SLUT [DITERBITKAN]

By badgal97

560K 24.4K 2.4K

[TELAH DITERBITKAN DENGAN JUDUL 'LUST'] Shay McConnell yang memiliki nama 'lain' sebagai Rita, dan berakhir d... More

PROLOGUE
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5°1
Chapter 5°2
Chapter 6
Chapter 7
Chapter 8°1
Chapter 8°2
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12°1
Chapter 12°2
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
AUTHOR NOTES
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Ini Penting
EXTRA CHAPTER
OPEN PO!!!!!!
CASHBACK!!!
EBOOK VERSION

Chapter 19

13.3K 922 62
By badgal97

ATTENTION: HARAP VOTE DULU SEBELUM BACA! YANG GAK VOTE GUE SUMPAHIN GAK BISA KENCING! (Iya mungkin ini kejam bgt. Tapi coba deh apa yang kalian rasain pas udah ngetik chapter ini panjang-panjang, tauknya hp malah mati terus ketikan chapter ini gak sempet kesave jadi harus ngulang lagi. Terus apa yang kian rasain kalo vote yang udah ditargetin bisa sampe 1k sebelum chap ini dipost ternyata gak bisa nyampe. Silent readers makin mewabah sementara para pembaca setia udah ngotot pengen dipost hari ini. Rasanya..nyesek, nyelekit, ngilu tau gak. Jadi dimohon apresiasinya. Sumpah gue suka jadi mujarab loh, serius. Xx)

19

Shay menutup pintu kamarnya dengan cepat lantas menguncinya. Deruan napas terdengar keras keluar dari mulutnya. Ia lantas berderap cepat ke atas tempat tidur seraya membuka sweater yang ia kenakan. Shay melempar sweaternya dengan sembarang lantas menghempaskan tubuhnya ke atas tempat tidur.

Jengah. Shay benar-benar merasa jengah karena tak kuat melakukan banyak pekerjaan menggunakan sweater yang membuat sekujur tubuhnya dibanjiri keringat. Maka dari itu, Shay memutuskan untuk meminta ijin kepada Ambre. Setelah sebelumnya ia melakukan aksi sandiwaranya dan berpura-pura merasa pusing. Apalagi, setelah kejadian Justin yang tiba-tiba berlagak aneh dan mengurung diri seharian di dalam kamar setelah Torey mengantarkan minuman kesukaannya. Itu membuat Shay merasa kesal. Ingat? Torey yang mengantarkan minunannya. Dan bukannya Shay.

Shay memejamkan matanya. Berniat untuk tertidur dan mengusir segala pikiran sialannya mengenai Justin si bocah menyebalkan. Ambre hanya memberinya waktu selama dua jam untuk beristirahat dan Shay tidak mau menyia-nyiakan kesempatan hanya untuk memikirkan anak majikannya yang pernah ia setubuhi itu. Oh, itu terdengar sangat tolol. Shay mendengus lantas kembali berusaha untuk masuk ke alam mimpi.

"Ma belle? (Pacarku yang cantik?)"

Seketika Shay berjengit lantas membuka kedua matanya. Ia segera memusatkan pandangan pada sosok jangkung yang kini berdiri di sisi tempat tidurnya. Bertelanjang dada, dan masih mengenakan bokser berwarna abu-abu pucat. Iris mata cokelat milik Shay perlahan bergerak menelusuri sosok tubuh itu hingga sampai tepat di wajahnya. Shay tidak salah lihat. Ada Justin di dekat tempat tidurnya. Sedang berdiri sembari melipat kedua tangannya di depan dada seraya memandang Shay dengan cengiran.

"Apa yang kau lakukan di sini!?" desis Shay seraya melirik pintu kamar mandi yang terbuka. Hebat, Justin kini sudah berani menyelinap ke kamarnya.

"Menemui pacarku, tentu saja." tukas Justin ringan. Ia mulai beranjak lantas merangkak naik ke tempat tidur Shay.

"Mau apa kau!?" gertak Shay. "Sana! Kau harusnya kembali ke kamarmu. Torey sudah memberimu minuman, bukan? Nikmatilah dan selamat bersantai."

Setelah puas menyindir Justin dengan tajam, Shay mengubah posisi tidurnya dengan membelakangi Justin. Ia kembali memejamkan matanya dan berusaha tak memedulikan kehadiran bocah itu. Meski pikirannya mulai kembali melayang ke kejadian tadi pagi, dimana Justin terlihat aneh dan menyebalkan. Dan..oh, Shay tersentak. Kenapa ia harus berkata seperti itu pada Justin tadi? Sial. Ia terlihat seperti..cemburu? Tidak. Sama sekali tidak.

Terdengar kekehan kecil di belakang sana. Dan Shay tidak bisa menahan diri untuk membuka mata lantas mendengus ketika ia merasakan sebuah tangan yang kini melingkari pinggulnya. Tangan itu mendekapnya, begitu erat. Hingga punggung Shay terasa menyentuh dada yang cukup bidang.

"Kau cemburu? Astaga, hari ini penuh kejutan." guman Justin seraya membenamkan wajahnya di sekitar tengkuk Shay. Ia menghirup aroma tubuh Shay dalam-dalam yang terasa memabukkan. Dengan itu saja, Justin sudah merasakan miliknya mulai mengeras.

"Kejutan?" Shay mendecak. "Yang benar saja. Dan lagi, aku tidak cemburu."

"Tentu kau cemburu. Kalau kau cemburu, itu berarti kau menyukaiku dan itu membuatku bahagia, Sayang." ujar Justin sambil memainkan telinga Shay dengan lidahnya. Shay hanya bisa menggelinjangkan tubuhnya menahan geli. Dan Justin kembali berkata. "Aku benar-benar senang hari ini."

"Iya. Kau terlalu senang sampai-sampai bersikap aneh seperti orang sinting."

"Orang sinting?--Hei! Aku hanya sering tersenyum, apa itu salah? Senyumku sangatlah manis. Kau tahu itu."

"Terserah." tukas Shay cepat sambil meronta dalam pelukan Justin lantas beringsut menjauh dari jangkauan Justin. Shay merasa kesal. Entahlah, mendengar Justin yang cerewet hanya membuat kekesalannya semakin bertambah.

"Kau kenapa?" gumam Justin lembut sambil ikut beringsut mendekati Shay, lantas kembali melingkarkan tangannya di sekitar pinggul Shay.

"Apa? Memang kau kira aku kenapa!?" Shay berseru. Yang sontak membuat Justin mengernyitkan dahinya tanda tak mengerti.

"Kau lebih berisik dari biasanya." gumam Justin lagi.

"Dan kau lebih berisik dari biasanya." balas Shay sarkastik. Ia mulai memejamkan matanya kembali, berniat untuk tidur. "Sudahlah, lebih baik kau pergi dari kamarku dan nikmati minumanmu."

Senyuman Justin seketika mengembang. Ia beranjak dari posisinya lantas menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Satu tangannya bergerak menyentuh pundak Shay dan dengan halus Shay membuat gerak penolakan yang tampak begitu seksi bagi Justin. Jessica McConnell, wanita seksi itu selalu menggoda setiap saat. Dan Justin begitu bahagia ketika tahu bahwa Shay merasa cemburu padanya. Ya, Shay cemburu padanya.

"Oh, ma chérie sont jaloux
apparemment. (Oh, kekasihku tersayang sedang cemburu rupanya.)" ujar Justin. Tangannya kembali bergerak menyentuh puncak kepala Shay yang tertutupi bandana, lantas mengusapnya. "Sudahlah, jangan marah begitu."

"Aku tidak marah dan aku sama sekali tidak cemburu."

"Aa, kau itu cemburu." Justin mendengus. "Kau mulai menyukaiku."

"Terserah."

"Kau tahu apa yang dilakukan Torey di kamarku tadi pagi? Dia..cukup nakal rupanya."

Shay tersentak. Apa!? Ucapnya dalam hati. Apa yang Torey dan Justin lakukan tadi pagi? Shay tidak menaruh curiga ketika itu karena Torey kembali dengan cepat setelah mengantar minuman untuk Justin. Tapi..oh astaga. Torey benar-benar berbisa! Shay menggeleng cepat sembari bangkit dari tidurnya lantas menoleh ke arah Justin. Ada desiran aneh yang tidak Shay sukai ketika ia membayangkan Justin berani melakukan hal gila tanpa bimbingannya, tanpa dirinya. Apa Justin belajar secepat itu untuk menjadi..liar?

"Kau? Melakukannya bersama Torey? Oh, itu terserah padamu. Tapi, jangan salahkan aku jika orang tuamu tahu soal ini." tukas Shay tajam. Sirat tidak suka dapat terasa dalam setiap kata yang ia ucapkan.

Shay mendecak. Lantas ikut menyandarkan punggungnya di kepala ranjang tepat di samping Justin. Ia terdiam dengan wajah tertekuk, moodnya hancur sudah. Tak ada yang ingin Shay lalukan selain diam saat ini. Shay juga tidak tahu apa yang tengah ia rasakan. Perasaan dongkol yang dicampur dengan perasaan lainnya. Rasanya aneh dan tidak enak untuk dirasakan. Dan disaat Shay tengah sibuk dengan spekulasinya mengenai Torey yang berbisa dan menjijikkan, Justin malah sibuk tertawa. Tawa, bukan kekehan atau senyuman. Justin benar-benar tertawa dan itu adalah kali pertama bagi Shay mendengarnya. Dan Shay mendengus ketika menyadari bahwa Justin memamerkan tawanya di saat yang tidak tepat.

"Aa, kau benar-benar cemburu padaku." ujar Justin seusai meredakan tawanya.

"Tidak! Sama sekali tidak!"

Shay semakin merasa dongkol saat Justin kembali mengeluarkan tawanya. Bahkan Justin menepuk-nepuk permukaan tempat tidur untuk melampiaskan tawanya yang lepas. Shay yang melihat itu hanya bisa mendelik dan menahan diri untuk tidak mencakar wajah Justin. Oke, hancur sudah derajatnya. Shay ditertawakan oleh seorang bocah dan itu sama sekali terasa menyebalkan.

Melihat Justin yang masih asyik tertawa, Shay perlahan beranjak karena muak. Ia terduduk di sisi tempat tidur lantas semakin menekukkan wajahnya. Bocah itu! Lihat saja, Shay akan melakukan pelajaran untuknya. Tidak bisa seperti ini, Shay tidak bisa didominasi oleh bocah 18 tahun itu. Tapi Shay tahu, ini bukan saat yang tepat untuk membalasnya. Yang perlu Shay lakukan hanya membuat Justin diam tanpa mencecarnya lagi. Dan itu sangatlah mudah.

Tawa yang masih Justin keluarkan perlahan berhenti. Berangsur menjadi kekehan hingga akhirnya benar-benar reda. Ruang kamar yang semula dihiasi tawa Justin yang menyeruak kini mendadak hening. Oh, Justin harap orang lain tidak mendengarnya. Iris mata hazelnya mulai mengarah pada Shay yang kini terdiam di sisi tempat tidur dengan posisi membelakanginya. Wanita yang benar-benar dicintainya itu sama sekali tidak bersuara. Dan seketika, itu membuat Justin gusar.

"Dengar ya, Justin Allard Rousseau." gumam Shay tiba-tiba. "Aku tidak cemburu! Semua terserah padamu. Jika Torey memang lebih baik dariku, kita berakhir--"

"Jess! Aku hanya bercanda!" tukas Justin cepat yang sontak memotong perkataan Shay. Dengan cepat Justin beranjak dari posisinya dan kembali mendekati Shay. Justin ikut duduk di sisi ranjang lantas merangkul pundak Shay dengan erat. Napas Justin terdengar menderu lebih keras. Dan bahkan Shay dapat merasakan detak jantung Justin yang bertempo lebih cepat.

"Astaga, kau pikir apa yang kuharapkan dari si pirang itu!? aku hanya bercanda, Jess! Jangan sekali-kali kau mengatakan kata 'berakhir' dalam hubungan kita! Awas kau!" gertak Justin seraya mendekatkan wajahnya ke arah Shay dari samping. Lalu mengecup pipi wanita itu cukup lama. Terkesan kuat dan protektif.

"Dasar sinting." gumam Shay datar tanpa peduli ketika Justin menciumnya.

"Kau ini kenapa sih!?" seru Justin seraya mengernyitkan dahinya. Ia mengeratkan rangkulannya di pundak Shay yang sontak membuat Shay meronta tidak nyaman.

"Menurutmu?"

"Mon amour! Ne conduisez pas me
fou. (Cintaku! Jangan membuatku gila.)

Shay tidak menjawab.

"Sayaaaaaang?!" Justin berseru sambil mendekatkan wajahnya ke arah Shay. Shay menepis jemari Justin yang berniat menyentuh pipinya. Lantas kembali terdiam dengan wajah datar.

"Kau mencampakkanku, Connell."

"Dan kau mencampakkanku tadi pagi, kita seimbang, Tuan Rousseau." gumam Shay datar. Hah, Shay tahu ia salah bicara. Peduli setan. Perasaan tidak enak yang ia rasakan ini terlalu mengusik. Dan rasanya Shay ingin Justin tahu bahwa ia tidak suka ketika Justin..berpaling.

"Tadi pagi? Aku tidak mencampakkanmu! Kita bertemu di meja makan dan semua tampak baik-baik saja, bukan?"

"Aku lebih suka pada lelaki peka dan apa adanya daripada lelaki yang berpura-pura bodoh sepertimu."

Justin mengerjap. Astaga, apa yang dipikirkan wanita ini? Batin Justin. Sekali pun, Justin tidak pernah sudi mencampakkan Shay. Tidak. Justin akan selalu mencintai wanitanya. Bahkan Justin sudah mempersiapkan diri untuk melamar Shay secepat mungkin, lantas menikah, dan memiliki anak sebanyak kesebelasan sepak bola. Itu terdengar membahagiakan dan Justin akan mewujudkan semua itu. Jadi intinya, Justin tidak mungkin mencampakkan Shay. Lagipula, kapan Justin melakukan tindakan bodoh itu? Oh, otak Justin berputar cepat hingga ia ingat soal dirinya yang menyuruh Torey untuk mengantarkan minuman. Bodoh. Shay sempat beberapa kali menyindirnya soal minuman itu.

"Aku tahu sekarang." Justin bergumam. Ia menoleh cepat ke arah Shay. Iris matanya memancarkan sirat kepanikan yang jelas. "Jess, aku hanya tidak ingin membuat orang curiga mengenai kita. Maksudku, belum saatnya mereka tahu soal kita. Kau pikir orang-orang tidak akan curiga jika aku sering menyuruhmu ke kamarku? Aku hanya membuat strategi sebaik mungkin agar kita tidak dicurigai. Itu saja."

Benar. Oh, Shay merasa bodoh tidak berpikir sejauh itu. Penjelasan Justin membuat Shay sadar bahwa ia menjalani hubungan rumit di ambang bahaya. Akan jadi masalah besar jika mereka tahu soal apa yang dijalaninya bersama Justin saat ini. Shay menunduk, lantas memejamkan matanya dengan kuat. Ya Tuhan, mengapa Shay begitu bodoh? Mengapa Shay harus merasakan perasaan buruk ini sehingga ia merasa tidak nyaman? Apa benar Shay...cemburu? Gila. Benar-benar gila. Shay mengerjap dan berusaha mengusir pemikiran itu.

"Lihat? Aku peka padamu. Aku peka. Aku tahu kau marah karena itu. Aku bukan lelaki yang berpura-pura bodoh. Aku peka akan perasaanmu, benarkan? Jadi, aku mohon, jangan memutuskanku, ya? Jess, aku tidak mau jika hubungan kita--"

Justin yang tengah sibuk berceloteh dengan panik tiba-tiba menghentikan segala penjelasannya ketika Shay dengan cepat merengkuh wajahnya lantas membungkam mulut bocah itu dengan bibirnya. Shay melumat cepat bilah bibir Justin lantas menggigiti bagian bawahnya. Ada sirat gemas yang Shay hantarkan lewat gigitan kecilnya. Dan alih-alih terkejut ataupun terpaku, Justin menerima ciuman itu dengan antusias. Ia membalas ciuman itu dengan tak kalah panas. Bahkan Justin menahan tengkuk Shay ketika Shay hendak menghentikan ciuman mereka. Namun tak urung, Shay tetap bersikeras menghentikannya.

"Kau benar-benar berisik." gumam Shay parau sembari mengusap sudut bibirnya yang tampak basah.

Justin menyeringai, lantas menjilat bibirnya yang terasa lembab akibat ulah Shay. Tampak sekali kalau ia senang sekarang. "Aku akan sering berisik jika begini."

"Yang benar saja." ujar Shay seraya terkekeh kecil.

Iris mata Justin begitu terpaku saat melihat Shay yang menampakkan ekspresi yang jarang sekali ia umbar. Shay terkekeh. Dan ada kehangatan tersendiri mendesir ke sekujur tubuh Justin saat melihatnya. "Kau tidak marah lagi kan?"

"Kurasa tidak." ujar Shay sembari mengerjapkan matanya. Membuat ia semakin terlihat manis dan menggoda bagi Justin.

Justin tak bisa untuk tidak melebarkan senyumannya. Dan dengan gerakan yang begitu cepat Justin langsung membawa Shay kembali ke dalam dekapannya. Ia merengkuh tubuh wanita itu dalam pelukannya. Pelukan yang selalu menyiratkan arti yang sama setiap ia melakukannya; jangan pernah pergi.

"Hari ini benar-benar penuh kejutan." Justin mengecup puncak kepala Shay lantas kembali melanjutkan perkataannya. "Pertama, ibu dan ayahku pergi ke Chicago. Dan yang kedua..kau mulai menyukaiku."

Shay mendongak hingga menemukan wajah Justin yang tengah menampakkan cengirannya. Apa-apaan? Shay suka padanya? Tidak. sama sekali tidak. "Mengapa kau begitu percaya diri, Tuan Rousseau?"

"Karena aku dapat melihat semua itu dari matamu."

Shay terdiam. Iris matanya hanya bisa terpaku menatap mata jernih Justin yang masih setia mengarah padanya. Mata yang menyiratkan sesuatu, sesuatu yang membuat desiran aneh mengalir dalam tubuh Shay. Tidak, tidak bisa seperti ini. Dia adalah Shay, dia adalah Shay alias Rita, sang pelacur ulung. Jessica hanya figur ilusi yang sengaja ia mainkan untuk sementara. Shay..hanya berusaha menjalaninya. Tapi mengapa semua terasa begitu rumit sekarang? Mengapa mata selalu dapat membongkar segala yang Shay sangkal selama ini? Mengapa mata selalu memancarkan sesuatu yang jujur dan nyata? Bahkan Shay mendecak tak percaya dalam hati ketika Justin mengatakan itu. Justin dapat melihatnya. Dan itu adalah kesalahan.

"Kau bisa menyimpulkannya sendiri." gumam Shay sembari mengalihkan tatapannya dari iris mata Justin.

Justin menghela napasnya. Lantas bergumam. "Aku mencintaimu."

"Ya, aku..selalu tahu." Shay mengerjapkan matanya. "Well, sekarang aku butuh tidur. Lebih baik kau kembali ke kamarmu. Interview yang sudah direncanakan kemarin akan dilaksanakan sebentar lagi bukan? Kau harus bersiap-siap."

"Tidur?" gumam Justin seraya menaikkan satu alisnya.

"Iya, tidur. Kau pikir aku tidak lelah bekerja seharian sambil mengenakan sweater berbahan tebal!? Semua ini gara-gara kau!"

Shay mendelik tajam kala Justin kembali tertawa setelah ia memamerkan tanda merah yang masih membekas di sekitar lehernya. Lantas ia memilih untuk berlalu dan merangkak naik ke tempat tidur. Menyebalkan! Tapi, setidaknya Shay berhasil membuat Justin beralih dari topik 'cinta' yang selalu diutarakannya secara gamblang. Justin masih sibuk tertawa sedangkan Shay mulai memilih memejamkan matanya.

"Oh Sayang, maafkan aku." ujar Justin dengan nadanya yang khas dan manja. Ia beringsut naik ke atas tempat tidur lantas menyambut Shay dengan pelukannya yang erat. Justin ikut berbaring di samping Shay dan mulai menyerang wanita itu dengan kecupan. Shay sontak membuka matanya lantas tersentak ketika Justin mengecup pipi hingga pelipisnya berulang-ulang.

"Apa yang kau lakukan!?" gertak Shay sembari menahan geli. Ia menggeliat kecil ketika Justin masih gencar mengecupnya.

"Tidur siang bersama pacarku. Pasti akan terasa menyenangkan."

"Justin!"

"Apa? Tidak boleh? Lagipula, masih ada waktu setengah jam sebelum interview sialan itu dimulai. Dan aku masih ingin membicarakan sesuatu bersama pacarku. Ini soal..negosiasi."

"Negosiasi?"

"Ya, negosiasi, Sayang." Justin kembali memamerkan seringaiannya. "Ayah dan ibuku sedang tidak ada. Jadi, kita bisa lebih bebas melakukan itu. Karena itu aku merasa begitu senang hari ini dan--oh, aku memang belum membeli pengaman sialan yang kau minta. Tapi, kumohon, ijinkan aku melakukan itu tanpa pengaman untuk hari ini."

Shay menoleh dengan cepat ke arah Justin yang terbaring di sampingnya. Iris hazel itu kini begitu memancarkan binar permohonan bak anak anjing yang kelaparan. Dan ada sirat yang Justin tahan di balik kilatan matanya. Shay tahu pasti, jika lelaki sudah mengenal apa itu seks, mereka akan merasa ketagihan. Rasanya miris bila melihat seseorang yang menahan hasrat birahi selama berhari-hari. Tapi, Shay tidak bisa. Justin harus tahu bahwa apa yang ia inginkan tidak selalu bisa didapat dengan mudah dan Shay tidak mau gegabah. Ia tidak mau mendapat kesalahan seperti terakhir ia melakukannya bersama Justin.

"Bagaimana?" gumam Justin lagi. Sedetik kemudian ia membenamkan bibirnya seraya merogoh sesuatu di saku boksernya yang tampak mengembung. Hingga akhirnya ia mengeluarkan sebuah amplop berwarna kuning keemasan dan memamerkannya ke arah Shay. Gila. Justin memang pandai menggoda Shay dengan memamerkan tumpukan uang itu. Ya, amplop yang Justin bawa pasti berisi uang yang jumlahnya tidak sedikit.

"Tidak. Tidak ada pengaman, tidak ada vagina."

Setelah itu, Shay kembali memiringkan posisi tidurnya dengan membelakangi Justin. Terdengar dengusan keras dari lelaki itu yang sontak membuat Shay terkikik geli. Beberapa detik kemudian Shay meredakan tawanya ketika satu tangan bergerak kembali melingkari pinggulnya dengan erat.

"Baiklah. Kurasa aku ingin tidur siang saja." gumam Justin terdengar..pasrah. Ia kembali membenamkan wajahnya di sekitar leher Shay lantas mulai memejamkan matanya.

"Anak pintar." jawab Shay ringan tanpa menghilangkan senyuman di wajahnya. Perlahan, satu tangannya bergerak untuk menangkup punggung tangan Justin yang berada di pinggulnya. Setelah itu Shay memejamkan matanya dan mulai tertidur..bersama Justin di sampingnya.



***



Jelang satu hari kepergian Tuan dan Nyonya Rousseau ke Chicago.

Tidak ada yang menyenangkan. Mansion keluarga bangsawan itu masih terasa kaku dan dingin. Mungkin hanya aura sepi dan lengang yang semakin terasa atas kepergian mereka yang entah kapan akan kembali. Dan rasanya, kepergian Pierre dan Lydia sama sekali tidak membawa pengaruh yang lebih baik bagi para nanny yang bisa terbebas sejenak dari majikannya. Mereka masih saja diharuskan bekerja dengan keras karena Ambre Gaulle, sang ketua dari kelompok kerja mereka sama sekali tidak mengijinkan mereka untuk sedikit lebih santai. Nenek-nenek yang sebenarnya termasuk ke dalam komplotan mafia berbahaya seantero Paris itu selalu saja mengawasi para nanny dengan tegas. Ia tak segan-segan akan menegur bahkan menambah pekerjaan para nanny menjadi tiga kali lipat lebih banyak jika salah satu di antara mereka ketahuan tengah lengah atau ceroboh dalam bekerja.

Satu hari lagi, Rita. Ayo, tinggal satu hari lagi. Batin Shay dalam hati. Ia tengah mengepel seluruh lantai di sekitar ruang utama bersama beberapa nanny yang lain. Ruangan yang berukuran sangat besar membuat para nanny tidak mungkin bisa melakukannya sendiri. Mungkin Shay akan terbiasa jika ia mengepel dalam keadaan yang normal. Tapi ini, Shay masih harus memakai sweater tebal agar bisa menutupi lehernya yang masih memiliki bercak merah akibat ulah Justin. Untungnya, bercak itu kini sudah berbentuk samar dan besok tanda kissmark itu pasti akan hilang. Jadi Shay hanya tinggal menunggu satu hari ini agar terbebas dari sweater tebal yang selalu membuatnya gerah setengah mati.

Shay terus mengepel sembari tak berhenti bergumam kalimat yang sama dalam hati. Sesekali tangannya bergerak mengusap keringat yang menitik di sekitar dahinya. Ayo, tinggal satu hari, batin Shay lagi dalam hati. Shay akan terbebas dari keringat yang panas itu dan kembali berpakaian normal. Dan kehadiran Ambre yang kini tengah mengawasi kinerjanya di ruang utama membuat Shay sesekali merutuk menahan kesal. Benar-benar menyebalkan.

"TUAN MUDA TIDAK ADA!! TUAN MUDA MENGHILANG!"

Shay berjengit ketika suara teriakkan Rose si nanny menyebalkan menyeruak ke seantero ruangan. Semua yang berada di ruangan sontak terkejut lantas menoleh ke arah Rose yang berlari tergopoh-gopoh menghampiri Ambre. Seketika Shay mengernyit ketika suara teriakkan jelek Rose yang pertama kali didengarnya kembali menggelegar.

"Tuan Muda tidak ada, Miss! Tuan Muda--"

"Pelankan suaramu." interupsi Ambre yang kontan membungkam mulut Rose dalam sekejap. "Jelaskan, apa yang terjadi?"

"Miss, anda menyuruhku mengantarkan sarapan untuk Tuan Muda tadi. Dan saat aku ke kamarnya, Tuan Muda tidak ada. Kukira ia hanya pergi keluar dari kamarnya, tapi saat aku memeriksa isi kamarnya, kurasa Tuan Muda pergi keluar dari Mansion."

"Kenapa kau berpikiran seperti itu?" tukas Ambre terkesan menyelidik. Alih-alih merasa panik, Ambre malah memicingkan matanya penuh sirat tajam.

"Karena ransel kesayangan yang selalu Tuan Muda simpan dalam lemari hias kini tidak ada. Dan lemari pakaiannya terbuka, tidak terkunci sama sekali."

Di detik itu juga air muka Ambre berubah. Shay bisa melihat wajah Ambre yang tampak pias meski wanita paruh baya itu berusaha menyembunyikannya. Ambre mengerjap lantas mengangkat rendah satu tangannya ketika desis panik para nanny mulai terdengar bising.

"Menyebar, sekarang. Hubungi para bodyguard untuk mencari Tuan Muda ke luar. Cepat! Cepat!"

Alat pel, pembersih dan sebagainya mulai di simpan begitu saja oleh para nanny yang kini berlarian keluar dari ruang utama. Shay yang tengah lelah dan berkeringat hanya bisa mendengus dan membanting alat pelnya lantas berjalan malas ke ruangan lain. Sialan, apalagi yang diperbuat Justin sih? Shay memang belum menemuinya lagi sejak mereka tidur siang bersama kemarin karena Justin sibuk bersama acara interviewnya. Dan kini? Terlepas dari jangkauannya Justin sudah berani berbuat ulah. Benar-benar menyusahkan.

Shay yang baru berjalan beberapa langkah, dan para nanny yang tengah panik berlalu-lalang di tengah ruangan, seketika menghentikan gerakannya secara serentak ketika suara derit pintu menginterupsi mereka. Mereka sontak menoleh ke arah pintu utama berwarna emas yang perlahan terbuka. Muncul sosok Justin di bibir pintu yang perlahan masuk. Justin memakai mantel hitam yang tampak kebesaran di tubuhnya dan flatcap bermotif kotak-kotak, ia tampak santai memasuki Mansion dan seketika mengernyit begitu tatapan para nanny termasuk Shay kini mengarah padanya.

"Apa?"

Seruan Justin yang sarat akan interupsi membuat para nanny sontak mengerjap lantas dengan kikuk mereka kembali berusaha menjadi normal dan melanjutkan pekerjaannya. Kecuali Shay yang kini ternganga melihat Justin berjalan dengan angkuh menyusuri lorong utama sembari bersiul. Ransel hitam yang tampak usang tersampir di kedua pundaknya. Flatcap dan mantel yang dikenakannya membuat Justin tampak seperti kakek-kakek. Dan seketika Shay semakin dongkol ketika menyadari bahwa tak ada yang berani bertanya pada Justin soal kepergiannya barusan yang membuat panik seisi Mansion. Benar-benar sialan. Bahkan Ambre hanya diam saja dan menyuruh beberapa nanny untuk membatalkan panggilannya pada bodyguard.

"CONNELL!! AMBILKAN MINUMAN UNTUKKU! JANGAN RITZ! AKU INGIN ANGGUR LE MONTRACHET DRC TAHUN 1978!"

Shay berjengit. Dan semua nanny kini memusatkan perhatian padanya. Apa-apaan!? Mengapa di saat seperti ini, Justin malah menyuruhnya? Shay tak sempat berpikir lebih jauh lagi karena Ambre langsung menyuruhnya pergi untuk memenuhi permintaan Justin. Dan tak ada yang bisa Shay lalukan selain patuh. Justiiiiiin! Kau membuat kesalahan, desis Shay dalam hati. Oh, Shay benar-benar jalang yang labil. Ingat bagaimana cemburunya wanita itu pada Torey kemarin?

TO BE CONTINUED!

Continue Reading

You'll Also Like

363K 7.5K 48
Detik detik ruangan yang bergema suara senjata, pistol dan rintihan kesakitan, darah yang berceceran kemana mana dan ada luka disetiap tubuh. Ketika...
1.4M 32.8K 4
Reyn tidak pernah menyangka jika kakak tirinya yang dingin ternyata adalah laki-laki yang pernah mengajaknya menikah ketika ia duduk di bangku SMP. S...
572K 26K 34
BULLIED BY MY CRUSH (COMPLETED) ~By : @Lifeofzyailomilox "The reason why i always bully you is because i want to..." F...
3.6M 440K 63
[TAMAT - LENGKAP] Demeter Ceysa Crusader, seorang model juga ceo brand terkenal di kota A. ia mengalami kecelakaan hingga membuatnya koma 3 tahun. sa...