My Frenemy ( AS 10 )

By Salwaliya

3M 284K 120K

Ikara sama Leo kalo disatuiin? Kacau balau. Ikara tau banget Leo nggak suka sama dia karena kerap dijadikan b... More

Cast AS 10
Prolog
1. πŸ₯‡πŸ₯ˆπŸ₯‰
2. ⛳️ πŸ“ΈπŸ“²
3. 🀳
4. 🚬
5. πŸ“š
6. πŸ‘©πŸΌβ€β€οΈβ€πŸ’‹β€πŸ‘¨πŸΌ ?
7. πŸ‘šπŸ€¦πŸ»β€β™€οΈ
8.
10
11. πŸ₯ŸπŸ“²
12. πŸ«—
13. 😑
14. πŸ“–
15.
16.πŸ“₯
17. πŸŠπŸ»β€β™€οΈπŸšŒ
18. πŸ“πŸ“Έ
19. ♨️
20. πŸš‘
21
22. ❀️‍πŸ”₯
23.
24. πŸ›€
25.
26. 🚲
27.
28
29
30.
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44 ( kebalik $
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72. END

9. πŸ“˜πŸ“•

18.7K 3.7K 1.3K
By Salwaliya

hi loves, kabar gmn?

rumah ikara & rumah leo

jd kebayang kan kenapa pada gampang bgt lompat, tinggal naik ke pager aja karena rumahnya sebelahan. nempel.


kamar leo & kamar ikara.













9. Kepala Sekolah.






Ale dan Dilla keluar dari rumah dengan pakaian rapi, disusul Haidar yang berjalan sambil membawa boneka kelinci yang dihadiahkan Om Ical saat ulang tahun. Mereka bertiga keluar menuju mobil yang sudah terparkir di luar.

"Le, hadiah udah dibawa semua?" tanya Dilla. "Kalung buat Jihan udah juga kan?"

"Aman sayangku," Ale membungkuk untuk mengancingkan kemeja Haidar. "Nanti waktu acara, kamu dateng ke Om Nathan ya, dia banyak mainan." bisiknya.

"Nathan?" beo bocah berumur 3 tahun itu dengan ekspresi bengong.

"Pake Om, eh Tuan aja biar dapet banyak uang."

"I don't know him," katanya dengan suara pelan. "But i know him."

"Yes, I am rich." jawab Ale sambil cengengesan. "And I'm happy."

"Papah nggak bisa bahasa Inggris kayak Haidar,"

"Papah bisanya bahasa wibu sayang,"

"Papah tapi sama Kakak Leo sama Kakak Ela sama Kakak Willy sama Kakak Abel sama semuanya?" tanya Haidar. "Aku kan nggak suka sendirian Papah..."

"Iya sayang nanti Om Om mu yang kaya itu kumpul semua di sana."

Haidar diam sesaat sambil berfikir. "Kenapa Papah cuma suka uang?"

"Enggak," Ale menggeleng. "Papah suka mamahmu juga."

"Suka Haidar juga??"

"Suka dong,"

"Kenapa Haidar harus sama om-om?" tanya bocah itu.

"Ayo Le udah telat kita," protes Dilla. "Haidar ayo sayang."

"Mamah aku duduk tengah sama Mamah!"

"Pokoknya nanti kalo ada orang yang gendong kamu jangan ditolak, mereka mau kasih hadiah, oke anakku?"

Haidar mengangguk sambil mengacungkan jempol membuat Ale memeluknya gemas. "Mamah tunggu kita dong jangan tinggal,"

"Ayo ayo cepet ah," Dilla membuka pintu mobil dan meraih Haidar ke gendongannya. "Papah bilang apa aja jangan didengerin ya sayang."

Haidar mengangguk lagi. "Oke Mamah."

Ale menoleh. "Apa?"

"Nggak papa," jawab Dilla. "Bukaiin pintu mobilnya."

"Siap Bu Menteri," Ale dengan senang hati membukakan pintu mobil.



💞💞💞💞💞







Leo memiliki impian ingin masuk ke akademi sepakbola di Portugal.


Tempat bagus berarti persaingan ketat. Tapi dia bisa mendapatkan kesempatan itu jika bisa mempertahankan ranking 2 atau naik ke 1.

Awalnya impian Leo sempat mendapat respon kurang dari orang tuanya karena Portugal akan jauh dari mereka, tapi melihat kegigihan Leo dalam belajar perlahan mereka melunak.

Dia mulai mencintai bola ketika pertama kali kakek mengajak nonton bersama saat umur 10 tahun, kecintaanya dengan pemain bernama Ronaldo itu sangat memotivasi Leo untuk menjadi giat.



Andai kakek dan nenek masih ada di sini, pasti dia akan lebih semangat meraih mimpinya.





Andai kecelakaan itu tidak terjadi....




"Kelas kalian digabung sama kelas sebelah ya untuk beberapa minggu ini, karena cuma ada 1 guru." Pak Hadi menginterupsi perhatian para murid IPS 3.

"WOI KUMPUL WOI AYO!"


Leo melangkah bersama Willy menuju lapangan, keduanya tampak tidak semangat melakukan apapun di atas terik matahari. Kegiatan pertama yang dilakukan adalah pemanasan. Leo cuma gerak-gerak dikit aja sementara Willy diam tanpa bergerak sama sekali karena sejak pagi belum sarapan.

"Ke kantin sana males gue liat muka lo," Leo mendorong wajah Willy yang pucet banget kayak orang sekarat.

"Mana bisa ke kantin," Willy berdiri dengan tatapan kosong.

"Minta Abel bawaiin," ucap Leo. "Kelas dia gabung sama kita."

"Bisa?" tanya Willy dengan suara lemas.

"Ck," Leo berdecak malas, akhirnya mengeluarkan hp membuat Willy tersenyum tipis.

"Makasih, Le."

"Tai," Leo memasukkan hpnya lagi setelah mengabari Abel.

Beberapa saat kemudian para murid kelas IPS 3 datang. Abel langsung menghampiri Leo dan Willy sambil menyimpan makanan di kantung celana. Sementara Ikara bersama Fai berdiri di barisan bekakang, tepatnya di samping barisan Leo dan kawan-kawan.

Ikara merenggangkan otot-otonya dengan merentangkan kedua tangan, lalu menoleh pada Leo yang sedang melakukan pemanasan juga. Cowok itu ikut menoleh, lalu mereka berdua saling membuang muka.

Pemanasan terakhir adalah mengangkat satu kaki ke atas dan berdiri tegak. Leo dengan mudah melakukan gerakan tersebut, sementara Ikara kurang seimbang membuat cowok itu melirik dengan tatapan meledek. Willy sama Abel lagi cari kesempatan biar bisa makan diem-diem karena Pak Hadi mengawasi di depan.

"Satu Dua Tiga Empat!"

"Lima Enam Tujuh Delapan!"

"Satu hitungan lagi, ganti kaki kiri!"

Ikara yang sudah kepanasan malah mengangkat kaki kanannya sehingga membentur kaki kiri Leo membuat tubuhnya oleng namun tidak jadi jatuh karena Leo refleks menarik tangannya.

"Tau kiri nggak?"

Ikara menepis tangan Leo. "Sengaja," katanya sambil berganti posisi kaki. Karena tidak seimbang dia bergeser sambil berjinjit sehingga bahunya menyenggol lengan Leo.

Cowok itu berdecak malas, sengaja melangkah ke samping dan balas menyenggol lengan Ikara. "Aduh," Ikara tak sengaja mengenai orang di sampingnya. "Sorry. ya." katanya sambil membalas Leo dengan mendorong lengannya, membuat tubuh Leo tergeser dan menubruk Willy yang hendak memasukkan roti ke mulut.

"Anjir jatoh rotinya," Abel memukul bahu Willy berusaha menahan tawa. "Leo goblo dah dia nahan laper dari tadi."

Willy menatap Leo dengan wajah melas membuat Ikara yang menjadi pelaku meringis tak enak hati. "Lo sih,"

"Lah elu," Leo menarik tangan Ikara sampai berpindah di depannya membuat cewek itu menoleh heran.

"Lo kenapa sih??"

"Tutupin, Willy mau makan,"

"Ya masa gue keluar barisan—"

"Sssssst," Leo meminta orang di depan Willy agar berpindah karena tubuhnya sangat kecil, lalu menggantinya dengan Ikara yang tinggi.

"Cakep," Abel mengacungkan jempol. "Cepet, Will!"

"Aman?"

"Aman cepet," decak Leo.

"Ihhh nggak mau," Ikara berusaha pergi tapi Leo dan Abel menahan bahunya. Willy di belakang mengambil kesempatan untuk makan.

"Pak!" Ikara mengangkat tangannya membuat Willy batal menyuap roti dan pura-pura melakukan pemanasan. Abel langsung menjauhkan tangannya dengan menunjuk langit seraya berkomat-kamit. Leo mendengus heran.

"Apa Ikara?"

"Hitungannya sekali lagi boleh??" tanya Ikara membuat mereka bertiga menoleh padanya.

"YAHHH ANJIRRR,"

"CAPEKKK WOI,"

"Oke satu kali lagi ayo hitung!"

"PAK PANAS PAK!"

Ikara menoleh pada Willy, mengambil rotinya dan memasukkan secara paksa ke mulut cowok itu. "Gini dong dari tadi,"

Abel spontan tertawa sambil menepuk bahu Willy. "Makasih sahabat, kasian anak gue dari pagi belum sarapan."

"Makasih." ucap Willy dengan mulut penuh. Leo menepuk punggungnya dengan keras. "Aaaa sakit, Le."

"Le, jangan gitu lah anjir," omel Abel. Leo masih dengan jahil menepuk punggung Willy yang sedang mengunyah.

"Pindah sini aja pindah," Abel menarik tangan Willy.

"Biar nggak batuk," Leo tertawa kecil, menunjukkan lesung pipitnya membuat Ikara yang menghadap depan tersenyum kecil.

"Ya tambah batuk lahhh tolol,"

"Bego nggak pernah belajar," Leo menoyor kepala Abel. "Kebanyakan minum nutrisari."

"Namanya aja nutrisari, nutrisi, berarti sehat," balas Abel. "Lo yang bego."

"Nggak ada nutrisi seribuan," ledek Leo. Soalnya Abel kalo udah beli minuman di kantin, lidahnya sampai berubah warna.

"Susah ngomong sama orang terlalu cerdas," Abel menggeleng. Ia kemudian menepuk bahu Ikara membuat cewek itu menoleh. "Lo tim nutrisari apa marimas?"

"Apa itu?" tanya Ikara membuat Abel dan Willy tertawa.

"Nggak tau minuman itu???" tanya Abel heran.

"Minuman Abel," balas Willy. "Abis minum tenggorokannya kering."

"Tapi enak ege seger banget," balas Abel tak terima minuman kesukaannya diroasting. "Ra, lo minumnya starbuck ya jadi nggak tau?"

"Nggak juga sih," balas Ikara. "Oh itu minuman?"

"Enggak, lemper," jawab Abel membuat Ikara tersenyum sambil ber oh ria.

"Ikara!"

Ikara segera menoleh saat Pak Hadi memanggil. "Iya, Pak??"

"Tolong ambilin buku absen di ruang guru ya, terus yang cowok temenin Ikara ambil bola di deket meja saya."

"SAYA PAKKK!"

"SAYA AJA PAK SAYA KETUANYA!"

"MANA ADA ANJIR CURANG LU!"

"Leo," Pak Hadi langsung menunjuk murid andalannya membuat mereka berseru kecewa.

"Yang lain aja, Pak." jawab Leo.

"Yaudah saya sama Leo aja Pak biar serasi!"

"Nahhh Pak saya aja Pak!"

"Kok disuruh gitu?" tanya Pak Hadi. "Ayo Leo."

"Ayo Leo," Abel mendorong bahunya.

"Ayo Leo," Willy ikut-ikutan.

Leo menghela napas berat, mau tak mau melangkah keluar dari barisan diikuti Ikara di belakangnya. Cowok itu mengacak-acak rambutnya dengan mata menyipit karena terkena paparan sinar matahari.

"Hari ini temanya lari ya, saya mau kasih tambahan banyak nilai nanti. Eh kalian berdua,"

Ikara dan Leo berbalik badan.

"Kalian juga penilaian, yang sampe lapangan duluan nilah olahraganya otomatis A. Rutenya dari lapangan, langsung ke koridor utama, kalo salah gagal."

Sampai guru olahraga tau mereka rival sengit.

Leo yang tadinya tidak semangat langsung berubah ekspresi. Dia menahan tangan Ikara yang udah mau kabur aja. "Sabar nggak usah curang," ucapnya membuat mereka tertawa.

Ikara seketika mengumpat dalam hati.

"Ayo itung anak-anak!"

"Satu!"

Leo maupun Ikara berancang-ancang untuk lari.

"Dua!"

Mereka berdua saling melirik.

"TIGA!"

Leo dan Ikara berlari dengan cepat memembuat seisi lapangan heboh menyoraki mereka. Keduanya sama-sama berlari cepat walau Leo lebih unggul beberapa sentimeter.

Keduanya berlari masuk ke koridor utama dan berlari lagi membuat siswa yang lewat sampai menonton. Jarang-jarang melihat Leo bersama cewek selain adiknya.

Mereka sampai di ruang guru bersamaan dan masuk ke dalam sampai guru terheran-heran. Ikara menggeleng panik karena tidak menemukan buku absen sementara Leo sudah mendapatkan bolanya.

"Ihh mana bukunya nggak ada!" teriak Ikara.


Seisi ruang guru langsung hening menatap cewek itu.


Leo yang sudah sampai di ambang pintu mendengus heran, menghampiri cewek itu dan mengambilkan buku absen di atas meja kecil. "Gitu aja nggak—"

"Gue tau ada di situ," Ikara menerima bukunya dan berlari mendahului Leo membuat cowok itu mengumpat.

"Curang lo anjir," Leo berlari mengejar Ikara.

Mereka berdua kembali berlari di koridor utama, kali ini Ikara yang lebih unggul. Keduanya masuk ke lapangan, seluruh murid langsung berdiri menyoraki dan merekam keduanya.

"LEOOO SAYANG SEMANGATTT!!!"

"LE AKU DUKUNG KAMU DARI KEJAUHAN SAYANG!"

"KALO IKARA MENANG BESOK KITA NGEDATE!"

"NAJESSS ANJERRR!"




Fai yang duduk sendirian hanya memandang mereka tanpa ekspresi.

Ikara berdecak panik karena langkah Leo sejajar dengannya, sekarang dadanya juga sesak karena tadi tidak pemanasan dengan benar.

Leo menoleh padanya dengan tatapan sombong, tak sadar di depannya ada bola yang terlempar membuat Ikara refleks mengulurkan tangannya untuk menarik tangan Leo. "Awas!" teriaknya membuat kaki Leo tersandung dan terjatuh di hadapan Ikara.

"WOIII AWASSSS!"

"BOLA SIAPA SIH ANJIR!"

"YAHHHHH JATOHHHH!"




Lalu Leo terjatuh di pelukan Ikara.





Itu yang dia bayangkan beberapa detik lalu, sebelum sadar bahwa Leo manusia menyebalkan.





Ikara mau nolong gitu? Enggak lah.






Jadi Ikara membiarkan bola itu bergerak menuju kepala Leo, membuatnya mengulas senyum puas, tapi perlahan senyumnya memudar karena Leo lebih dulu menoleh dan menghindar ke arah Ikara. Jadi karena tidak seimbang Leo mencekal kedua lengan Ikara dan jatuh bersama.

"WOIII AWASSSS!"

"BOLA SIAPA SIH ANJIR!"

"YAHHHHH JATOHHHH!"


Ikara memejamkan matanya erat-erat, sudah bisa menerima kenyataan bahwa mungkin saja belakang kepalanya terbentur atau ada bagian tubuhnya yang patah karena jatuhnya keras dan Leo ada di atasnya. Mustahil juga cowok itu akan menolongnya, pasti lebih mengutamakan keselamatan diri.

Tapi kok nggak ada yang sakit?

Ikara perlahan membuka matanya, langsung bertemu tatap dengan Leo yang masih berada di atasnya sambil meringis. Jantungnya berdetak kencang karena posisi mereka terlalu dekat.

Lalu ia sadar tangan Leo sudah berada di bawah telapaknya, jadi kepala Ikara tidak terbentur lapangan. Tapi beneran?

"Sakit?" tanya Ikara pelan.

"Pertanyaan pinter,"

Leo malah membungkuk dan menjatuhkan kepalanya di leher Ikara membuat cewek itu merasakan desiran luar biasa dengan kedua mata melebar, kakinya seketika melemas dan bulu kuduknya meremang, tapi ternyata Leo hanya ingin berpindah poisisi di sampingnya.

"Pala lo awas ege tangan gue sakit,"

Ya, kembali ke setelan pabrik.

Ikara langsung bangun, menatap Leo yang masih berbaring dengan napas tidak teratur. Lalu melirik punggung tangan Leo yang berdarah. "Tangan lo luka,"

Leo langsung mengangkat tangannya, baru sadar ada darah di sana. Ia menatap Ikara yang tampak terkejut. "Biasa aja muka lo,"

"Woi nggak papa lo anjir???" Abel dan Willy lebih dulu mendatangi mereka sebelum Ikara insiatif untuk menolong.


Ia mendongak saat Fai datang mengulurkan tangan membantu Ikara berdiri, tapi matanya masih menatap ke arah Leo yang berjalan pergi bersama kedua temannya.




💞💞💞💞💞💞💞



"Halo Leo," Kepala sekolah beberapa menit lalu memanggil namanya untuk datang ke kantor. "Silahkan duduk."

Leo yang sedang mendengarkan materi guru terpaksa keluar dari kelas, dan berusaha bersikap baik karena kepala sekolah di hadapannya saat ini adalah suami dari tante Nayya, sahabat dekat mamahnya. Dan waktu Leo tidak datang ke acara lamaran putranya.

"Saya bukan Om Jaja yang biasa dateng ke rumah kamu, panggil Pak Ryan sebagai kepala sekolah. Oke?"

Leo memain-mainkan layar hpnya sambil mengangguk. "Iya, Pak."

"Leo..." Kepala sekolah membuka buku rapornya. "Saya termasuk kepala sekolah yang perhatian sama perkembangan murid, dan kamu sangat mencolok di Alega Highschool."

"Tapi sayang Bapak sering denger laporan kamu berulah, Le. Mulai dari berantem sama senior, cabut kelas, ngerokok di sekolah, dan masih banyak lagi."

Leo diam sesaat, lalu menunduk. "Saya bakal didrop out kah?"

"Sekolah masih butuh kamu sayangnya," Om Jaja terkekeh. "Crishtian Leo, kamu ini salah satu murid yang berbakat, kita selalu berterimakasih karena kamu sering menyumbangkan banyak medali. Tapi balik lagi ke awal, apa perlu kamu ngelakuiin ini semua?"

Leo diam.

"Bapak seneng banget kamu punya impian besar di dunia sepak bola, dan ranking 2 berturut-turut bikin kami bangga. Tapi sekolah tetep punya aturan yang harus kamu taati sebagai murid. Paham Leo?"

"Paham, Pak."

"Mamah kamu selalu nanyaiin gimana anaknya di sekolah, Om selalu jawab kamu sangat berprestasi. Jadi tolong buktiin ucapan saya bener. Kita semua punya harapan besar untuk kamu Le, tapi keberhasilan itu tergantung sama upaya kamu."

"Pihak sekolah masih bisa urus soal point kamu, karena kami selalu berusaha mempertahankan ranking murid berprestasi, kecuali kalau ada yang bisa melampaui kamu di bidang akademik."

"Saya dapet point nggak papa," ucap Leo. "Kalo nggak ada yang ngajak berantem lagi nanti karena Leo dianggep anak emas."

Om Jaja terkekeh geli. "Karena kamu memang emas, makanya orang selalu cari celah buat mudarin warna kamu."

"Bapak ada saran kamu ikut masuk asrama bulan depan, ada les tambahan yang bisa perbaiki point kamu."

Leo langsung menolak dalam hati tawaran tersebut. AHS memang memiliki asrama khusus murid dan biasanya ada les khusus yang dibuat oleh para guru.

"Yaudah cukup segitu aja, kamu boleh keluar."

Leo langsung berdiri karena tidak sabar keluar sejak tadi. "Makasih, Om," katanya. Kemudian berdeham sejenak. "Pak."

Om Jaja mendengus geli. "Kirim salam sama mamah papahmu, sering-sering main."

Leo mengangguk dan ijin pamit keluar. Ia membuka pintu kaca panjang yang menjulang tinggi, karena tabirnya terbuka dia bisa melihat siapa yang hendak masuk.

Ikara yang kebetulan berdiri di luar langsung bergeser saat Leo hendak keluar. Mereka berdua saling melempar tatapan, tapi Leo memutus duluan dan pergi dari sana.

Ikara menoleh menatap punggung cowok itu, lalu mendorong pintu dan masuk ke dalam. "Permisi, Pak."

"Ikara Pearce, masuk."

Ikara menarik kursi dan duduk di hadapan kepala sekolah. Sempat bertanya-tanya apa yang Leo lakukan di sini sebelum dia datang.

"Saya tertarik buat daftarin kamu ke olimpiade sejarah, buat perwakilan kelas 12."

"Kelas 12, Pak?" tanya Ikara. "Tapi saya kelas 11."

"Jadi mau atau enggak?" Pak Ryan tersenyum sambil menaikan alisnya. "Pak Abri lapor ke saya kalo kamu ngejar-ngejar olim dari kemarin."

"Bener, Pak."

"Papah kamu yang minta?"

Ikara sempat diam membuat Pak Ryan tertawa. "Kamu atau orang tua kamu nggak perlu khawatir, kamu dua langkah lebih jauh."

Ikara menunduk sambil menautkan kedua tangannya. "Saya tetep ada penurunan, Pak."

"Nilai kamu yang turun di mata pelajaran Biologi masih bisa diperbaikin, itu bukan jadi pengaruh besar."

"Baik Pak makasih," Ikara mengangguk sopan.

"Saya baca laporan kamu juga nggak ada point sama sekali, jadi kamu masih unggul. Tinggal dimaksimalkan lagi kedepannya,"

Ikara mengangguk paham, sesaat kemudian ia menautkan alisnya. "Maaf?"

"Kenapa Ikara?"




"Bapak bilang... saya nggak ada point sama sekali?"



"Ya Betul," Pak Ryan memeriksa ulang data milik Ikara di kertas. "Bagus ini, usahaiin konsisten sampai lulus."

Ikara masih diam tertegun di kursi duduknya. Padahal terakhir kali point itu ada di web sekolah, dan Ikara tidak membukanya lagi sejak Leo menipunya minggu lalu.



Sebentar....





Berarti waktu itu Leo sudah menghapus pointnya?






Bersambung....

le kamu kutimpuk loh le...

maw liat konten soal MF, cek highlight ku aj yaaa



ketemu kapan tsay?

Continue Reading

You'll Also Like

10.6M 675K 43
Otw terbit di Penerbit LovRinz, silahkan ditunggu. Part sudah tidak lengkap. ~Don't copy my story if you have brain~ CERITA INI HANYA FIKSI! JANGAN D...
3.4M 173K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
7M 295K 59
On Going Argala yang di jebak oleh musuhnya. Di sebuah bar ia di datangi oleh seorang pelayan yang membawakan sebuah minuman, di keadaan yang tak s...
Love Hate By C I C I

Teen Fiction

3.3M 224K 38
"Saya nggak suka disentuh, tapi kalau kamu orangnya, silahkan sentuh saya sepuasnya, Naraca." Roman. *** Ada satu rumor yang tersebar, kalau siapapu...