My Frenemy ( AS 10 )

By Salwaliya

3M 284K 120K

Ikara sama Leo kalo disatuiin? Kacau balau. Ikara tau banget Leo nggak suka sama dia karena kerap dijadikan b... More

Cast AS 10
Prolog
1. πŸ₯‡πŸ₯ˆπŸ₯‰
2. ⛳️ πŸ“ΈπŸ“²
3. 🀳
4. 🚬
5. πŸ“š
6. πŸ‘©πŸΌβ€β€οΈβ€πŸ’‹β€πŸ‘¨πŸΌ ?
7. πŸ‘šπŸ€¦πŸ»β€β™€οΈ
8.
9. πŸ“˜πŸ“•
10
11. πŸ₯ŸπŸ“²
12. πŸ«—
13. 😑
14. πŸ“–
15.
16.πŸ“₯
17. πŸŠπŸ»β€β™€οΈπŸšŒ
18. πŸ“πŸ“Έ
19. ♨️
20. πŸš‘
21
22. ❀️‍πŸ”₯
23.
24. πŸ›€
25.
26. 🚲
27.
28
29
30.
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44 ( kebalik $
45
46
47
48
49
50
51
52
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72. END

53

20.3K 3.7K 1.5K
By Salwaliya







"Om Nathan!"


Leo memasuki lapangan golf di mana Nathan sudah menunggu. Ia kemudian menoleh dan meraih tangan Ikara untuk ikut masuk membuat Nathan menaikan alisnya sambil menahan senyum.

"Ra, ini Om Nathan. Om, ini Ikara."

"Ikara, Om." Ikara menyalami dengan menjabat tangan dan Nathan membalasnya.

"Pacar Leo." ucap pemuda itu sambil menggaruk alisnya, lalu menahan senyum saat om Nathan tersenyum jahil padanya.

"Dia ketemu sama Om cuma bahas kamu doang,"

"Serius?" tanya Ikara sambil tertawa.

"Nggak boong," elak Leo. "Jangan didengerin."

"Bisa main golf?" tanya Nathan.

Ikara mengangguk. "Aku langganan di tempat ini," jawabnya sambil meraih tongkat golf. "Om juga sering dateng?"

"Dia yang punya tempatnya," celetuk Leo.

"Oh," Ikara mendelik. "Baru tau."

Nathan mendekat pada Ikara, lalu menoleh pada Leo yang sedang melepas jaket di belakang. "Pasti ngambekan anaknya,"

Ikara mendelik. "Kok tau, Om?"

"Om lebih sering diambekin,"

"Serius?"

"Hm," Nathan mengangguk. "Kalo lagi ngambek tinggal aja nggak usah diurusin, nanti makin jadi."

Ikara sontak tertawa. "Nggak tega, Om."

"Kamu cewek pertama yang dia bawa ketemu sama Om."

"Oh, ya?"

"Leo kalo udah sayang, bakal lakuiin apa aja demi kamu sampe kamu kewalahan sendiri."

"Dia gitu?"

"Dia abang buat semua anak-anak di keluarga kita. Walaupun emosian, dia yang paling bisa diandelin buat jagaiin adek-adeknya."

Ikara tersenyum kecil. "Bisa keliatan."

"Jadi misal suatu saat dia mau lakuiin sesuatu buat kamu, nggak perlu capek-capek larang, Leo tetep bakal lakuiin."

"Tapi harusnya nggak gitu,"

"Namanya aja Leo."


Ikara menoleh pada Leo sambil tersenyum, lalu menghampiri cowok itu dan memeluknya dari samping membuat Leo menaikan alis. "Om Nathan bilang apa?"

"Nothing," Ikara menggeleng.

"Ngomong apa Om sama dia??" tanya Leo.

"Nggak ada," Nathan mengangkat bahu.

"Omongan dia jangan ada yang dipercaya," ucap Leo.

"Oh gitu?"

"Jangan pokoknya."

"Dia bilang lo sayang sama gue."

"Itu harus dipercaya," Leo mengangguk membuat Ikara tertawa. "Ada benernya juga kadang."

"Apasih," Ikara mendorong lengan Leo. "Pagi-pagi udah ngelucu."

"Sama gue aja jangan main sama Om Nathan," Leo merangkul Ikara.

"Bilang aja takut kalah," ledek Nathan.

"Enggak lah," elak Leo.

"Ikara sini jangan sama dia, nggak bisa main."

"Ck," Leo langsung meletakkan tongkatnya dengan ekspresi malas.

"Nggak usah ngambek." tegur mereka bersamaan.




💞💞💞💞💞💞💞



Dilla membuka pagar rumahnya sampai ujung. Ia kemudian menggandeng Haidar keluar sambil membawa semangkuk buah. "Main deket-deket aja, ya."

"Oke Mamah!"

Ia menoleh ke rumah samping saat ada mobil yang baru datang. Mendapati Ami turun dari sana sendirian dan hanya lewat tanpa melirik Dilla.

"Dia butuh kamu."

Ami berhenti melangkah.

"Ikara butuh Ibu."

"Sekarang kamu ngurusin urusan keluarga aku?" tanya Ami dengan ekspresi tersinggung.

"Bayangin ada anak yang dateng ke Ibu lain buat berkeluh kesah karena Ibu kandungnya sendiri nggak pernah nempatin posisi itu. Bayangin."

Ami membuang muka tanpa menjawab.

"Dia masih 17 tahun, tapi kalian orang tua yang ganggu masa mudanya."

"Kita punya cara sendiri buat didik anak jadi tolong stop ikut campur."

"Kamu didik dia buat dipukul kalo nggak sesuai ekspetasi?" Dilla melontarkan pertanyaan yang membungkam Ami. "Tau kenapa ada banyak anak yang depresi di umur muda? Harusnya bukan cuma anak yang menghargaiin keberadaan orang tua, kita juga hargaiin kehidupan mereka."

Ami langsung kehilangan kata-katanya.

"Buat apa sih kayak gitu? Sampe segitunya banget?" tanya Dilla. "Emang tujuannya kayak gitu dari awal atau gimana? Kurang hebat apa anak kamu? Kurang membanggakan apa lagi?"

"Omongan kamu keterlaluan," Ami melangkah hendak pergi tapi Dilla mencekalnya. "Lepasin saya dan urus urusan kalian."

"Stop kayak gini, Mi. Aku kenal kamu 2 tahun. Aku masih inget sebahagia apa kamu waktu hamil Ikara, stop rusak segalanya."

Ami menggeleng sambil menarik tangannya. "Nggak semua istri dan Ibu seberuntung kamu, Dill."

"Mi,"

"Kamu juga hidup dalam kebohongan," Ami menggelengkan kepalanya. "Sebelum nasehatin aku, berusaha terbuka juga sama anak-anak kamu. Kita sama-sama bukan Ibu sempurna buat anak kita."





💞💞💞💞💞💞💞💞




Sekolah kembali dimulai. Dan hari ini menjadi hari penentuan hasil kerja para murid. Tepat pada jam 12 siang, pengumuman ranking dan pembagian raport di hari yang sama jadi orang tua juga akan datang. Akan ada satu minggu penuh untuk memenuhi tugas dan remidi sebelum para murid diliburkan.





"Papah sama Mamah dateng jam berapa, Le?" tanya Ela.

"Bareng sama Tante Luna sama Papah," jawab Willy.

"Nanti kalo Mamah nyariin gue bilang aja Abel lagi di perpus ya baca buku kelas 12," ucap Abel. "Tolong banget inimah."

"Lo kayaknya optimis banget nilai jelek," ledek Ela. "Kasian."

"Lo sendiri gimana anjir?? Belajar lima menit langsung tidur," ledek Abel.

"Dih ihhhh gue lebih mending ya dari pada lo,"

"Mana ada mana ada??"

"Kalian nggak ada yang mending sebenernya." celetuk Willy.


"Semua murid harap datang ke aula! Sekali lagi semua murid harap datang ke aula bersama orang tua masing-masing."


"Guys!"

Mereka menoleh bersamaan.

"Gila bunda gue cakep bener," Abel tersenyum bangga. "Pamerin temen ah."

"Sebentar lagi Tante Luna yang malu sama lo," Ela menepuk bahunya. "Banyakin doa, Bel."

"Nggak papa, nilai nggak dibawa mati."

"Eh itu toak kenceng banget nyuruh masuk aula, napa masih di sini?" tanya Ical heran. "Ayo masuk bareng semuanya. Ela Leo ayo."

"Mamah mana?" tanya Leo.

"Mereka di parkiran, ayo kita duluan." Luna mengajak mereka jadi Ela pergi duluan sementara Leo masih diam di tempatnya.

"Le??" panggil Om Ical menahan Leo yang hendak pergi. "Ayo, kok malah ke sana?"

"Bareng mereka aja,"

"Tar mereka nyusul," Om Ical merangkul Leo dan mengacak rambutnya. "Kira-kira ranking berapa nih kamu? Dapet hadiah nggak?"

Leo mendengus geli. "Mana ada,"

"Nggak seru, harusnya kasih apresiasi dong buat murid berprestasi. Ya nggak?"

"Cal, lo jangan bawel deh ini tanda tangan dulu," omel Luna. "Ini Bunda harus duduk di mana, Bel? Paling depan bisa?"

"Jangan berekspetasi tinggi, Bun." Abel tersenyum tipis.

"Bunda tau elah rapot kamu nanti bentukannya kayak gimana, emang pengen depan aja biar mencolok. Nggak liat baju Bunda baru?" tanya Luna.

"Dah dah masuk siapa yang bawel sekarang," Ical mendorong Luna agar masuk. "Ayo anak-anak."

Leo yang hendak masuk menoleh saat melihat sosok Ikara muncul bersama orang tuanya. Ia sempat bertemu tatap dengan papah Ikara tapi memutuskan duluan dan masuk ke dalam.

Leo masuk ke deretan kursi yang sudah diisi banyak murid. Ia kemudian duduk di samping Tante Luna yang sedang mengambil selfie dengan anak-anak.



"Baik, semua orang tua murid sudah hadir di acara penting ini dan terimakasih atas partisipasi kalian." ucap kepala sekolah disusul tepuk tangan semua orang di aula.

"Titip bentar hpnya titip," Luna memberikan hpnya pada Leo. "Mau touch up."

Leo mendengus heran. "Nggak luntur, Tan."

"Alis Tante nggak rapi, Say."


Leo memain-mainkan hp Tante Luna, ia kemudian menoleh ke belakang tepatnya ke arah kursi Ikara yang sedang menatapnya juga.

Ting!



Leo : ketemu bentar

Ikara : dimana?

Leo : belakang

Leo : acaranya masih lama

Ikara : papah ngawasin

Ikara : jangan ah

Leo : bentaran aja



Ikara mengulum bibirnya, lalu menatap Leo yang baru saja keluar dari barisan kursi. Ia menunggu beberapa saat dulu dan pura-pura fokus pada pidato para guru.


"Ikara ke toilet sebentar." katanya sambil berdiri membuat papah dan mamah menatapnya tanpa melarang.

Ikara melangkah keluar dari aula, menoleh ke sekitar untuk mencari keberadaan Leo. Sampai sebuah tangan menariknya masuk ke bawah tangga membuat Ikara nyaris memekik.

"Kaget?"

"Le!" Ikara memukul lengan cowok itu.

"Bosen di dalem,"

Ikara menghela napas berat, kemudian menundukan kepalanya. Leo yang menyadari ekspresi itu meraih tangan Ikara. "Jangan gugup."

Ikara makin menunduk. "5 menit lagi pengumuman ranking."

"Yaudah kita di sini 5 menit."

"Le,"

"Hm,"

Ikara diam sesaat, lalu menggeleng. "Nggak jadi."

"You okay?" tanya Leo sambil mengusap pipi Ikara.

Ikara menggelengkan kepalanya lagi dan makin menunduk membuat Leo ikut menunduk. "Hei," panggilnya. "Ara."

"I'm scared Le, takut." Ikara mulai meneteskan matanya. "Hati gue resah banget dan nggak enak rasanya."

"Sharing ke gue,"

"Gue harus gimana, Le..."

"Ra, kenapa? Hei,"

"Gue harus gimana ini...?"

"Gue nggak bisa tau kalo lo nggak ngomong."

"Ra...."


Leo menyatukan dahi mereka sambil memejamkan mata. Tangannya terulur untuk mengusap pipi Ikara. "I love you, Ra. I do love you."


Ikara tertegun mendengar itu karena ini pertama kali Leo mengucapkannya.


"Jadi please jangan buat gue khawatir. Tell me, Ra."

Ikara makin menangis membuat Leo menariknya ke dalam pelukan. "Gue yang ambil keputusan tapi gue yang takut sendiri, Le...."

"Lo ambil keputusan apa?"

Ikara memberikan hpnya pada Leo. "2 menit lagi." ucapnya.

Leo menerima hp Ikara tanpa bertanya lagi. Menatap layar hp menunggu 2 menit yang tersisa. "You're gonna be okay, nggak usah gugup."








Leo membuka daftar ranking yang baru saja muncul.










Tidak melihat nama Ikara ada di peringkat nomor 1, membuat jantungnya mencelos begitu saja.





"I'm not okay, Le." lirih Ikara.








PERINGKAT UJIAN AKHIR SEMESTER KELAS 11 ALEGA HIGHSCHOOL.

1. Crishtian Leo

2. Launa Friskya

3. Defano Adinama

4. ....

12. Ikara Pearce.




"Ra?" Leo mendongak dan tak bisa menyembunyikan ekspresi bingungnya. "Lo sengaja?" tanyanya.

Ikara perlahan mengangguk. "Gue—"





"Di sini kamu Ikara."





Mereka berdua menoleh kaget, terutama Ikara yang refleks memundurkan langkah dan Leo menggenggam tangannya. Mendapati orang tua Ikara berdiri di depan sana sambil membawa buku rapor.

Ikara tak bisa mendeskripsikan ekspresi papahnya saat ini. Ketakutannya terlalu mendominasi sampai Ikara tak bisa berfikir dengan jernih.

"Pah—"

"Pulang." Papah mencekal tangan Ikara dengan kasar.

"Om," Leo memberanikan diri untuk mencekal tangan pria itu. "Tolong jangan kasar—"

Plak!

Leo menunduk saat rahangnya ditampar membuat Ikara melebarkan matanya kaget. "Papah!" teriaknya sambil menangis.


"Berani-beraninya kamu macarin anak saya," Deno menunjuk Leo dengan tatapan nyalang. Ia kemudian mencekal tangan Ikara. "Pulang sekarang!"


Leo hendak mengejar tapi Ikara memberi isyarat dengan menggelengkan kepalanya membuat cowok itu mengumpat kasar. "Sial!"





Ting!

Ting!




Leo menunduk menatap hpnya tapi tidak ada notifikasi apapun jadi ia mengangkat hp satunya milik Tante Luna untuk memastikan.








Ale : dilla kambuh lagi lun tolong ambilin rapor anak" dulu






Ketakutan Leo benar-benar terjadi.






Bersambung.....

maaf yaaa

Continue Reading

You'll Also Like

1M 16K 27
Klik lalu scroolllll baca. 18+ 21+
842K 102K 13
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
541K 58.3K 23
Berkisah tentang seorang Gus yang dikejar secara ugal-ugalan oleh santrinya sendiri. Semua jalur ditempuh dan bahkan jika doa itu terlihat, sudah dip...
1.5M 130K 61
"Jangan lupa Yunifer, saat ini di dalam perutmu sedang ada anakku, kau tak bisa lari ke mana-mana," ujar Alaric dengan ekspresi datarnya. * * * Pang...