The Queen Of The Kingdom Jaegsukk
Tanggal Publish: 22 April 2016, Jum'at. 12.15 PM
Karya: Rianafni29
------------------------------
Selamat siang,
Aku kembali muncul lagi, tak lupa ucapan terima kasih saya berikan kepada para Readers semua, mulai dari Silent Readers, yang ngasih Voment, pokoknya SEMUA. Makasih makasih makasih, khususnya yang ngasih Voment, kalian segalanya. Buat yang Silent Readers, makasih juga udah sempet baca meski terkesan PEMALU karna tidak meninggalkan jejak sedikit pun. Gk pp kok, Malu itu sebagian dari Iman. Tetapi kalau mau PAHALA lebih, Kasih Voment dong! Hihihihi...
------------------------
Semakin hari, semakin rindu Ji Eun pada kampung halamannya, dimana rumahnya selalu hangat oleh teriakan-teriakan rewel keponakannya. Makan bersama, ia rindu memikul kayu dari kebun, memotong-motongnya, curhat bersama teman-teman masa kecilnya, hujan-hujanan ketika hujan membasahi desa Myian, dan Merindukan saat semua anggota keluarga sibuk mencari tempat persembunyian Ji Eun jika ada Pendataan, mata Ji Eun berkabut.
Sekarang semuanya itu hanya sesuatu yang sukar Ji Eun gapai. Disini, disekolah yang menyesakannya, tak ada kata memikul kayu, memotong kayu, hujan-hujanan, dan tangisan rewel keponakannya. Ji Eun juga tak bisa memakai baju kakak nya dengan puas. Disini, hanya pakaian Hanbok perempuan saja yang diperbolehkan dipakai. Ji Eun menghembuskan nafasnya berat. ia ingin mengirim kabar, tapi tak punya uang untuk mengirimnya, makan pun ia tak seperti anak lainnya, bisa memilih menu yang mereka inginkan, Ji Eun hanya bisa memakan makanan sama setiap harinya, makanan jatah dari pihak kerajaan. Yang pastinya makanan gratis, semua fasilitas sekolah sudah ditanggung pihak kerajaan. Hanya uang daftar nya saja yang ditanggungkan pada rakyat, tu pun besarnya bisa membiayai biaya makan Ji Eun dengan keluarganya selama setengah tahun, benar-benar besar.
"Konsentrasi!" Putra Mahkota Hyun Joon menyentak Ji Eun, Ji Eun tergagap mengangkat kakinya yang menindih kaki Putra mahkota Hyun Joon. Beruntung kerajaan Jaegsukk dipimpin oleh seorang manusia bijaksana, yang mampu berfikir secara universal, menghapus kasta dari semua rakyat, menjadikan setiap sekolah disetiap daerah menjadi sebuah tempat peribadatan dan mendirikan sebuah sekolah raksasa untuk rakyat. Semua rakyat, yang didalamnya berbaur kalangan atas dan kalangan bawah. Dan itu berkat kakek putra mahkota Hyun Joon. Kim So Joung, Kaisar Kerajaan Jaegsukk yang kini sudah meninggal, dan digantikan oleh putra tunggalnya, Ayah pangeran Hyun Joon.
"Konsentrasi bodoh!" Pangeran menggertakan gerahamnya kuat, Ji Eun menunduk. Pandangan pangeran Hyun Joon tertuju pada rambut Ji Eun yang pendek, tanpa benda bernama wig yang terpasang dikepalanya, tapi jujur. Ji Eun lebih baik seperti ini.
Dipertengahan dansa, tiba-tiba Ji Eun menghentikan dansa nya, mundur satu langkah dan membungkuk lama, Putra mahkota Hyun Joon berdecak kesal. Dari tadi ia terus ditegur Dayang Syri karna tarian dansa nya benar-benar jelek, dan sekarang setelah tariannya lumayan membaik, gadis berambut pendek ini malah menghentikannya.
"Kenapa? apa kau ingin aku dimarahi? karna ulahmu?" Seperti biasa, Putra mahkota Hyun joon memaki-maki Ji Eun, Ji Eun sendiri sudah merasa kebal. Meski dirinya juga merasa takut mengingat status lelaki didepannya ini.
"Maaf... Tapi aku benar-benar tak bisa berdansa" Ji Eun berkata disela tundukannya, matanya terpaku pada tangannya yang terus saja memainkan pita yang melilit hanboknya, Putra Mahkota Hyun Joon mengedarkan pandangannya, semua temannya tengah berdansa, mungkin hanya ia saja yang berdiri mematung menghadapi gadis bodoh didepannya.
"..........." Putra Mahkota Hyun Joon memilih diam, ia mengedarkan pandangannya mencari sosok Dayang Mi Yeon, tapi tak jua ditemukan.
"Maaf... Aku hanya menyusahkan Jeoha saja, sebaiknya Putra mahkota Hyun Joon mencari pasangan lain saja." Dengan penuh keberanian Ji Eun mengungkapkan sesuatu yang selalu mengganjal dibenaknya.
Ji Eun tetap pada posisi menunduk, tangannya otomastis memutar-memutar pita seperti biasa, kebiasaan jika gugup. Mata Ji Eun membelalak saat Tangannya yang tengah memutar pita Hanbok dipegang oleh tangan kokoh yang begitu dingin, Ji Eun mendongak dan matanya terkunci dengan mata Putra Mahkota Hyun Joon. Tangan dingin itu melingkarkan tangan basah Ji Eun dilehernya, Ji Eun hanya menurut. Setelah itu tangannya merangkul pinggang Ji Eun.
Deg ... Deg ...
Ji Eun memalingkan wajahnya saat jantungnya berdegup kencang.
"Berdansa itu tak sulit, hanya butuh sedikit Konsentrasi, dan yang terakhir; Nikmatilah..." Untuk pertama kalinya Ji Eun melihat Putra Mahkota Hyun Joon tersenyum kearahnya. Itu membuat perasaan Ji Eun membuncah.
"Ikuti aku!"
"Satu dua... satu dua..."
Kaki Ji Eun mengikuti hitungan Putra mahkota Hyun Joon, mata nya pokus menatap kaki nya, takut-takut kaki nya menginjak kaki Putra Mahkota Hyun Joon. Ji Eun tak menyadari sedari tadi mata Putra mahkota hyun Joon menatapnya lurus.
"Satu dua... satu dua..."
"Satu dua, satu dua"
"Satu dua, satu dua"
Ji Eun tersenyum cerah, ini adalah pertama kalinya ia berdansa lebih lama dari biasanya tanpa menginjak kaki Putra Mahkota Hyun Joon sedikit pun.
"Aw..."
Ji Eun kembali cemberut dan menunduk.
"Maaf...."
"Dasar bodoh, menyusahkan saja...!"
******
"Nona Lee Ji Eun?"
Ji Eun menengok kearah belakang, tepat suara seorang laki-laki memanggilnya, Ji Eun mengerutkan keningnya saat tatapannya tertuju pada prajurit berseragam lengkap, umurnya tampak sudah tua.
"Prajurit pengirim surat..." Bisik Hye ri seolah mengerti kebingungan Ji Eun. Senyum Ji Eun langsung ceria, setengah berlari Ji Eun menghampiri prajurit berseragam orange itu.
"Surat dari desa Myian..."
Ji Eun menerimanya, selanjutnya ia membungkukan badannya tanda hormat.
"Terima kasih tuan..."
Prajurit itu kembali menunggangi kudanya dan berlalu, Ji Eun mengangkat Hanbok nya tinggi-tinggi dan berlari cepat menuju bangku didepan air mancur. Kali ini air mancur didepan Asramanya. Hye ri mengekor dibelakangnya dan mengambil tempat disamping Ji Eun. Disekeliling mereka banyak anak-anak gadis yang tengah mempersiapkan kelas berikutnya, yaitu kelas berdandan. Mereka tampak tergesa-gesa, berbeda dengan Ji Eun dan Hye ri yang masih sempat-sempatnya duduk bersantai.
Dari : Lee Ji hyun, desa Myian
Ji Eun? Bagaimana kaebarmu...
Ji Eun tersenyum, tetapi matanya berkaca-kaca, ia membaca tulisan Ibu nya yang sudah tua, tampak acak-acakan dan banyak hurup yang salah.
"Baik buu" Ji Eun membalas nya. Hye ri memilih membiarkan Ji Eun hanyut dalam surat pertama dari Keluarga Ji Eun.
Maav! Ibu tak mengirimu uang, bukannya lupa, tapi sekarang, sedang musim hujan, ibu tak bekerja karna hujan terus lebbat.
Ji Eun mulai sesegukan, bahunya naik turun seiring dengan kencangnya ia menangis, kini semua mata yang melewat memandang Ji Eun Aneh. Hye ri menepuk-nepuk bahu Ji Eun.
Disini, kami baik-baik saja, keponakanmu tambah cerewet. Kakak-kakak iparmu jadi sering marah karna dirumah selalu bising,
Ji Eun tertawa dalam tangisnya.
Ji Eun? Sekolah dengan benar yah? Apakah Ji Eun sudah berteman dengan anak-anak bangsawan? Ibu harap lulus nanti, Ji Eun membawa pria bangsawan untuk dijadikan suami.
Ji Eun kembali menangis.
Nanti, jika ibu punya uang, akan ibu kirim langsung. Oh ya, Jangan lupa makan.
Ji Eun melipat kembali kertasnya, sebelum memasukannya kedalam saku, Ji Eun sempat menciumnya sekilas.
"Apakah kau begitu menyayangi ibumu" Hye ri menggandeng tangan Ji Eun untuk segera memasuki kelas Dayang So ra. Ji Eun menghapus air matanya dengan gaun Hanboknya, Ji Eun mengangguk.
"Aku tak pernah jauh darinya..."
"Kau harus membalas suratnya, pasti didesa ia menanti-nanti ," Hye ri mengajukan pendapatnya, mereka berjalan beriringan.
Ji Eun mengerucutkan bibirnya.
"Aku tak punya uang..."
"Maaf... Aku juga tak bisa meminjamkan uang padamu, karna nasib kita sama"
Mereka tertawa bersama memasuki kelas berdandan yang kini sudah penuh dengan anak-anak gadis dari semua kalangan.
******