Jerk Roommate (S1-S3) [End]

By adiknyasingto

13.6K 1.1K 674

{Peraya Fanfiction Lokal} Dia brengsek, tapi sialnya dia seksi. ⚠️Warning ⚠️ - BoysLove - Bahasa non-baku - B... More

1. Prolog
2. Dia Menyebalkan
3. Dia Gila
4. Dia atau Gua yang Gila?
5. Pertama Kalinya 🔞
6. Gua Gay?
7. Gua Cemburu
8. Nyaman.
9. Sakit
10. Sembuh
11. Hiling
12. Sugar Baby
13. Maaf
14. Persiapan
15. Sakit Sing! Tahan Krist! 🔞
16. Pelan-Pelan Sing! 🔞
17. Gak Seharusnya
18. Berantem
19. Gua Capek
20. Gimana Gua Selama Ini
21. Tentang Dia
22. Bangga
23. Ending🔞
24. Epilog
(S2) 1. Prolog
(S2) 2. Kabar Bahagia
(S2) 3. Sampai Pagi
(S2) 4. Enak Bang! 🔞
(S2) 5. Udah Bang
(S2) 7. Dia Bukan Ayah
(S2) 8. Kebenaran
(S2) 9. Pulang Kampung
(S2) 10. Kebenaran Lainnya
(S2) 11. Kisah Masa Lalu
(S2) 12. Kehidupan di Desa
(S2) 13. Pulang Kota
(S2) 14. Kerja
(S2) 15. Brengsek!
(S2) 16. Pergi!
(S2) 17. Krist
(S2) 18. Berakhir
(S2) 19. Epilog
Sebuah Kisah Masa Lalu
(S3) 1. Prolog
(S3) 2. Jangan Bercanda
(S3) 3. Mati!
(S3) 4. Sumber Penderitaan
(S3) 5. Adik
(S3) 6. Joss
(S3) 7. Membaik
(S3) 8. Bercinta 🔞
(S3) 9. Penyesalan Tiada Arti
(S3) 10. Rencana
(S3) 11. Permintaan Maaf
(S3) 12. Rencana Selanjutnya
(S3) 13. Titip
(S3) 14. Janji Suci
(S3) 15. Pendekatan
(S3) 16. Terakhir
(S3) Epilog
Sequel cerita Jerk Roommate

(S2) 6. Apa Itu Ayah?

129 16 7
By adiknyasingto

"Ayahnya Pak Singto?" Dimar tentu saja bingung dengan maksud ayah dari pria di depannya ini. Karena sepengetahuan Dimar, Singto ini tidak memiliki ayah, bahkan Singto tidak mengenal sosok ayah.

"Iya, saya ayahnya Singto." Jawab pria di depannya, terdengar sedikit angkuh bagi Dimar. Sedangkan satu pemuda di belakangnya hanya menyimak saja percakapan antara pria yang mengaku sebagai ayah Singto, dan juga Dimar.

"Singto-Nya ada?" Tanya Pria tersebut.

"Maaf sekali Pak, Pak Singto nya sedang istirahat."

"Maaf Bu, dia ayahnya Bang Singto. Jadi saya mohon, tolong panggilkan Abang." Ujar pemuda yang tadi bersama sang Pria paruh baya.

Tak enak jika harus berdiri, Dimar mengajak kedua lelaki tersebut untuk masuk dan duduk di sofa ruang tamu. Menyajikan minuman kepada kedua lelaki itu, Dimar pun naik ke lantai 2 untuk memanggil bos nya dengan bertanya-tanya.

'Tok tok tok'

Pintu diketuk oleh Dimar, Singto yang pada dasarnya bukan seorang kebo jika tidur pun langsung terbangun dan berjalan dengan wajah bantalnya.

"Ada apa Bi?" Tanya Singto dengan suara serak, rambutnya masih berantakan dan tangannya menggaruk perutnya sendiri.

"Itu Pak, ada orang yang katanya ayahnya Bapak." Ujar Dimar sopan. Rasa kantuk Singto seketika hilang kala mendengar kata 'ayah' dari bibir Dimar. Tanpa menutup pintu kamar, Singto berjalan ke lantai satu, dan melihat jika dua orang lelaki tengah duduk.

"Siapa lo?" Tanya Singto dengan nada dingin tapi setiap kata yang ditekankan. Kedua kakinya masih berjalan menapaki anak tangga. Bukan Singto tak tahu, jelas dia tahu jika kedua lelaki itu adalah ayah dan juga adik beda Ibu.

Kedua lelaki itu menoleh ke arah sumber suara, menampakkan Singto dengan wajah keras dan rambut yang berantakan.

"Singto." Sang Pria paruh baya yang mengaku sebagai ayahnya itu berdiri dan mendekat, diikuti oleh lelaki muda di belakangnya.

"Jangan deket-deket sama gua." Ujar Singto sembari menjauh dari ayahnya itu.

"Singto, ini ayah nak." Ujar ayahnya itu dengan nada yang terdengar sendu. Tapi, itu sama sekali tidak berpengaruh untuk Singto. Rasa sakit hatinya akan sosok lelaki dengan julukan 'ayah' tidaklah main-main, bahkan tidak bisa diobati oleh tangis pria paruh baya di depannya.

"Ayah?" Singto tersenyum masam mendengar penuturan dari ayahnya itu.

"Iya ini ayah Sing." Ujar ayahnya lagi, dengan langkah yang terus mendekat ke arah Singto.

"Gak ada, ayah gua dah mati kek Ibu gua yang mati waktu ngelahirin gua." Ujar Singto masih dengan nada dinginnya, membuat langkah kaki pria di depannya terhenti.

"Bang, lu kok gitu sama ayah." Ujar sang lelaki muda, dengan tangan yang memegang ayahnya tersebut.

"Diem lo Gawin!" Ujar Singto sembari mengeraskan telunjuknya ke arah wajah Gawin. Adik beda ibu, dan salah satu tim nya yang baru di pabrik.

"Lu gak bisa gitu sama ayah Bang." Ujar Gawin tak mendengarkan apa yang Singto baru saja katakan.

"Gak bisa gitu? Heh." Singto tersenyum miring seolah remeh. Tatapannya kembali ke ayahnya yang masih berdiri dengan wajah sendu.

"Kalo emang lo ayah gua, dulu lo kemana hah? Gua dibesarin sama nenek gua bukan sama lo. Lo jangan seenaknya ngaku jadi ayah gua." Ujar Singto lebih keras dari sebelumnya, dengan jari telunjuk yang keras menunjuk ke arah ayahnya tersebut.

"Sing." Ujar sang ayah sedikit lirih, tapi sama sekali tak membuat Singto luluh.

"Baru datang lo sekarang disaat gua udah sukses begini. Ijo mata lo liat gua banyak duit, hah." Nafas Singto memburu karena emosi yang kian memuncak.

"Lebih baik, gua sumbangin semua duit gua ke panti asuhan atas nama nenek daripada dikasih ke orang kayak lo." Tak ada nada lembut disetiap kata yang terucap oleh bibir Singto, tak ada ekspresi wajah lembut disetiap detiknya Singto berbicara. Begitu dingin dan penuh penekanan.

Dari belakang, Dimar hanya menyimak entah pertengkaran atau apapun itu yang terjadi diantara Singto dan ayahnya tersebut.

'Bukh'

Satu tinju mentah dari Gawin mendarat begitu keras di pipi Singto.

"Dia ayah lo Bang!" Teriak Gawin yang terdengar hingga ke lantai 2, dan membuat Krist langsung tersentak dari tidurnya.

"Ayah, apa itu ayah?" Ujar Singto dengan wajah remeh.

"Ayah, orang yang udah ninggalin gua saat gua umur tiga bulan. Itu yang lo sebut sebagai ayah hah. Lo pantes nyebut dia sebagai ayah lo, tapi gua gak akan sudi nganggap dia sebagai ayah gua." Ujar Singto dengan penuh penekanan sambil memegangi pipinya yang terasa berdenyut.

'Cuih'

Singto meludah di depan Gawin dan ayahnya.

"Bukannya ayah itu orang yang memberikan lo kasih sayang, seorang ayah gak pernah mungkin ninggalin anaknya sama neneknya di usia rentan. Itu yang pantas disebut sebagai ayah hah?!" Dengan emosi yang menjadi, nafas memburu karena emosi, Singto mengepalkan tangannya, mata Singto mengilat tajam.

"Tapi, karena dia lo ada di dunia ini Bang!" Masih dengan teriakan Gawin tak kalah emosi dengan Singto.

"Gua dulu gak pernah minta dilahirin!" Teriak Singto pun terdengar hingga ke lantai dua. Krist yang sangat penasaran dengan apa yang terjadi di lantai satu pun dengan susah payah turun dari kasur. Rasa ngilu dan perih masih setia ada di bagian bawah tubuh Krist.

"Shhh." Krist berdesis dengan tangan yang memegang pinggangnya. Teriakan masih saja terdengar mengganggu. Dengan susah payah Krist berjalan keluar kamar yang pintunya terbuka.

"Pergi kalian dari sini!" Dari lantai dua, Krist melihat Singto yang dengan wajah keras, telunjuk dengan keras menunjuk dua orang pria di depannya.

"Gawin." Ucap Krist pelan tak terdengar hingga ke lantai bawah.

"Gua enggak akan pergi, sebelum lo nerima ayah Bang."

"Arghhh!" Satu tinju dari Singto hampir saja mendarat di pipi Gawin.

"Bang!" Krist berteriak memanggil Singto yang hendak memukul Gawin. Mendengar suara dari Krist, wajah Singto langsung melembut, kepalan pada tangannya hilang.

"Dek." Ujar Singto dengan nada lembut sembari melihat ke arah Krist yang tampak sedang berdiri menatap mereka.

"Bang Krist." Ujar Gawin yang sama-sama melihat ke arah Krist. Singto dengan cepat berlari ke arah Krist, menaiki satu persatu anak tangga, hingga dia hampir saja terjatuh.

"Adek ngapain disini?" Dengan nada lembut Singto bertanya pada Krist. Kedua tangan Singto memegang bahu Krist dengan tatapan teduh mengarah ke kedua mata Krist.

"Siapa mereka Bang?" Tanya Krist sembari menatap wajah Singto. Kedua mata Singto merah, entah akan menangis, atau karena menahan amarahnya.

"Mereka bukan siapa-siapa Dek." Singto tersenyum lembut menatap Krist. Tangan Krist terulur untuk mengusap wajah Singto. Air mata yang sedari tadi Singto tahan akhirnya pun lolos begitu saja.

"Jujur sama Adek, mereka siapa Bang?" Tanya Krist lagi, tangan kanannya itu mengusap satu titik air mata di pipi Singto.

"Mereka ayah sama adik Abang." Ujar Singto sembari menunduk dan tangan kirinya terulur untuk menggenggam tangan kanan Krist yang berada di pipinya.

"Bisa bawa adek ke bawah?" Pinta Krist pada Singto. Singto pun mengangkat Krist, dan membawa Krist menuruni tangga menuju lantai satu. Semua itu tak luput dari tatapan ayahnya Singto, Gawin, juga Dimar. Melihat betapa Singto menyayangi Krist dengan begitu besar. Singto pun mendudukkan Krist di sofa ruang tamu.

"Bang Krist." Ujar Gawin dengan kaki melangkah mendekati Krist.

"Diem lo disana, jangan berani lo sentuh pacar gua." Ujar Singto dengan mata mengilat tajam ke arah Gawin, yang membuat Gawin seketika berhenti untuk menghampiri Krist.

"Kenapa Adek mau kesini, Adek istirahat aja." Ujar Singto lembut dengan posisi berjongkok menatap Krist yang terduduk di sofa.

"Adek harus tau masalah apa yang Abang hadapi." Jawab Krist lembut.

"Ini bukan masalah Dek." Jawab Singto tak kalah lembut.

"Kalo ini bukan masalah, kenapa Abang sama Gawin sampe teriak-teriak kayak tadi?" Tanya Krist.

"Mereka bukan siapa-siapa Abang."

TBC

Continue Reading

You'll Also Like

31.8K 1.9K 12
mungkin judul gk sesuai isi cerita Bahasanya berantakan gk berfaedah,,,tp klo mau baca ya silahkan ff ini tercipta karna saia haus akan moment Fort B...
3.2M 159K 25
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
475K 30.4K 30
"Mas?" "em. apaan?" "Mau nenen?" "Nenen nenen ndas mu a? Gak!" "Ayo lah maaaaaas!" Wildan merengek lagi minta nenen ke Uke spek binaraga yang sabar...
1.4M 127K 60
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...