"The Queen Of Jaegsukk"

By Rianafni

484K 29.6K 1.4K

Lee Ji Eun, seorang gadis biasa dari desa yang mengabdikan seluruh hidupnya bekerja membantu ibu nya, harusn... More

......
part 2...Keputusan Sepihak
Part 3.....Sekolah Kerajaan
Part 4.....Teman baru 'Kang Hye Ri'
Part 5.....Tragedi itu,
Part 6...Kita bertemu kembali
Part 7....Perasaan itu
Part 8... Rasanya Bahagia
Part 9....Semua tentang Hyun Joon
Part 10....Semua tentang Hyun Joon (2)
Part 11....Perasaan itu lagi!
Part 12... Tentang Sung Min!
Part 13...Mi Rae dan segala ulahnya
Part 13....Gelang Giok
Part 14...Jangan pernah berharap jadi Asisten Tabib
Part 15....Surat paling berharga
Part 16....Rapuh
Part 17....Ibu:( aku pulang...
Part 18....Aku seorang BIBI!
Part 19....Kembali ke sekolah Hakyo Jhyo
Part 20...Masalah belum selesai
Part 21...Masalah belum selesai (bag:2)
Part 22...Lelah
part 24....Selir
Part 25...Kau seperti Hantu
Part 26...Tolong Ajarkan aku!
Part 27...Sampai kau menyerah dan putus asa
Part 28...The First Kissing
Maaf bukan Update
Part 29......dipermalukan lagi!
Part 30....Pertempuran pertama
Part 31...Sebuah Mimpi dan kehilangan
Part 32 (P: Spesial, Lee Ji Eun dewasa)...Kesalahan?
Part 33...Mimpi yang terkabul
Part 37...Rindu Sebuah Keluarga
Part 39...Tiga Iblis kecil
Part 40...Hari Berdarah (bag.1)
Part 42...Pengkhianatan
Part 43...TERLUKA
Part 44... Dejavu
Part 45... Tak sadar
Sebuah Kabar
Sebuah Kabar (2)
Re:
PERHATIAN
WARNING

Part 1..... Kematian Lee Yoo Ri

43.4K 1.4K 35
By Rianafni

Hujan turun begitu deras, menusuki genting rumah-rumah kayu desa Myian, rumah-rumah kayu yang sederhana, hampir semua rumah berarsitektur sama, hanya warna saja yang menjadikan yang menjadikan desa kecil itu cukup bercorak. Hawa dingin yang menusuk membuat suasana desa Myian Sepi senyap. Tetapi dipinggir sungai panjang yang membentang sepanjang desa, sungai yang berfungsi sebagai Sumber air penduduk, Seorang anak perempuan menangis meraung-raung. Ia tak memperdulikan betapa air sungai tengah naik akibat curah hujan, isak tangisnya tersembunyikan oleh suara hujan yang bergemuruh .

"Eonni1...?Keluarlah !aku tau Kau sembunyi untuk menakutiku..?" Ia berteriak, ekspresi wajahnya seperti menimang-nimang antara terjun kesungai atau diam disana, tatapannya ragu. Matanya tertuju pada arus sungai yang menakutkan. Matanya memerah seiring banyaknya rintikan hujan memasuki matanya .

"Eonni ?Keluarlah ...Ji Eun sudah takut ...."

Detik berikutnya, ia berlari menjauhi sungai, membawa air mata yang terus saja mengalir, rambut hitam sebahunya yang semula terkepang kini tampak acak-acakkan diterpa hujan.

Bruukkkk...

Anak perempuan tersebut jatuh tersungkur, wajahnya menyentuh tanah kerikil, ia mengeryit merasakan sakit yang luar biasa dipelipisnya. Tapi ia benar-benar tak peduli, dengan penuh emosi ia berdiri dan kembali berlari, menyusuri setiap jalan berbatu yang menghambat perjalannya. Ia bahkan tak menyadari sebelah sepatu nya sudah raib, tangisnya semakin kencang, kaki-kaki mungilnya melangkah cepat menaiki bukit-bukit curam. Salah sedikit saja, ia pasti sudah terguling kebawah bukit.

"Ibuuuu...ibuu ..." Teriakannya memecah suara hujan, orang-orang yang berada didalam rumah tersentak mendengarnya, menengok kearah jendela dan melihat gadis tomboy berlarian dijalan menuju rumahnya, mereka mendengus, bahkan ada yang sampai mengumpat. Anak gadis itu memang anak nakal, semua kakaknya lelaki jadi tak salah kalau sifatnya nakal seperti seorang lelaki, Bahkan diusianya yang sudah besar.

"Kapan Ji Eun berubah ?Anak gadis itu masih seperti lelaki ...Hujan-hujanan .."Ibu Paru baya yang tengah menjahit pakaian menatap jendela, lalu menggeleng-gelenghkan kepalanya, dia hanya melihat Ji Eun bermain hujan-hujanan seperti biasa, ia tidak melihat kalau Ji Eun kali ini menangis. Ternyata Hujan berhasil menyembunyikan tangis Ji Eun.

"Sifat lelaki nya tak pernah hilang ..."Timpal Perempuan yang tak kalah tua.

Diluar, Ji Eun menggedor-gedor pintu rumah kayunya.

"Ibuuu..."

Pintu terbuka, seorang perempuan tua muncul, rambut panjangnya dikepang satu rapih, ia memakai Hanbok sederhana.

"Kenapa berteriak seperti itu ?Malu pada tetangga ..."Perempuan tua itu tersenyum, menatap Ji Eun dengan sayang. Ia tak menyadari kalau dihadapannya, Ji Eun menangis dengan wajah ketakutan.

"Eonni..buu..Eonni Yoo Ri .."Ji Eun menunjuk-nunjuk ke belakang , ke arah jalan menuju sungai ,matanya melotot ketakutan, air mata merembes dari ujung matanya. Bibirnya pucar, badannya turut bergetar.

"Ada apa ..?Ada apa ..?"Kali ini, Perempuan tua dihadapan Ji Eun yang nampak ketakutan.

"Sungai ..sungai ..."Kata-katanya tercekat oleh air mata, isak Tangis Ji Eun mengakhirinya.

"Kenapa ?Ayo katakan ..?"Perempuan tua itu mengguncang-guncangkan tubuh Ji Eun, membuat Ji Eun semakin ketakutan.

"Kakak terseret..."

Belum sempat Ji Eun melanjutkan kata-katanya, perempuan tua dihadapannya sudah jatuh terkulai lemas menubruk pintu kayu dibelakangnya.

"Ibuuu...."Teriakan Ji Eun pun mengantarkan segalanya.

******

Awan hitam menaungi desa Myian, seolah-olah memberi pertanda pada penduduk desa Myian bahwa hujan akan segera datang, memberi pertanda pada orang orang yang berada disawah untuk segera pulang, pada orang yang berada disebuah perjalanan untuk segera mencari tempat berteduh. Tapi pertanda itu Ji Eun hiraukan. Ia menangis didepan seonggok pasir merah, ia tak sendiri, dikanan kirinya semua anggota keluargannya juga nampak berduka, rintik-rintik hujan mulai menaungi desa Myian .
"Ji Eun ..?"Seorang anak batita menarik tangan Ji Eun.

"Ayo kita pulang ..Ibu pasti sudah menunggu .."Rengeknya membuat tangis Ji Eun semakin menjadi-jadi, Hanbok merah muda nya mulai basah terkena rintik-rintik hujan.

Usianya masih tiga tahun, tapi ucapannya sudah melampui usiannya, Ji Eun menatap keponakannya iba, tak tau kah keponakannya ini bahwa orang yang terkubur didalam onggokan pasir merah ini adalah ibunya, ibu nya yang ia pikir sedang menunggu itu ? Ji Eun langsung memeluk keponakannya sayang. Seolah-olah Ji Eun sedang menyalurkan kasih sayangnya. Ji Eun melepaskan pelukannya dan kembali berbalik menatap papan nama yang tertancap diatas seonggok pasir dihadapannya, disana tertulis nama Lee Yoo Ri.

"Ji Eun ?Ayoo .."Ibu berkata parau, tangannya mengais sikecil Yoo na, Yoo na kecil yang harus menjadi Yatim piatu diusiannya yang belum genap tiga tahun. Dengan tangis Ji Eun berbalik , mengikuti ibunya, menjauhi seonggok pasir yang masih baru ditengah kuburan, karna hujan telah menyuruhnya pulang.

******

"Ji Eun ..?Kau harus membantu ibu bekerja mencari uang ,karna usiamu sebentar lagi dua belas tahun .."Kakak Yoo Ri tersenyum ,tangannya mencubit pergelangan tangan Ji Eun. Ji Eun meringis ,matanya menatap wajah Kakak Iparnya yang benar-benar cantik .Beruntung Lee Ji Hoon, Kakak sulungnya menikahi Kakak Yoo ri ,selain Cantik Kakak Yoo ri juga pekerja keras, Ji Eun merasa Yoo Ri pantas menjadi Istri para bangsawan ,Bahkan Selir Raja sekalipun .

"Untuk apa ?Masuk sekolah Kerajaan Hakyo Jhyo Jaegsukk?"

Ji Eun mengerucutkan bibirnya tak suka. Ia memakan nasi dan sayur bekalnya. Sekarang ia sedang membantu kakak iparnya menanam padi disawah.

Sekali lagi Ji Eun melirik wajah Cantik Kak Yoo ri yang nampak lelah, sudah dua tahun, suaminya pergi tak ada kabar. Lee Ji Hoon pergi berperang saat usianya delapan belas tahun, itu sudah menjadi tradisi kerajaan Jaegsukk. Laki-laki yang sudah mencapai usia delapan belas tahun diwajibkan pergi berperang. Dan sampai sekarang Kak Yoo Ri masih setia berdiri didepan rumah pada pagi hari menunggu surat dari prajurit kerajaan. Berharap suaminya mengiriminya surat seperti dua tahun silam.

Semua orang tau, kalau Ji Hoon mati dimedan perang, namun telinga Kak Yoo Ri seolah tertutup otomatis saat desas desus berita menyedihkan itu sampai padanya. Sampai sekarang ia masih setia duduk didepan rumah, menunggu surat yang tak akan pernah datang sampai kiamat pun. Membantah semua perkataan penduduk yang menyatakan kalau suaminya sudah tewas.

"Tentu saja ,kakak dulu juga sekolah Kerajaan ..."Kak Yoo Ri tersenyum menerawang, bibir merahnya kotor oleh tanah sawah .

"Untuk apa ?Ji Eun tak berminat ..."

"Ish...Ji eun ,Ji Eun .."Kak Yoo ri menggeleng-gelengkan kepalanya, kepangan rambutnya bergoyang-goyang.

"Daftarnya memang mahal ,tapi itu sebanding dengan Fasilitasnya ...Disana ,kita akan bergabung bersama anak-anak bangsawan .."Kak Yoo ri berbisik dikalimat terakhir. Ji Eun paham betul kata 'KITA' itu tertuju pada siapa, siapa lagi kalau bukan anak miskin. Tapi Ji Eun tampak tak tertarik, pandangannya beralih pada hemparan sawah, Ji Eun mendengus saat pandangannya tak menemukan satu sosok pun manusia berjenis kelamin laki-laki.

Pandangannya hanya menemukan perempuan-perempuan malang yang senasib dengan kakak iparnya, menjadi seorang JANDA dengan tanggung jawab berat dipundaknya.

"Apa Kakak tidak lelah ?Seharian bekerja tanpa seorang suami ?"Akhirnya pertanyaan itu tersampaikan juga, Ekspresi Kak Yoo ri sedikit berubah, tetapi seperti biasa, ia kembali tersenyum manis.

"Hmm..."Kak Yoo Ri mengulum senyum seolah-olah tengah memikirkan sesuatu, menarik nafas sejenak dan menghembuskannya kasar.

"Tentu saja ..."Matanya berkabut.

"Tapi kakak akan bersabar ...Setelah Ji Hoon pulang ,akan kakak ceritakan semua padanya, tentang betapa repotnya mengurus Yoo Na sambil mengurus sawah, akan Kakak hukum kakakmu itu !karna lama tak mengirim kabar, Ah iya...bagaimana kalau kita hukum ia bersama ..."Kak Yoo ri tertawa miris, satu tetes air mata jatuh membelah pipi Ji Eun.

"Kakak sulungku sudah mati .."Ucap Ji Eun setengah berteriak, matanya lurus menatap Kak Yoo ri, Yoo ri membeku. Matanya sedikit berkabut. ji Eun sudah sesegukan melihatnya.

"Oh iya ,Ji Eun ?Disekolah kerajaan ,.banyak sekali air mancur ,bukankah Ji Eun menyukai air mancur ?.."Kak Yoo ri tertawa, Ji Eun semakin menangis, selalu saja Kak Yoo ri mengalihkan pembicaraan saat kenyataan itu dibeberkan.

Bahu Ji Eun naik turun, seiring dengan tangisnya yang menjadi-jadi , Ji Eun benar-benar sakit hati melihat Kak Yoo Ri selalu seperti itu.

Sampai kapan Ji Eun membiarkan Kak Yoo Ri terus lari dari kenyataan ?

*******

Bayangan masa lalu itu sekelebat menghantui pikiran Ji Eun, Ji Eun menghapus air mata yang tiba-tiba saja sudah mengalir deras diwajahnya. Ji Eun kembali melanjutkan aktivitasnya yang terhenti, membelah kayu-kayu besar menjadi belahan kayu-kayu kecil.

Itu memang pekerjaan laki-laki, tapi didesa Myian ini, sudah tak aneh lagi jika menemui pekerjaan laki-laki dikerjakan oleh perempuan. Membelah kayu, mengurus sawah, membenarkan genting yang rusak, bahkan menggali sumur sekali pun. Lalu ?Harus dikerjakan oleh siapa pekerjaan berat itu jika bukan oleh perempuan ? Di Desa Myian, sangat langka yang namanya laki-laki. Semua Lelaki dewasa sudah pergi kepusat kerajaan untuk menjadi prajurit dimedan perang. Satu dari seribu orang yang kembali pulang dengan selamat setelah berperang, itupun membawa cacat Fisik dan mental.

Sedang, anak lelaki dikirim kesekolah kerajaan, untuk menjalankan serangkaian pendidikan. Dikerajaan Jaegsukk, hanya ada satu sekolah yang berdiri dipusat kerajaan, dekat dengan Istana Kerajaan namanya sekolah hakyo Jhyo Jaegsukk. Semua anak disekolahkan disana, baik anak Para bangsawan maupun anak Miskin bergaul dalam satu tempat, itu sudah menjadi kebijakan pihak kerajaan Jaegsukk, peraturan tersebut sudah berlaku belasan tahun yang lalu, meski banyak menuai protes bahkan pertumpahan darah. Tuaian Protes dari kaum bangsawan yang tidak terima disatukan dalam satu tempat bersama penduduk kesombongan mereka mendorong terjadinya Pertumpahan darah. Tetapi, ketegasan Kaisar mengalahkan kesombongan mereka. Anak yang sudah berusia dua belas tahun harus dikirim kepusat kerajaan untuk memasuki sekolah kerajaan, Jika tidak Konsekuesinya akan ditanggung Pihak Keluarga sendiri. Setiap tahunnya Para prajurit akan mendata anak-anak diseluruh Kerajaan Yang Usianya dua belas tahun untuk segera masuk sekolah Kerajaan. Semua Biaya nya ditanggung pihak kerajaan.Rakyat hanya perlu membayar Biaya Daftarnya saja, Masalahnya Biaya Daftarnya yang benar-benar mahal. Bahkan bisa membeli satu buah sawah, itu membuat keluarga miskin yang benar-benar tak mampu harus menyembunyikan anak-anaknya yang diharuskan sekolah dari pendataan Prajurit kerajaan.

"Ji Eun ?Cepat selesaikan pekerjaanmu ..!Sebentar lagi Prajurit dari kerajaan akan datang mendata desa kita .."Kang So Ra setengah berteriak dari pintu rumahnya, karna sedang melamun , Ji Eun benar-benar tak mendengarnya. Dengan Kesal Kang So Ra berjinjit menghampiri Ji Eun, tangannya mengangkat ujung Hanboknya, agar tak terkena tanah yang basah. So Ra menghentikan langkahnya tepat satu meter didepan Ji Eun, So Ra iba melihat kantung mata Ji Eun yang menghitam, tampaknya Ji Eun masih berduka atas kematian Kakak Iparnya.

"Lee Ji Eun ?"

Ji Eun menghentikan ayunan kapaknya, ji Eun mendongak dan melihat Kang So Ra, teman masa kecilnya.

"Apa ?"

"Percepat pekerjaanmu ..Kau tidak mau dimasukan kesekolah kerajaan bukan ...Ayo kubantu ?" So Ra mengangkut kayu-kayu kecil yang semula berbentuk batang besar, So Ra berdecak kagum. Ji Eun benar-benar gadis kuat.

Seperti perintah So Ra, Ji Eun mempercepat pekerjaanya, keringat berjatuhan disela-sela rambut Ji Eun, cuaca benar-benar dingin, tapi entah kenapa Ji Eun sangat kepanasan, Tiba-tiba tangan Ji Eun berhenti mengayunkan kapaknya, matanya memandang lekat kearah So Ra.

So Ra memang anak yang baik, selalu membantu siapa saja, ia juga cantik. Seperti gadis-gadis lainnya, rambut So Ra dikepang satu atau yang lebih dikenal dengan nama daenggi miori, panjang sampai paha dengan pita diujung nya atau ap daenggi. Tak lupa, dibagian atas rambutnya disematkan jepit rambut berbentuk bunga Sakura, Hanbok merah muda semakin mempercantik So Ra, hanboknya sederhana, tanpa ada ornamen lainnya, tapi itu tetap saja membuat So Ra tampak menawan. Kini Tatapan Ji Eun teralih pada dirinya sendiri.

Rambut pendek sebahu yang dikepang paksa, akibatnya banyak rambut yang tak terbawa, sudah menjadi tradisi dikerajaan Jaegsukk, bahwa anak perempuan harus memanjangkan rambutnya, Jadi sudah tak aneh lagi dikerajaan Jaegsukk jika menemui anak perempuan dengan rambut menjuntai sampai tumit. Anak perempuan dengan rambut pendek dianggap Aib tersendiri, dan Ji Eun salah satu nya.

Ji Eun sering dihina bahkan dicemooh hanya karna rambutnya pendek, bahkan Keluarganya pun sempat menghukum Ji Eun karna kenakalan Ji Eun yang berani-beraninya memotong rambutnya sendiri. Jujur Ji Eun benar-benar tidak suka rambut panjang, lagi pula rambutnya juga cepat tumbuh, Selain berat dan susah dalam membersihkannya, Ji Eun juga harus belajar mengepang rambutnya sendiri, padahal itu benar-benar sulit, Ji Eun iri pada ketiga kakaknya yang notabene semuanya lelaki, tanpa harus repot-repot memanjangkan rambut, lagi pula dikerajaan Jaegsukk hanya lelaki dari kaum bangsawan yang boleh memanjangkan rambutnya. Dengan berbekal keberanian , Ji Eun memotong rambutnya yang sudah sepinggang dengan sembarangan ketika rumah kosong.

"Aku benci menjadi seorang perempuan ...."

So Ra tersentak mendengarnya, kayu yang ia pegang berjatuhan.

Ji Eun mengamati wajah kaget So Ra, tatapannya beralih pada ujung Hanbok So Ra yang sudah kotor terkena tanah basah, juga genangan air hujan yang mengguyur tadi malam, Ji Eun menatap pakaian yang ia kenakan, ia memakai baju milik Kakak nya, Le Ji Yeon yang dinyatakan tewas dimedan perang, bahkan usia kakaknya itu masih enam belas tahun ketika pergi berperang , saat itu Raja Kim So Joon kekurangan prajurit, sehingga dengan tidak berperikemanusiaan mengajak anak dibawah umur untuk pergi kemedan perang.

"Ke...k...kenapa ?" Akhirnya So Ra bisa menguasai keterkejutannya, So Ra memungut kayu yang berceceran dan menyimpannya didapur Kekuarga Ji Eun.

"Perempuan harus memanjangkan rambutnya ,memotongnya sama saja dengan membuat Aib bagi keluarga ..."Ji Eun menghembuskan nafas beratnya, Ji Eun menunduk.

"........."So ra memilih bungkam, So Ra masih bolak-balik mengangkut Kayu-kayu Ji Eun.

"Kemana-mana harus memakai Hanbok ,atau tidak sejenis Hanbok, tak peduli ia sedang menggali sumur, atau pun berenang disungai ..."Ji Eun mencabut kapak yang tertancap dikayu dan mengayunkannya kembali.

"Berkeliaran didesa dengan memakai celana, sama saja dengan menyodorkan diri untuk dijadikan bahan gosipan ..."Tangan Ji Eun mengayunkan kembali kapaknya membuat Batang didepannya terbelah menjadi dua, Ji Eun menghela nafas, dan mengelap keningnya yang banjir keringat.

So Ra mengangguk-angguk, setuju akan tuduhan yang dilemparkan Ji Eun.

"Setelah perempuan berusia delapan belas tahun, perempuan menunggu datangnya lamaran dari seorang lelaki, setelah datang dan diterima, maka akan diputuskan tanggal pernikahan, kedua mempelai itu bahagia ..."

So Ra tersenyum, ia malah membayangkan bahwa perempuan yang dibicarakan Ji Eun adalah dirinya.

"Tapi, setelah usia suaminya sudah berusia delapan belas tahun ia akan dijemput prajurit Kerajaan untuk dilatih, dilatih untuk dijadikan menjadi seorang prajurit, yang beruntung akan dijadikan sebagai prajurit istana, yang kurang beruntung akan dikirim kemedan perang sebagai prajurit Tempur, Dua-duanya sama-sama menyesakan, karna dua pilihan tersebut sama-sama akan membuat Perempuan menjadi seorang janda ..." Mata Ji Eun berkaca-kaca, ia jadi teringat Ibu, dan kakak-kakak iparnya yang malang.

"Jika jadi prajurit istana, kemungkinan besar seorang perempuan tidak harus perlu repot-repot bekerja, tetapi perempuan tersebut kesepian karna hanya sepucuk surat yang terus menemani hari-hari mereka, sementara yang dijadikan prajurit tempur, dua kemungkinan, mati mengenaskan atau selamat dengan tubuh cacat, tetapi sayang mereka jarang kembali ...kebanyakan mati dimedan perang, merubah status Seorang perempuan menjadi seorang Janda, memaksakan seorang perempuan untuk menjadi tulang punggung keluarga, mengurus dapur dan juga lahan ..." Ai r Mata Ji Eun terjatuh, Pikirannya terbang mengingat perjuangan Ibu, Kakak-kakak iparnya dan juga perempuan-perempuan malang didesanya, mengurus anak-anak yang banyak, mendengah keluh kesah mereka tanpa hadirnya pundak tuk bersandar, pundak tuk meluapkan segala masalah, pundak seorang suami.

"Benar ..."So Ra menunduk, ibu nya salah satunya.

"Dimana keadilan itu berada ..?Hiks..hisk,..?" Ji Eun terisak, bahunya bergerak naik turun karna isakannya, kapaknya sudah tergeletak tak dipakai.

"Aku tak ingin seperti ibu ku ..Kak Yoo ri .."

So ra berkaca-kaca, melihat Ji Eun yang sejatinya mirip lelaki terisak, wajahnya penuh air mata. So Ra menghapus pipinya lembut.

"........"

Ji Eun mengusap pipinya kasar, Ji Eun menatap tajam So Ra.

"Yang harus disalahkan disini adalah pihak kerajaan, mereka yang membuat peraturan biadab itu ..." Mata Ji Eun menyala.

"Jika pemerintah tak membuat peraturan itu, lalu siapa yang akan melindungi kita ? Didunia ini yang uat yang akan berada diatas, Yang kuat yang menindas, dan yang lemahlah yang akan ditindas nya, untuk menjadi yang Kuat, pihak kerajaan membutuhkan pasukan yang kuat..." So Ra membela pihak kerajaan.

Tapi mata Ji Eun masih menyala.

"Seharusnya para Lelaki bisa menjaga dirinya untuk tidak mati ...Tak tau kah mereka jika Istrinya disini menderita mengurus anak-anaknya yang banyak ..." Ji Eun kembali menangkupkan kemarahannya, tangisan menjadi latar belakangnya.

"Mereka menikah, kawin, lalu punya anak, setelah itu mereka pergi untuk mati ...tak bertanggung jawab atas semua yang mereka lakukan .."Ji Eun menghapus air matanya kasar, dan kembali mengayunkan kapaknya kasar, air matanya terus mengalir.

"Aku benci terlahir sebagai seorang perempuan ..."

"........"

"Kak Yoo Ri mati saat ia bekerja disawah, aku tak ingin seperti dia ..hiks...menjalankan dua peran sekaligus, pagi hari ia menjadi seorang ayah, dan pada malam hari ia menjadi seorang ibu ...."Ji Eun semakin mempercepat ayunan kapaknya, tangisannya semakin deras.

So ra ikut menangis, ia menggeleng-gelengkan kepalanya tak suka, melihat cara kerja Ji Eun, bagaimana kalau kapak tajam itu mengenai tangannya ?

"Hati-hati Ji Eun ..."

"Hiks...hiks..."

"Kau tak perlu membenci takdir terlahir sebagai seorang perempuan ..."So Ra mendekat ke arah Ji Eun, Ji Eun semakin mempercepat ayunan kapaknya, tak peduli kapaknya hampir saja mengenai tangannya.

"Jika kau tak ingin seperti perempuan-perempuan didesa kita ...Menikahlah dengan bangsawan ..!"

Seketika tangan Ji Eun berhenti mengayunkan Kapak, matanya menatap So Ra parau.

"......"

"Apakah Para bangsawan tidak ikut berperang ?"Tanya Ji Eun.

So Ra menggeleng, tangannya langsung mengusap pipinya perlahan.

"Para bangsawan kebanyakan tidak mati ketika berperang, karna mereka berada dibarisan belakang mereka juga berpengalaman karna mereka terpelajar..."

"Karna hanya orang-orang miskin seperti kita yang berada dibarisan pertama saat berperang ..."

Ji Eun mulai terisak mendengarnya, ia membayangkan bagaimana ketakutannya Kakak-kakaknya Berada dibarisan pertama saat berperang, kemungkinan besar Kakak-kakaknya adalah orang yang pertama sekarat.

"Seolah-olah orang miskin seperti kita dijadikan umpan, Keluarga Kita dijadikan Cacing, dan para bangsawan beserta orang-orang penting dikerajaan sebagai pemegang alat pancing, Cacing itu mereja umpankan kemulut ikan besar, dua kemungkinan, Ikan tertangkap atau Ikan melarikan diri, dua kemungkinan itu hanya bisa dirasakan oleh pemegang alat pancing, Karna Cacing akan tetap mati, Meskipun ikan tertangkap. Jika tidak mati, Cacing akan cacat karna terkena gigitan ikan besar ......"So Ra terisak, isakannya terdengar sampai ketelinga Ji Eun, Ji Eun membeku.

"Tangan-tangan Istri bangsawan lembut, dihiasi hiasan kuku indah, mereka dibawa Tandu-tandu besar yang dikawal puluhan prajurit khusus, mereka bahagia karna Suami mereka masih hidup, berbeda dengan perempuan didesa kita, tangan mereka kasar, jari kuku rusak karna bekerja keras, Rasa Lelah membuat wajah mereka lebih tua dari umurnya ,..dan kenyataan bahwa mereka janda ..." So Ra menatap Ji Eun kosong, So Ra duduk didepan Ji Eun yang duduk ambruk ditanah, Ji Eun kembali menangis.

Suara gemuruh kuda dipecut membuat Ji Eun dan So Ra serentak melirik kearah samping, Sebuah tandu besar nun megah melewat, seperti biasa dikawal puluhan Prajurit berseragam Sama, Ji Eun dan So Ra tersenyum getir. Jalan dikanan Rumah Ji Eun memang selalu dipakai para bangsawan melewat, mereka hanya diam tak menyadari kalau Tandu itu merupakan Tanda datangnya para prajurit Kerajaan.

"So Raa ?"Teriakan Ibu Soo Ra dari dalam rumah membuat So Ra segera menghapus air mata dipipinya pelan. ia pamit pada Ji Eun dan Berjalan setengah berlari menuju rumah kecilnya yang terletak disebelah rumah Ji Eun.

Ji Eun hanya diam memandang nya, ia menatap kapak nya kembali, pikirannya menerawang.

Bangsawan yah ? Bukannya memikirkan ingin menjadi istri bangsawan, Ji Eun malah membenci kata Bangsawan setelah cerita panjang dari So Ra, ia benci Ayah, kakak-kakaknya dan semua Lelaki miskin yang dijadikan Umpan .

Brakkk

Ji Eun menancapkan kapaknya kedalam kayu bulat didepannya, Ji Eun membayangkan kalau kayu bulat tersebut adalah Para Bangsawan.

"Hya,,,hya..."Suara Bariton memukul kuda, disusul suara kuda yang menjerit, kesakitan.

Ji Eun sontak berdiri, menyadari kesalahanya lupa untuk bersembunyi, jelas-jelas itu suara Prajurit kerajaan yang mendata penduduk. Tahun lalu, ia bersembunyi dikandang ternak milik kepala desanya yang terletak dihutan, tepat diatas atapnya. Dan sekarang Ji Eun mengambil ancang-ancang untuk segera berlari , kemanapun asalkan tidam bertemu dengan prajurit. tapi sebelum sempat berlari ....

"Heyy !Anak perempuan Berambut Pendek ?"Teriakan Suara Bariton, disusul dengan Suara Kuda yang berlari, Ji Eun masih berdiri disana.
*******








Continue Reading

You'll Also Like

21.1K 3.5K 15
๐—”.๐—ฆ๐—ฒ๐—ป๐—ท๐˜‚ ร— แถ แต‰แต'๐—ฅ๐—ฒ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฒ๐—ฟ โœฆ โ•ฎkalo jadi orang tuh jangan Cantik banget, gw malah jadi Ragil nanti!! โฃ เณ‹ โ...
97K 8.1K 67
*Sequel of Cinderella's Stepsister* Tujuh tahun sudah berlalu sejak ia mengetahui semua kebenaran tentang hidupnya, kini Ella yang genap berusia dua...
517K 65.3K 53
Jenaka adalah seorang kutu buku yang tengah mempersiapkan Ujian Akhir Sekolah. Jenaka tinggal bersama nenek buyutnya yang mengidap Dementia. Suatu ha...
Himbar Buana By rahmadhany

Historical Fiction

20.1K 2.7K 31
Bisikan yang selalu dia dengar terpampang jelas di matanya hari ini. Dia tidak boleh mati dan tidak akan mati. Ratna terus-menerus mencari jalan kelu...