SLUT [DITERBITKAN]

By badgal97

560K 24.4K 2.4K

[TELAH DITERBITKAN DENGAN JUDUL 'LUST'] Shay McConnell yang memiliki nama 'lain' sebagai Rita, dan berakhir d... More

PROLOGUE
Chapter 1
Chapter 2
Chapter 3
Chapter 4
Chapter 5°1
Chapter 5°2
Chapter 7
Chapter 8°1
Chapter 8°2
Chapter 9
Chapter 10
Chapter 11
Chapter 12°1
Chapter 12°2
Chapter 13
Chapter 14
Chapter 15
Chapter 16
Chapter 17
Chapter 18
Chapter 19
Chapter 20
Chapter 21
Chapter 22
Chapter 23
AUTHOR NOTES
Chapter 24
Chapter 25
Chapter 26
Chapter 27
Chapter 28
Chapter 29
Chapter 30
Chapter 31
Chapter 32
Chapter 33
Chapter 34
Ini Penting
EXTRA CHAPTER
OPEN PO!!!!!!
CASHBACK!!!
EBOOK VERSION

Chapter 6

13.5K 680 60
By badgal97

6



Shay beruntung karena malam ini ia tidak mendapat jadwal untuk ikut menjamu keluarga Rousseau saat makan malam berlangsung. Ia mendapat tugas membereskan dapur bersama para koki dan beberapa nanny yang lain. Setidaknya, ia bisa menghindari Lydia sejenak. Dan untungnya, ia terpisah dari Lili.

Sembari menyimpan kuali berukuran sedang di wastafel besar, pikiran Shay kembali berkelana ke peristiwa tadi siang. Dimana Lydia yang menangis, menceritakan semuanya. Citranya bahkan seakan jatuh di hadapan Shay. Meskipun semua itu memiliki alasan.

Shay tidak terlalu ambil pusing mengenai masalah pelik yang dialami Lydia. Ia hanya..kasihan, iba, dan sebagainya. Shay bahkan tak percaya bisa sebijak itu menyikapi kesedihan Lydia. Memberi wanita itu motivasi meski dia sendiri menjalani hidup tanpa motivasi apa-apa selain uang dan bersenang-senang di Pigalle. Oh, Shay sejujurnya ingin segera kembali ke Pigalle. Ia muak berlama-lama menjadi nanny.

Lamunan Shay buyar ketika keributan terdengar bising di sepenjuru dapur saat ini. Ia menyapu pandangan ke sekeliling dan melihat para koki dan nanny tampak panik sembari berlalu-lalang. Shay mengernyit bingung, ia memilih untuk melanjutkan pekerjaannya. Tak mau berurusan lebih jauh. Memikirkan masalahnya sendiri saja, Shay sudah pusing sendiri.

"Antoine! Antoine!"

Kali ini, Shay merasa tertarik ketika teriakan Ambre terdengar menyeruak. Ia menengok dan melihat tubuh gemuk Ambre di ambang pintu, tengah celingukan dengan panik mencari sosok Antoine. Antoine merupakan seorang pria paruh baya yang menjabat sebagai orang kepercayaan Pierre. Aneh, batin Shay. Biasanya orang kepercayaan selalu siap siaga di samping majikannya.

"Antoine di ruangannya. Monsieur baru saja menyuruhnya mengurusi berkas, bukan?" Ucap salah satu nanny yang kini mulai menghampiri Ambre.

"Oh, tolong. Panggil dia! Cepat bantu aku! Mademoiselle tengah mengamuk di meja makan!"

Shay membelalak terkejut. Seketika suasana dapur semakin ribut. Suara perkakas makan yang saling berdenting terdengar nyaring. Para nanny dan koki pun kian panik. Mereka berlalu-lalang semakin cepat. Beberapa nanny bergerak keluar dari dapur sementara koki dan sisa nanny yang lain menetap. Shay yang tidak tahu apa-apa hanya bisa pasrah dan tetap melanjutkan pekerjaannya. Sudah, ia tidak mau terlibat lagi.

Hingga tiba-tiba, Lili muncul dan menariknya keluar dari dapur.

"Apa yang kau lakukan!?" Desis Shay protes ketika Lili mulai membawanya menyusuri lorong remang dengan tergesa-gesa.

"Aku mohon, untuk kali ini jangan banyak bicara." Tukas Lili lugas. Shay bisa melihat sekilas wajah Lili yang pucat.

Mereka pun memasuki ruang makan. Shay lagi-lagi terkejut melihat keadaan ruang makan yang penuh keributan, pekikan, dan kepanikan. Para nanny terlihat berkumpul mengerubungi sesuatu. Hingga Shay masuk ke dalam kerumunan itu, Shay tak bisa menahan diri untuk terlonjak ketika melihat meja makan yang terguling menyedihkan hingga makanan dan minuman yang tersedia tumpah ruah, disertai dengan pecahan mangkuk, piring, dan gelas-gelas yang terpecah belah. Ada apa ini!?

Iris coklat gelap milik Shay menelusuri meja makan yang tampak hancur hingga ia menemukan Lydia yang terduduk dengan posisi meringkuk di ujung meja. Tubuhnya bergetar dan isak tangis terdengar jelas. Dress berwarna violet yang ia kenakan tampak menjuntai tak beraturan, pecahan kaca pun tampak mengotori untaian dress-nya. Lydia tampak..hancur.

Dan Shay yakin, semua ini pasti berhubungan dengan Pierre.

Mata Shay kembali menyapu sekeliling, mencari sosok presdir terhormat itu. Namun Shay sama sekali tidak menemukannya. Alih-alih melihat Pierre, Shay hanya melihat para nanny yang berseru panik tanpa melakukan tindakan.

"Apa yang harus kita lakukan?" Bisik Lili bergetar di sampingnya.

"A..aku tidak tahu." Shay menggeleng lemah. Matanya beralih menatap nyalang ke meja makan yang masih terguling menyedihkan.

Tak berselang lama, Ambre muncul diikuti Antoine di belakangnya. Ambre pun segera menginterupsi para nanny untuk membersihkan meja makan. Namun Shay tetap terpaku. Matanya berputar melihat Lydia yang mulai diangkat Antoine. Hatinya terasa mencelos kala melihat Lydia dibawa pergi dalam keadaan lemas. Bahkan, Shay sama sekali tidak bisa melihat wajah Lydia karena tertutupi oleh rambut coklatnya.

Suara melengking Lili menyadarkan Shay dari keterpakuannya. Ia pun mulai mengikuti gerakan Lili yang tengah memunguti pecahan kaca di atas lantai. Sementara pikirannya mulai menjalar ke segala arah. Shay memikirkan segala kemungkinan yang terjadi, dan ia sama sekali tidak menemukan titik temu yang pasti dalam pikirannya. Buntu, nihil, dan..rumit. Shay jadi menyesal sendiri karena tidak menyaksikan segala yang terjadi. Ia tak menyangka keluarga Rousseau yang notabene adalah keluarha Bangsawan, bisa mengalami kejadian seperti ini. Benar-benar di luar dugaan.

"Tuan muda tidak ada! Tuan muda tidak ada!"

Muncul Torey beserta tiga nanny dari sisi pintu lain. Teriakannya kontan memperkeruh suasana. Para nanny saling menengok satu sama lain, hingga Ambre beranjak dari posisi berdirinya lantas berjalan cepat menghampiri Torey.

"Kau sudah periksa kamarnya?" Tanya Ambre gusar.

"Sudah, Miss. Tuan muda tidak ada di kamarnya. Aku sudah mencari ke ruangan-ruangan lain dan..tidak ada."

Hening.

Aura panik semakin membuncah.

Shay dan Lili saling pandang. Dari sorot matanya, Lili yang terlihat sangat panik. Sementara Shay semakin dilanda kebingungan. Tiba-tiba, Lili bangkit dari posisinya dan mulai menarik Shay dalam genggaman tangannya. Gadis asia itu berjalan cepat menghampiri Ambre.

"Kami akan mencarinya!"

Tanpa menunggu persetujuan Ambre lagi, Lili melangkah cepat keluar dari ruang makan diikuti Shay yang masih digiring olehnya. Shay hanya bisa mendengus pasrah tanpa bisa melakukan penolakan apapun. Meski dirinya sama sekali tak berminat untuk membantu mencari Justin. Apalagi, mengingat bocah itu..ah Shay rasanya ingin muntah bila mengingatnya.

Mereka menyusuri lorong yang terhubung ke ruang tengah. Ruang tengah tampak lengang dan sepertinya tak ada seorang pun yang berada di sana. Lili mulai melepas genggamannya di tangan Shay lantas berjalan cepat memutari ruang tengah sembari berteriak menyerukan nama Justin dengan sebutan 'Tuan muda'.

"Tuan muda! Tuan muda!" Seru Lili lantang. Sirat panik masih terdengar jelas dalam suaranya.

Shay hanya diam. Memandang datar tubuh mungil Lili yang bergerak-gerak dengan cepat menelusuri seisi ruang tengah. Shay yakin, Justin tidak mungkin menyendiri di ruang tengah. Ruangan yang jelas-jelas mudah dijangkau oleh siapa pun. Lagipula, untuk apa lelah mencari? Justin pasti tidak mungkin kabur. Ia hanya..bersembunyi.

"Mengapa kau diam saja!?" Gerutu Lili kesal, ia mulai menatap Shay dengan mata yang berkaca-kaca. "Ayo, bantu aku! Tolong.."

Melihat itu, Shay mendengus. Rasanya tak tega melihat wajah menyedihkan Lili. Shay pun mulai beranjak dari posisinya dan memilih untuk berpencar. Ia keluar dari ruang tengah dan memilih untuk keluar dari area rumah. Mungkin Justin ada di halaman belakang? Siapa tahu saja.



***



"Tuan muda!" Shay berteriak. "Tuan muda!"

Sialan. Ini sudah setengah jam dan Justin belum juga ditemukan. Di halaman belakang, Shay tidak menemukannya. Di aula, di ruangan lain Shay sudah telusuri dan Justin tidak ada. Para Bodyguard, nanny lain, bahkan para koki pun mulai ikut mencari. Apa Justin benar-benar kabur?

Shay kini berjalan sendirian menyusuri lorong di luar area rumah. Cukup gelap karena ia berjalan di lorong bagian belakang rumah yang jauh dari jangkauan orang-orang. Karena sejujurnya, Shay ingin beristirahat sejenak. Ia lelah mencari Justin. Bocah kecil itu memang menyusahkan!

Shay melewati satu ruangan kecil yang terlihat menakutkan. Ia mempercepat langkahnya ketika ia mulai merasakan bulu kuduknya meremang karena ruangan kecil itu cukup menyeramkan. Ia tidak tahu menahu soal ruangan kecil itu. Yang Shay tahu, keluarga Rousseau hanya memiliki satu ruang Gudang. Itu pun terletak di selatan, sementara posisinya berada di sebelah barat. Jadi? Ruangan apa itu?

Oh astaga, faktor kelelahan membuat Shay berpikiran aneh. Ia menggeleng cepat dan mulai berlari kecil menuju dinding rumah dan mulai bersandar di sekitar sana. Tubuhnya merosot diikuti helaan napas beratnya. Shay benar-benar kelelahan.

Skandal demi skandal keluarga Rousseau terkuak begitu cepat. Shay bahkan belum satu bulan tinggal tapi masalah sudah bertubi-tubi datang. Peristiwa mengerikan saat makan malam bahkan terjadi begitu cepat. Sampai-sampai Shay tidak sempat berpikir jernih untuk menyikapi semuanya.

Dan sekarang, Justin menghilang.

Shay putus asa, tentu saja. Hanya karena mencari seorang bocah ia jadi kesusahan. Para Bodyguard di sini ternyata tidak becus mencari. Seharusnya Shay tidak terlibat, seharusnya Shay tidak mencari sejauh ini, seharusnya Shay sudah bergelung di tempat tidur sekarang. Rumah ini kelewat besar dan mana mungkin Shay bisa menemukannya sendiri? Dalam hati Shay merutuk ingin segera kembali ke Pigalle. Ia rindu bersenang-senang, berpesta. Dan oh, bahkan Shay sudah cukup lama tidak merokok dan menyesap anggur.

Tiba-tiba, suara pecahan kaca terdengar nyaring. Shay yang tengah depresi memikirkan kerinduannya di Pigalle kontan berjengit lantas melotot waspada. Matanya melirik takut-takut ke ruangan kecil menyeramkan tadi yang sudah cukup jauh dari pandangannya.

Suara pecahan terdengar lagi, Shay bisa mendengar dengan jelas suara itu berasal dari ruangan kecil menyeramkan itu. Jantungnya seketika bergemuruh cepat, Shay menerka-nerka apa yang terjadi di ruangan itu. Kemungkinan besar ada tikus yang berkeliaran dan Shay tidak mau melihatnya!

Suara pecahan lagi-lagi terdengar, dan semakin nyaring. Membuat telinga Shay terasa peka dan bulu kuduknya semakin tegak berdiri. Suara itu terdengar seperti bantingan yang di sengaja. Tikus tidak mungkin menjatuhkan barang sekeras itu--itu menurut Shay.

Shay perlahan bangkit dari posisi menyedihkannya. Ia mendekat perlahan ke ruangan itu dengan jantung yang semakin berpacu cepat. Pencahayaan yang minim semakin membuat Shay takut. Tapi Shay cukup penasaran akan sesuatu yang terjadi di dalam ruangan itu.

Hingga ia berdiri tepat di depan pintu ruangan menyeramkan itu, Shay tidak mendengar apapun lagi. Matanya menilik pintu kayu usang di hadapannya, lalu beralih menatap kenop pintu berwarna emas. Samar-samar Shay bisa melihat kenop pintu telah tersentuh karena debu tebal tampak terusap oleh jejak jari. Shay yakin, ada seseorang di dalam.

Setelah berhitung dalam hati, perlahan Shay meraih kenop pintu itu. Membukanya perlahan dan..tidak dikunci. Sontak ia membuka pintu itu semakin lebar dengan jantung yang semakin melompat cepat. Shay akan bersiap untuk pingsan jika memang ada hantu di dalam.

Alih-alih melihat hantu, Shay hanya melihat ruangan gelap gulita. Remang cahaya dari luar hanya memperlihatkan seperempat ruangan yang tidak bisa Shay lihat dengan baik. Aroma Anggur yang menggugah dahaga menyeruak, Shay membelalakkan matanya ketika aroma Anggur menggelitik hidungnya. Shay kenal betul aroma Anggur yang ia cium. Holy shit! Anggur Chateau Margaux tahun 1982! Minuman Anggur yang masuk ke dalam daftar minuman kesukaan Shay, karena Anggur itu termasuk mahal, Shay jarang meminumnya. Dan mencium aroma Anggur yang menggiurkan itu sontak membuat Shay merasa bangkit kembali. Bak vampir yang kehausan darah.

Jadi ini tempat penyimpanan Anggur? Hebat! Ucap Shay dalam hati. Tangannya mulai merayap mencari saklar hingga ia menemukannya di dekat pintu sebelah kiri. Ia segera menekan saklar tersebut, namun lampu sama sekali tidak menyala. Sial! Dengan hati-hati, Shay berjalan menyusuri lantai kayu dengan tangan bergerak-gerak mencari sesuatu untuk dijadikan pegangan.

Setelah cukup jauh ia berjalan, gelap masih menguasainya. Dan nyatanya tidak ada satu barang pun atau botol anggur yang Shay temukan. Suara pecahan kaca yang tadi terdengar keras dari luar pun sama sekali tak berbekas di ruangan gelap yang ia pijaki. Seketika, Shay mulai merasa takut kembali. Ia bersiap untuk berbalik dan keluar dari tempat gelap sialan yang memiliki aroma Anggur di sekitarnya.

Namun, suara pecahan kembali terdengar. Dan suara itu, tepat terdengar di bawah! Di bawah lantai kayu yang Shay pijaki.

Shay tertegun beberapa saat. Hingga ia mulai bergerak cepat mencari-cari lubang di lantai kayu yang bisa membawanya ke bawah. Dalam kegelapan yang menguasainya, Shay tentu kesulitan. Namun tak lama, ia menemukan kenop kecil yang tertancap di lantai kayu. Shay segera bangkit dari posisinya, mencari posisi yang tepat untuk membuka pintu bawah tanah itu. Ia meraih kenop kecil itu lantas menariknya perlahan-lahan. Dan terbuka.

Aroma Anggur Chateau Margaux semakin menyengat. Shay memejamkan matanya sesaat merasakan aroma nikmat itu. Cahaya di bawah tanah mulai menerangi sebagian wajahnya. Dan Shay melihat ada tangga spiral di bawah sana. Keren.

Shay beranjak dan mulai menuruni tangga spiral itu. Matanya mulai melihat dengan jelas ruang penyimpanan Anggur yang luar biasa besar dan mewah. Dalam hati ia bersorak senang, rasanya ia menemukan harta karun. Rak-rak besar tampak berjajar rapi. Di dalam rak tersebut terdapat botol-botol berisi Anggur segar dengan berbagai merk dari berbagai belahan negara. Betapa beruntungnya Shay menemukan tempat ini.

Dengan riang Shay menelusuri rak-rak Anggur. Senyum mengembang di wajahnya. Apalagi aroma Anggur kesukaannya yang semakin menyengat membuat Shay semakin senang. Oh, Vanessa harus tahu tempat ini! Batinnya antusias.

Shay sampai di rak yang terletak paling ujung. Dan di situlah Shay mulai menemukan kejanggalan.

Aroma Anggur kesukaannya ternyata berasal dari botol pecah yang tumpah. Cairan menggiurkan itu bahkan berceceran di lantai. Dan pecahan botolnya berserakan di dekat lemari kecil. Shay terkejut, dengan cepat dan tanpa basa-basi ia menghampiri lemari kecil tersebut lantas membukanya. Dan Shay hampir terjungkal ke belakang kala melihat Justin yang meringkuk di dalam lemari kecil tersebut dengan tubuh yang basah oleh cairan Anggur.

"Tu..an muda?"

Shay cukup panik. Ia meraih tangan Justin yang tengah menggengam pecahan botol yang meruncing. Mengerikan. Shay buru-buru merebut pecahan botol itu lantas membuangnya. Tanganya kembali bergerak mengusap wajah Justin dan rambut Justin yang basah oleh cairan anggur.

Tubuh Justin bergetar, Justin menangis.

"Apa yang anda lakukan di sini?" Tukas Shay panik seraya mengalungkan tangan Justin di pundaknya. Bersiap untuk membopong tubuhnya.

"Tidak. Jangan." Bisik Justin parau seraya menahan Shay untuk bangkit membawanya. "Di sini saja."

"Oh Tuanku, kita harus pergi! Orang-orang mencari anda. Kumohon, jangan menyusahkan." Tukas Shay menahan kesal.

Dengan keras kepala, Justin menggeleng. "Kubilang.tetap.di sini."

Shay mendengus. Dengan berat hati ia berjongkok untuk menyejajarkan posisinya dengan Justin. Iris mata coklatnya seketika bertemu dengan iris hazel milik Justin. Air mata yang mengering tercetak jelas di wajahnya. Dan mata hazel itu hanya menatap Shay kosong. Tak memiliki sorot yang berarti, kehidupan pun seakan hilang dari bola matanya.

"Kau akan menertawaiku?" Bisik Justin bergetar. Dan Shay hanya bisa menggeleng lemah.

"Kau akan mengadukan ini pada ayahku?" Bisik Justin lagi sambil tersenyum getir. Dan Shay lagi-lagi menggeleng.

"Lantas, apalagi yang akan kau lakukan?"

Shay menghela napasnya. "Menjagamu, Tuan muda."

Justin termangu. Ada sepercik rasa hangat dalam hatinya saat mendengar jawaban Shay. Jantungnya berdegup kencang hingga emosi itu timbul kembali. Justin kembali menangis dan kali ini isakannya terdengar jelas. Membuat Shay tahu bahwa Justin mengalami sesuatu yang dalam. Hal tabu yang melukai jiwanya.

"Genggam tanganku." Lirih Justin pilu di sela isak tangisnya.

Shay pun menurut. Ia meraih satu tangan Justin perlahan dan menggenggamnya kuat. Mengalirkan rasa hangat ke dalam diri Justin hingga hatinya kembali bergetar. Justin memejamkan matanya sekilas. Perlahan, Justin menunjuk pipinya dengan tangan yang satunya.

"Cium pipiku." Lirih Justin tanpa berani menatap mata Shay.

Dan Shay melakukannya. Shay mencium pipi Justin cukup lama. Bahkan menjilatnya sekilas. Merasakan Anggur Chateau Margaux yang mengering di sekitar sana.

Shay kini tahu. Justin tidak baik-baik saja. Dan semua itu memiliki alasan.


A/N: Di mulmed itu Pierre. Ganteng yaaa ganteng? Well, ini sedikit ya? Maaf kalo kurang seru, atau agak gajelas. Ini chapter penghubung menuju pendekatan Justin dan Shay doang sih sebenernya. Sooo, semoga suka. Chapter selanjutnya diusahakan akan ada yang spesial hihi. Vote vote voteeeee❤

Continue Reading

You'll Also Like

2.6M 249K 54
Bagaimana jika sang pangeran berhati iblis di pertemukan oleh takdir dengan seorang putri cantik berjiwa iblis. Mereka memiliki sisi kelam yang benar...
844K 72.1K 72
[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Gazelle Arcanio Zevallo, atau yang lebih dikenal dengan panggilan Azel. Merupakan sosok ketua geng motor terkenal bernama Gr...
572K 26K 34
BULLIED BY MY CRUSH (COMPLETED) ~By : @Lifeofzyailomilox "The reason why i always bully you is because i want to..." F...
1.4M 32.8K 4
Reyn tidak pernah menyangka jika kakak tirinya yang dingin ternyata adalah laki-laki yang pernah mengajaknya menikah ketika ia duduk di bangku SMP. S...