerjap lantas mengontrol diri untuk tidak menampakkan ekspresi yang janggal di hadapan Lydia. "A--apa? Nyonyaku, kurasa itu tidak benar."

Lydia menghela napas sejenak, lantas menghembuskannya dengan perlahan dan tenang. Iris matanya mulai menerawang ke arah atas seraya menengadah sebentar. Lantas kembali tertunduk dan menggeleng lemah. "Kau tahu anakku terluka. Selama dia seperti itu, aku hanya takut pandangannya dalam menyikapi dunia perlahan berubah ke arah yang menyimpang."

Shay terdiam.

"Dia tidak pernah peduli akan sekitarnya. Dia membungkus dirinya sendiri, termasuk di hadapanku." Lydia membenamkan bibirnya sejenak lantas iris matanya memandang Shay begitu dalam. Seakan mengajaknya untuk ikut merasakan apa yang Lydia rasakan. "Aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, dia kembali berubah secara perlahan. Dan ketika aku tahu kalau dia menyukaimu, percaya atau tidak, hatiku merasa tenang."

Perkataan Lydia sontak membuat Shay merasa terbungkus oleh sesuatu yang membuatnya kaku. Batinnya seakan menerima sekaligus menolak akan apa yang Lydia katakan. Apa maksud dari semua ini? Apa sebenarnya Lydia sudah mengendus hubungannya bersama Justin? Jika itu benar, mengapa Lydia memainkan hipotesanya secara rumit seperti ini? Apa Lydia bermaksud menyindir dan beberapa detik kemudian akan mengancamnya? Jika itu benar, Shay bisa mengatakan bahwa Lydia hebat. Dan semua sandiwara ini harus segera diakhiri.

Dan Shay tidak mampu menjawab apapun. Alih-alih hanya bisa menunggu, apa maksud dari semua ini.

"Aku merasa benar-benar tenang. Karena, ternyata anakku masih bisa bersikap normal. Dia menyukaimu. Menyukai seorang wanita." senyuman bahagia terbit di bibir Lydia. "Kau mengerti maksudku'kan? Sikapnya selama ini membuatku khawatir akan banyak hal. Termasuk rasa seksualitasnya. Dia bahkan berani menyiksa banyak pelayan di sini."

Dan sekarang Shay mengerti. Ia menyatukan kedua telapak tangannya di belakang punggung lantas meremasnya lembut. Ia merasa begitu lega ketika tahu bahwa ia salah menyimpulkan akan arah pembicaraan ini. Lydia tidak bermaksud seperti itu. Semua ini hanya tentang anaknya, Justin Allard Rousseau.

"Jadi," Lydia berjalan mendekat. Membuat Shay kontan terkejut dan tanpa diduga, wanita itu menangkup pipi Shay seraya menepuknya lembut. "Merci. Aku ingin anakku sembuh dari lukanya. Kuharap kau mengerti dan menerima apa yang diinginkannya. Dan anggap itu sebagai liburanmu juga."

Shay terdiam selama beberapa detik. Merasa gamang sekaligus gusar menangkap tatapan manis Lydia yang menaruhkan banyak harapan padanya. Tetapi Shay tahu bahwa Lydia hanya mengharapkan yang terbaik untuk Justin. Mustahil jika kaum kapitalis macam Lydia akan menerima fakta bahwa anaknya berpacaran dengan seorang pembantu--sekaligus pelacur. Shay cukup tahu diri. Lantas ia tersenyum tipis seraya membalas tatapan Lydia dengan ragu-ragu.

"Baik, Mademoiselle." ujarnya lirih. Shay berharap, ia tidak menaruh nada yang aneh dalam bicaranya.

Lydia tersenyum lebih lebar, hingga Shay dapat melihat rona merah di kedua pipinya. Matanya menyipit diikuti deretan giginya yang sedikit terlihat. Lydia kembali menepuk sebilah pipi Shay lantas berbalik dan melimbai pergi. Diikuti bunyi hak stiletto yang menggema di tengah lorong mansion dan aroma bunga Gardania yang menguar di sekitarnya. Meninggalkan Shay yang terdiam diliputi banyak kegelisahan.



***


"Resort di sini buruk." Justin menghela napas, merasakan panasnya matahari yang menyinari sekujur tubuhnya. "Tapi karena semua ini permintaanmu, mana bisa aku menolak, Sayang?"

Di bawah kacamata yang menghalaunya dari sinar matahari, Shay melirik Justin skeptis lantas kembali memejamkan matanya seraya mengedik acuh. "Kau mengerti soal antisipasi? Dengar, Tuan Muda. Bahamas terlalu banyak dikunjungi. Kau pikir bagaimana jadinya jika mereka melihatku membawa seorang anak bangsawan yang terkenal?"

"Ah, Ma Belle." Justin terkekeh. "Kau benar. Je t'aime, Kekasihku yang Cerdas."

Shay mencebikkan bibirnya. Bermaksud untuk mencemooh segala pujian Justin yang berlebihan itu.

"Dan jika kau mengenakan bikini seperti itu di sana, mungkin aku bisa mati." Justin mengedikkan bahu lantas mengerutkan kedua alisnya. "Karena cemburu, tentunya."

Geez. Bocah dan segala kebodohannya, batin Shay. Ia memilih untuk tak peduli dan menikmati hangatnya matahari di pulau Palawan, Filipina. Ya, Shay memaksa Justin untuk berpindah haluan dari Bahamas menuju Palawan. Semua itu tak lebih untuk antisipasi. Karena untuk saat ini, Shay tidak sudi bertemu dengan para penghuni Pigalle di sana. Lebih baik Shay memilih pulau tersembunyi ini dan menikmati liburannya. Dan di sini, kemungkinan besar Justin akan aman dari jangkauan paparazzi.

Keheningan mulai melingkupi mereka sementara waktu. Hanya suara deburan ombak diiringi desauan angin yang menemani atmosfer mereka. Shay tampak begitu menikmati sesi berjemur di pagi ini begitu pun dengan Justin. Bagi Shay, menjauh dari masalah yang terkubur di Paris dan berlabuh ke Palawan sungguh membuatnya merasa lebih baik. Untuk saat ini, Shay hanya ingin mengabaikan bayang-bayang memusingkan yang menghantuinya.

Ia mengabaikan reaksi curiga para pelayan lain yang mengiringi kepergiannya, ia mengabaikan wajah sumringah Lydia saat memandangi kepergiaannya, ia mengabaikan masalahnya bersama Vanessa, ia mengabaikan dendamnya pada Barbara, ia mengabaikan eksistensi Louis Aston yang masih berkeliaran di bumi ini, dan seterusnya. Bahkan untuk saat ini, Shay tidak mau menguak soal Lili. Sedikit pun.

Lamunan Shay buyar saat jemarinya tergenggam oleh telapak tangan Justin yang hangat. Ia menoleh lantas menemukan iris mata hazel yang menatapnya begitu intens. Di bawah kacamata yang di kenakannya, Shay bahkan bisa merasakan ketulusan yang Justin pancarkan lewat matanya. Perlahan, bocah itu merangsek lebih dekat ke arah Shay. Lantas beranjak dari posisinya, hingga kini ia setengah berbaring dengan tubuh yang ditumpu oleh sikunya yang tertancap di pasir putih yang lembut.

"Mengapa kau tidak menjawabku?" bisik Justin skeptis tepat di dekat Shay. "Aku baru saja mengatakan bahwa aku bisa cemburu pada siapapun yang mendekatimu. Itu artinya, aku sangat mencintaimu. Kau paham maksudku?"

Shay mendesah lantas membuka kacamatanya. Iris matanya praktis mengarah ke kedua bola mata Justin yang berada di dekatnya. "Kau tahu faktanya bahwa aku juga mencintaimu. Mengerti? Je suis très très très vous aime. (aku sangat sangat sangat mencintaimu)"

Justin terkikik mendengar penuturan Shay yang tampak geram seperti itu. Rasanya gemas melihatnya merengut seraya memutar kedua bola matanya. Shay tampak begitu manis--sekaligus seksi. Iris mata Justin perlahan menelusuri setiap lekuk tubuh Shay yang terbentuk sempurna. Sungguh, ini pertama kalinya bagi Justin dapat melihat tubuh Shay dengan leluasa. Kulit Shay yang sedikit gelap tampak begitu kontras diterpa sinar matahari. Bikini berwarna kuning terang melekat ketat di tubuhnya.Hingga akhirnya, perhatian Justin terhenti di pusar Shay yang dihiasi tindik.

"Sayangku," bisik Justin. Tangannya yang nakal mulai merabai perut Shay yang mulus dan rata. "Kau tampak begitu seksi, milikku. Hanya milikku."

Shay membiarkan kacamatanya bertengger di atas dahi. Iris matanya tetap memerhatikan kedalaman kedua mata Justin yang mengarah penuh padanya. Desauan angin di tengah pantai menerbangkan helaian rambut cokelat keemasan Justin yang lembut. Menghantarkan aroma kasturi yang menguar samar.

"Aku senang bisa berdua saja denganmu."

Justin merangsek kian dekat, hingga satu tangannya bergerak untuk menarik bikini Shay yang tercetak di dadanya, ia menariknya perlahan hingga satu payudara Shay berangsur menyembul keluar. Shay sontak terkejut dan semakin mendelik kaget saat Justin menurunkan kepalanya lantas menghisap payudaranya.

"Apa yang kau lakukan!?" desis Shay panik. "Ini pantai, Justin. Sadarlah! Bagaimana jika ada yang melihat!?"

Sungguh. Bercumbu bahkan bercinta di tempat umum sangatlah bukan Rita alias Shay. Dia bukan semacam maniak seks yang bersedia melakukan aksinya di mana saja. Shay pelacur. Ia perlu tempat yang memadai, dan tentunya mendapat bayaran.

"Tidak ada siapapun di sini, percayalah." Justin menghentikan hisapannya sejenak, lantas mendongak ke arah Shay dengan pandangan yang terlihat manis. Wajah dan ekspresinya benar-benar mendukung untuk melakukan itu. "Kau pikir aku sudi membiarkanmu mengenakan bikini itu di tengah pantai seperti ini? Tidak, Sayang. Jadi aku harus mengambil tindakan untuk menghalau itu semua."

"Lantas apa yang kau lakukan?" Shay mengernyit tak percaya.

"Intinya, membuat pantai ini menjadi milik kita."

Bagus! Sekarang Shay serasa berlibur di pulau tak berpenghuni. Apa yang Justin lakukan sungguh gila, tentu saja. Dia membuat pantai ini sepi hanya karena tidak sudi memamerkan Shay yang berbikini? Yang benar saja. Dan sejurus kemudian, Shay berdecak gusar tatkala Justin melanjutkan hisapan di salah satu payudaranya. Wajah menggemaskan Justin kembali tampak, menghantarkan sensasi tersendiri ke sekujur tubuh Shay.

"Jessica?" Justin semakin memajukan bibirnya, hingga Shay bisa merasakan hisapan Justin di payudaranya semakin menguat. "Mari kita bercinta,"

The Fuck. Justin benar-benar gila. Shay menghela napas gusar ketika sensasi geli yang menyalurkan birahi mulai terasa di sekujur tubuhnya. Itu hanya hisapan kecil. Dan merasakan itu di tengah pantai tentu membuat Shay merasa rikuh sekaligus terangsang.

"Aku..." Shay memejamkan mata. Tidak. Ia harus mengontrol libidonya. Tidak bisa seperti ini. Shay tidak mau jika Justin berangsur mampu mengambil kendali. "... sedang dalam masa periode."

Justin yang sedang sibuk menghisap penuh nafsu kontan terdiam. Praktis ia menengadah ke arah Shay dengan wajah pias. "Maksudmu... sungguh?"

"Menstruasi... Yaaa, berani sumpah." ujar Shay seraya memainkan ujung rambutnya yang terkepang dua.

Justin tampak menegang. Iris matanya mulai melirik dengan cepat ke bagian bawah Shay yang dibaluti bikini berwarna kuning. Tidak ada benda yang mengganjal di sekitar sana. Ia menghela napas pendek, lantas menatap Shay skeptis.

"Kau bohong," bisik Justin tajam. "Oh, Sayang, aku bisa mati!"

Shay sontak terkekeh mendengarnya. Benar-benar bocah yang konyol. Perasaan dan segala yang Justin ungkapkan masih terlalu mentah. Seperti anak kecil. Shay tidak menyangka Justin bisa begitu gamblang dan frontal. Tidak seperti sosoknya yang lain di hadapan pelayan ataupun kedua orang tuanya. Sangat dingin dan tertutup. Benar-benar pribadi yang tidak bisa dimengerti.

Meredakan tawanya, Shay menunjuk tempat di depannya dengan dagu. "Duduklah di sana dan buka celanamu."

Mendengar itu, seketika kedua mata Justin yang sewarna dengan lelehan madu berbinaran. Ia segera beranjak dari posisinya untuk duduk di tempat yang Shay tunjukkan. Tidak butuh waktu lama bagi Justin untuk membuka celana renang berwarna hitam dari tubuhnya. Hingga kini ia telanjang. Menampakkan miliknya yang terlihat mulai menegang, dan bersinar di bawah matahari.

"Ayo, kita mulai." pekik Justin sumringah seraya berbaring di atas pasir putih yang lembut, matanya terpejam diikuti kacamata yang mulai ia pasang.

Shay menyeringai seraya bangkit dari posisi berbaringnya. Ia mulai membersihkan telapak kakinya yang diliputi pasir. Benar-benar membersihkannya sampai bersih. Ia bergerak maju mendekati Justin seraya menjulurkan kedua kakinya, hingga kedua telapak kaki Shay mulai menyentuh milik Justin dan memainkannya dengan lihai.

Footjob. Shay melakukan itu.

"Whoa," Justin mengangkat kepala seraya melepas kacamatanya. "Apa yang kau lakukan?"

"Nikmati saja."

Entah apa yang ada dalam pikiran Shay McConnell hingga berani merendahkan seorang anak bangsawan seperti itu. Memadu foreplay dengan cara yang menjatuhkan harga diri. Menggunakan kaki. Justin seakan menjadi budak yang kehausan seks di sini.

"Ahh.." Justin menggeliat gusar. "Kau benar-benar Jalang."

"Katakan," Shay memainkan kedua kakinya semakin luwes di atas milik Justin yang kian mengeras. "sekali lagi,"

"Jalang," Justin mendesis tajam. Ia merasa kesal sekaligus bernafsu. Sulit untuk menolak gejolak yang Shay mainkan dengan cara rendahan seperti ini. "Kau menjatuhkanku."

"Tapi kau suka'kan?" jemari kaki Shay mulai bermain di ujung batang Justin. "Penismu menerima ini. Lihat Jerrymu, Sayang."

Justin melenguh. Dengan gerakan rikuh ia memakai kembali kacamatanya. Gila. Dengan kaki saja Justin sudah merasa seliar ini. Mengapa Jessica McConnell selalu membuatnya terlena seperti ini?

"Hentikan," Justin kian menggeliat resah diiringi lenguhan dan desahan. "Kita kembali saja ke hotel. Akan kuberi--Ahh! Kau, pelajaran!"

"Aa, Bocah Nakal," Shay meraih kedua biji milik dengan jempol kakinya. Membuat Justin memekik tertahan. "Berani kau padaku, hm? Berani kau?"

Justin meremas pasir putih di sekitarnya. "Tidak," jawaban itu meluncur begitu saja di lidahnya. Justin serasa didominasi di sini. "Aku terlalu mencintaimu."

"Dan aku juga." jawab Shay cepat. Lantas menggerakkan kedua kakinya semakin gencar memainkan milik Justin yang kini dalam keadaan ereksi penuh. "Kita saling mencintai, bukan begitu?"

"Ahh..!! Ahh...!!" keringat mulai menitik di sekitar wajah Justin yang kini memerah. "Jess, Ohh..."

Melihat wajah Justin yang berkeringat sekaligus memerah. Serta lenguhan yang tak henti keluar dari mulutnya--ditambah kacamata yang yang menutupi matanya, membuat Shay kian bersemangat untuk membuat Justin bertekuk lutut di bawah kakinya. Shay jadi ingat saat melayani pelanggan mudanya yang masih perjaka di Pigalle. Biasanya Shay selalu melakukan ini pada mereka di pengalaman pertamanya, bereksprerimen sesuka hatinya. Membiarkan lelaki-lelaki muda itu tampak bodoh hanya karena nafsu biadab yang menguasainya.

"Ow, kau punya tato di bawah sini?" Shay melirik tato burung camar kecil yang tampak di bagian perut bawah Justin. Ia menyentuh tato itu dengan jemari kakinya lantas tergelak. "Bocah Nakal, Vous avez aussi sauvage. (kau juga liar)"

Justin terdiam.

"Katakan bahwa kau suka vagina." Shay mendesis. "Berteriaklah."

Justin menggeleng resah dengan deru napas yang memburu. "Kau gila."

"Apa?? Kau menyebutku gila?" Shay menyeringai. Jempol kakinya kembali bergerak untuk menggesek lubang kencing milik Justin. Membuat Justin melenguh keras. "Ini, kau bisa rasakan!? Kau menyukainya. Dan apa kau sadar bahwa kau juga gila??"

"Hentikan!" pekik Justin kian gelisah. Di bawah panas matahari Palawan, Justin menggeliat seperti cacing.

"Berteriaklah," Shay mendesis lagi. "Katakan kau suka vagina, kau cinta vagina."

"AKU SUKA VAGINA!" Justin tak kuasa mengendalikan dirinya lagi. "AKU CINTA VAGINA MILIK KEKASIHKU JESSICA!"

"Wow," Shay kembali tergelak. Rasanya, semakin ia mempermainkan Justin, birahi yang aneh itu tumbuh. Membuatnya terangsang dengan sensasi yang berbeda. "Katakan, bahwa kau Bocah Nakal yang liar."

"AKU BOCAH NAKAL YANG LIAR! AKU SANGAT MENCINTAI KEKASIHKU JESSICA! AKU SANGAT INGIN BERCINTA DENGANNYA!"

Shay menggeram diiringi seringaian. Ia semakin gencar memainkan kakinya di batang milik Justin. Birahi yang aneh itu kian timbul ke permukaan. Membuat Shay kian bersemangat untuk mengerahkan kemampuan anehnya ini.

"Ahh...!! Ahh...!! Ahh...!! Jess!"

Justin kian menggeliat dengan liar. Keringat sudah membanjiri sekujur tubuhnya, sedang kedua tangannya mencengkram permukaan pasir semakin kuat. Shay mulai merasakan milik Justin yang terasa panas dan berkedut. Dan ketika Justin mengejang lantas berteriak diiringi lenguhan, Shay bergerak maju dengan cepat seraya membuka mulutnya lebar-lebar. Hingga puncak kenikmatan Justin yang keluar lewat sperma menyembur ke dalam mulut Shay. Shay menelannya. Merasakan sensasi panas itu mengaliri kerongkongannya. Dia jarang melakukan ini pada sperma sembarang orang. Dan jika ia sudah melakukan itu, artinya Shay merasa... terikat.

Napas Justin menderu. Kenikmatan itu mendera dari detik ke detik hingga berangsur menghilang, menanggalkan perasaan lega sekaligus ringan di sekujur tubuhnya. Sejurus kemudian Justin mengangkat kepalanya saat merasakan miliknya yang dibaluti sesuatu yang lembab dan basah. Dan ia terkejut melihat Shay yang tengah mengulum miliknya. Kenikmatan orgasme membuat Justin tak sadar jika Shay telah menelan sperma miliknya. Bahkan membersihkan batang miliknya yang dinamai Jerry itu.

"Oh, Jess," Justin membuka kacamatanya, matanya menyipit menahan silau matahari. Ia menatap Shay penuh rasa bahagia. "Je t'aime. Je suis très très très vous aime."

Shay menjilat ujung batang milik Justin sebagai sentuhan terakhir setelah membersihkan seluruh sperma yang mengotori milik Kekasih Kecilnya itu. Lantas mengedipkan mata seraya menengadah perlahan. "Je t'aime."



***


Misteri rembulan

Sebuah lubang di langit

Cahaya malam yang ajaib

Shay menyipitkan mata ketika desauan angin malam menerpa permukaan wajahnya. Menggelitik sekujur tubuhnya yang terbalut dress hitam terbuka, hingga menghantarkan rasa dingin yang menelusup sampai ke tulang. Iris matanya memandang jauh ke kegelapan malam yang dihiasi kilauan air laut yang berarak. Sedang bulan purnama menghias di belahan cakrawala gulita dan memancarkan cahayanya.

Menikmati satu hari liburan di Palawan sangatlah menyenangkan. Shay menikmati setiap detik dalam momen hidupnya di tempat ini. Bersama Justin. Meski Palawan tampak tak berpenghuni--hanya petugas resort yang ada untuk melayani mereka--tapi kesepian itu sama sekali tidak menganggu. Justru ia merasa begitu intim bersama Justin. Bak menikmati bulan madu yang indah. Dan kini, ia baru saja selesai dengan dinner romantis yang Justin persembahkan di atap resort. Justin memanjakannya cukup baik di sana dengan caranya yang khas. Dan Shay tak bisa memungkiri bahwa ia menyukai semua itu. Belum pernah Shay sedemikian dihargai, dianggap istimewa. Dan itu membuat hatinya merasakan kehangatan. Kehangatan yang membuatnya nyaman.

Sepasang mata yang tetutup

Menuju titik terjauh pantai dan berenang jauh di laut melampaui bintang-bintang

Jika mereka harus jatuh, kau akan mendapatkan sebuah harapan atau pengabdian

Kedua mata Shay yang terpejam praktis terbuka saat ia merasakan tangan yang membalut pinggulnya diikuti punggungnya yang merasakan keberadaan sosok yang kini memelukya dari belakang. Esensial musk bercampur kasturi mulai menguar bersama desauan angin malam di sekitarnya.

" Mon amour, êtes-vous heureux? (Cintaku, apa kau bahagia?)"

Justin meletakkan dagunya di pundak Shay seraya mencium aroma mawar Perancis yang menggelitik hidungnya. Matanya terpejam diikuti kulit wajahnya yang menyentuh helaian rambut Shay yang tergerai dan sedikit bergelombang.

Mungkin aku akan mendoakanmu untuk dapatkan yang terbaik

Tidak lebih dari kau dan aku

Shay berbalik, tangannya bergerak melingkari leher Justin lantas menatapnya dipenuhi dengan intensitas tinggi. Senyum samar sedikit merekah di bibirnya yang terpoles lipstik merah menyala. Bocah itu tampak memesona dengan jas hitam yang melekat di tubuhnya.Dan Justin ikut tersenyum. Meskipun Shay tidak menjawab pertanyaannya, Justin tahu bahwa Shay bahagia. Justin tahu bahwa Shay menerima seluruh persembahannya. Dan Justin bersedia melakukan apapun demi mendapatkan senyum tipis yang memabukkan itu kembali terulas di wajah kekasihnya.

"Bersedia untuk berdansa?" Justin bertanya sambil melarikan jemarinya untuk membelai pipi Shay yang lembut.

Mari kita mengambil kesempatan dari kisah cinta yang semakin romantis ini sebelum kehilangan cahaya

Menerima anggukkan Shay, Justin mempererat lingkar tangannya di pinggang Shay, sementara Shay meraup kedua bahu lelaki itu lantas mulai bergerak mengikuti instingnya untuk berdansa. Secara naluriah, mereka begerak dengan saksama. Memadu cinta dalam gerakan lembut sebuah tarian. Diiringi deburan ombak dan angin malam yang menjadi simfoni. Mereka terus bergerak, dengan pasang-pasang kaki yang telanjang menginjak pasir.

Kau memperjelas tujuan

Untuk ikatan yang tak terbatas

Menerjang gelombang dan memecah gemuruh

Air pasang surut dan arus harapan

"Kau bercahaya di mataku." Justin berbisik lirih. Membuat Shay dapat menghirup esensial mint yang berasal dari mulutnya. "Mengalahkan rembulan. Kau bercahaya."

"Merci."

Justin tersenyum, "Je t'aime."

"Je t'aime."

Dan mereka enggan untuk behenti berdansa. Simfoni lautan yang memadu bersama angin sangatlah candu. Diiringi cahaya bulan dan kegelapan gulita, Shay merasakan kebahagiaan yang sesungguhnya. Yang membunarkan segala pandangannya terhadap masalah hidupnya. Untuk saat ini, yang Shay inginkan hanyalah Justin. Ia bergerak maju di tengah perpaduan dansa mereka, lantas menerjang Justin lembut dengan ciuman.

Kau membuka semua ingatan

Kau membuat batasan tebesar

Kau adalah hantu yang memaksa untuk membayar cinta

Kau adalah ratu dan raja yang menggabungkan segalanya

Justi mengecap cairan Vodka dalam bibir Shay. Persetan dengan itu. Justin menikmati ciuman Shay yang memabukkan. Lidahnya mulai bergerak ke dalam dan memadu menjadi jalinan bersama lidah Shay. Mereka bermain dari dalam, memadu kasih dalam ciuman penuh cinta itu. Justin membawa Shay semakin erat dalam dekapannya, dan Shay melingkarkan tangannya semakin kuat di sekitar Justin. Tanpa berhenti bergerak secara lembut dalam dansa, mereka terus saling memagut. Hingga sekujur tubuh mereka ditumbuhi oleh cinta yang terpadu bersama birahi.

Terjalin seperti cincin di jari seorang gadis

Semua yang dapat kubawa

Adalah ikatan seorang pencinta

Ciuman itu tumbuh menjadi bara api. Api yang memercik tumbuhnya hawa nafsu. Baik Shay maupun Justin sama-sama menikmati semua itu. Mereka membiarkan gelenyar aneh yang menyerang sekujur tubuh satu sama lain. Yang menghantarkan sensasi hangat sekaligus memabukkan. Ciuman yang terus terjalin membuat mereka kian candu dalam cinta. Tanpa peduli akan kenyataan dunia yang menentang semua jalinan ini. Lagi-lagi, mereka beruasaha dengan mengabaikannya.

Kau berharap semoga aku bersikeras

Tak ada sedikit perjuanganmu atau perjuanganku yang terlalu kecil

Justin membuka matanya perlahan, iris hazelnya yang bernaung di bawah kegelapan menatap Shay penuh kilatan. "Sayangku, mari kita bercinta." jemari Justin mulai bergerak menarik tali dress di pundak Shay, lantas melepasnya. Hingga, sehalus kapas, kain satin itu jatuh di atas pasir. Menampilkan sosok hawa di depannya yang telanjang. "Di bawah cahaya rembulan."

Kebangkitan, di ambang kehidupan kita




TO BE CONTINUED!

A/N: Gimana menurut kaliaaaan? Tau gak sih bagian puisi-puisi J-Shay yang dansa di pantai itu gue kutip dari terjemahan lirik Bella Luna punya Jason Miraz.-.
Btw, gue mau berterimakasih sekaligus mendedikasikan chap ini untuk @rizkaliands! Dia yg nemenin gue curhat pas lagi galau gitu muehehe. Thank u sayang nasihatmu sangat membantu

Dan, oh iya gue promosiin cerita nih punya @diktamelda, ayo cek work dia. Ada cerita judulnya BE MINE. Nyeritain sosok Eliv yang ketemu sama Justin dengan cara yang tidak terduga*eaaaaaa seru lho ceritanya.

Oke segitu dulu. Semoga suka yhaa. Kasih gue komentar yang membangun sekaligus ngakak. Jan cuma next next doang:')

Love, Badgal

Continue Reading

You'll Also Like

83.9K 8K 23
Brothership Not BL! Mark Lee, Laki-laki korporat berumur 26 tahun belum menikah trus di tuntut sempurna oleh orang tuanya. Tapi ia tidak pernah diper...
244K 36.6K 67
Jennie Ruby Jane, dia memutuskan untuk mengadopsi seorang anak di usia nya yang baru genap berumur 24 tahun dan sang anak yang masih berumur 10 bulan...
733 206 9
Yang Jungwon ibarat gunung es yang terjal, yang puncaknya sulit untuk diraih. Meski begitu, perasaan Sohyun tak pernah berubah untuk Jungwon. Namun...
325K 20.5K 17
Harapan Gianina hancur ketika mengetahui Ferdian yang membuatnya jatuh hati, ternyata telah bertunangan. Demi membalas rasa sakit hatinya, Gianina re...