do u get dejavu?
30.
Gaffin : kalian berantem ya?
Ikara : berlina cerita apa?
Gaffin : dia ngamuk" tadi
Ikara : gue marahin dia
Ikara : dia nyerang adeknya leo sm temen"nya
Gaffin : anjir
Gaffin : masih aja gaul sama anak dance
Ikara : kiraiin lo kesel juga ke gue
Gaffin : beban lo udah banyak
Gaffin : ga tega gue wkwk
Gaffin : maren sama fai sekarang berlina
Ikara : gue ga bermaksud bikin kita renggang gaf sorry
Gaffin : gaaa
Gaffin : gue kenal mereka juga kenal elo
Gaffin : mereka sumber masalahnya
Gaffin : gue yg harusnya sorry lo jadi serba salah
Ikara : gue harus gimana ya gaf...
Gaffin : gue udah gabisa nanganin mrk
Gaffin : kita jg akhir" ini jarang ketemu semenjak dia ngataiin cewek gue
Ikara : oh ya?
Gaffin : berlina kesel karena gue lebih sering sama anaya
Gaffin : gue niatnya mau minta tolong lo nasehatin dia eh kalian berantem juga
Ikara : minta tolong fai aja
Gaffin : ogah
Gaffin : males gue sama dia
Ikara : ini kenapa lagi
Gaffin : dia ikut balapan sama naren anj bebal bgt
Ikara : lo gausa ikut" gitu
Gaffin : motor gue dipake buat balapan anj
Gaffin : mamah marah"
Ikara : hahahah
Gaffin : dari dulu cuma lo yg bisa nasehatin mereka
Ikara : gamau lagi sorry
Gaffin : kita teman tersabar ra :)
Gaffin : jujur gue lega lo gaul sama temen baru
Ikara : jujur gue temenan sama siapa aja
Ikara : ada org dateng ya gue terima
Gaffin : lo fokus sm pelajaran aja bentar lg ujian
Ikara : ok
Gaffin : sebenernya dr dulu pengen beli dessert leo tp gengsi ngomong
Ikara : HAHAHAH
Gaffin : kok gue dulu nurut" aja ya fai ngelarang beli
Ikara : yauda skrg beli
Gaffin : sampeiin kek
Ikara : bilang sendiri lah
Gaffin : ke siapa anjir gaada yg kenal
Ikara : dateng ke outletnya lgsg aja
Gaffin : besok temenin ya?
Ikara : oke
Ikara melirik jam dindingnya yang menunjukkan pukul 12 malam. Ia kemudian menghela napas berat, beranjak dari kursi dan melangkah menuju kasurnya.
"Le," Ikara menusuk pelan bahu Leo. "Bangun."
Ikara membasahi bibirnya, bingung. Sumpah, tapi siapapun yang akan ada di posisi seperti Ikara nggak bakal tega bangunin orang lagi tidur. Karena dia sendiri kalo dibangunin bakal susah tidur lagi.
"Leo,"
Leo menggeliat kecil, cowok itu perlahan membuka matanya. Diam sebentar untuk mengumpulkan nyawa, sebelum bangun sambil mengusap wajahnya.
"Tamunya belum pulang kah?"
Leo menggelengkan kepala.
"Mau nginep nggak papa tapi tidur di bawah," ucap Ikara.
Leo beranjak dari kasur. "Gue pulang," katanya sambil membuka jendela membuat Ikara diam tidak mencegah.
Cewek itu merapikan kembali kamarnya, lalu diam menunggu sebentar untuk memastikan. Ia pun beranjak dan keluar menuju balkon, sssuai dugaan melihat Leo berbaring di balkon kamarnya sendiri.
"Leo," panggilnya. "Malah tidur di situ."
Ikara jadi ngerasa bersalah gini, kesannya ngusir orang. Ya walaupun itu kamarnya sendiri dan dia punya hak. Kayaknya tamu Leo belum pulang makanya dia nggak bisa masuk ke dalam.
"Leo," panggilnya lagi.
Leo membuka matanya. "Apa?"
"Jangan tidur di luar,"
"Terus?"
"Kan gue bilang nggak papa tidur di lantai, dari pada masuk angin sama banyak nyamuk."
"Nggak mau," Leo berbalik memunggungi Ikara.
"Jangan susah deh, kalo sakit lo ngrepotin orang."
Ikara menghela napas berat. "Leo," panggilnya.
Karena tak ada sahutan Ikara menjadi pasrah. Ia kemuian berbalik dan membuka jendela kamarnya, namun menoleh kaget saat Leo tiba-tiba nyelonong masuk membuat Ikara mendengus heran.
"Aneh,"
"Minta bantal,"
"Sabar," Ikara membuka lemari untuk mengeluarkan selimut. Lalu meletakkannya di lantai bersama dengan satu bantal. "Cuma ada ini."
Leo tak banyak memprotes, ia menggelar selimutnya dan berbaring di sana dengan posisi terlentang. Ikara pun naik ke kasur sambil menarik selimutnya.
Suasana hening.
Keduanya belum ada yang tertidur.
Ikara menoleh, memastikan apakah Leo masih terjaga. "Jujur gue nggak suka bersaing sama lo soal ranking," gumam Ikara.
"Takut kalah saing?" Leo merespon.
Ikara mendengus. "Enggak. Gue jadi makin tertekan karena Papah selalu ngawasin perkembangan lo."
Leo mendengus. "Udah gue duga,"
"Kalo lo ada kemajuan Papah bakal minta gue buat lebih kerja keras," ucap Ikara. "Gue nggak boleh kalah dari lo, sedikitpun."
"Kenapa Papah lo sampe segitunya?"
Ikara diam sebentar. "Mamah bilang Papah dulu selalu ada di ranking bawah, jadi dia nggak mau anaknya ngalamin hal yang sama. Walaupun udah sesukses sekarang, tapi pencapaian Papah bukan 100 persen hasil kerja keras dia sendiri."
"Percaya?"
"Soal?"
"Bokap lo nggak mau anaknya ngalamin hal yang sama,"
Ikara diam.
"Ada di posisi lo itu udah hebat, orang tua manapun bakal bangga harusnya. Tapi kalo udah usaha sejauh ini masih kurang di mata bokap lo, harus ada yang dipertanyaiin."
"Kenapa?"
"Dia ngelampiasin masa lalunya ke elo karena nggak bisa sehebat lo sekarang. Mungkin dulu nggak ada yang pernah ngucapin rasa bangga ke Bokap lo."
Ikara diam. Padahal dia memutuskan tidak bercerita banyak soal papah, tapi Leo berhasil mengungkapkan sendiri.
Karena mamah juga mengatakan hal yang sama padanya. Bahwa sekeras apapun Ikara berusaha, papah tidak akan pernah ingin puas.
"Jangan bahas ini lagi."
Leo melirik. "Lo yang mulai."
Suasana hening lagi.
"Leo," Ikara memanggil.
Ia selalu ingin menanyakan ini, tapi tidak punya keberanian.
"Persahabatan kita dulu berarti nggak buat lo?"
Leo tidak menjawab.
"4 tahun lalu gue nggak pernah ngebayangin kita bakal musuhan kayak gini. Dulu kita masih main bareng tiap pulang sekolah, bahkan kita nggak bisa kepisah sebentar aja."
Leo memiringkan badannya untuk membelakangi Ikara. "Gue udah lupa."
"Semuanya, Le?"
Hening cukup lama.
"Semuanya." jawab Leo membuat perasaan Ikara tersentil.
"Bohong."
"Kita udah dewasa bukan anak kecil lagi, people come and go."
"Tapi nggak ada yang dateng ke gue, semua orang pergi." Ikara terkekeh miris. Dan kepergian Leo yang paling menyakitkan.
"Kenapa 4 tahun lalu lo mutusin persahabatan kita?" Ikara memberanikan bertanya karena sejak dulu tidak ada kesempatan. "Kenapa lo jadi berubah drastis?"
"Gue nggak mau jawab."
"Tapi gue ada hak buat tau."
"Nggak semuanya tentang elo," ucap Leo. Kalimat kali ini benar-benar menusuk hati Ikara padahal dia pernah menjadi korban tanpa kejelasan.
"Misal bukan tentang gue harusnya lo dulu ngejelasin kan? Bukan tiba-tiba pergi?"
"Udah gue bilang," Leo berdecak. "Dulu kita masih kecil, semua cuma masa lalu."
Ikara menghela napas berat. Tidak mengatakan apapun lagi. Percuma juga, yang ditanyaiin nggak mau ngasih tau.
Ikara cuma pengen penjelasan kenapa 4 tahun lalu Leo pergi begitu saja dan memutuskan persahabatan mereka tanpa alasan yang jelas. Karena jujur Ikara nggak terima kalo akhirnya mereka jadi musuhan kayak gini. Dia nggak merasa melakukan kesalahan di masa lalu sampai dibenci segitunya.
Walaupun mereka akhir-akhir ini lebih akur, tapi Ikara merasa kurang. Andai masih bersahabat, mungkin selama ini dia tidak akan kesulitan menghadapi proses menjadi orang dewasa yang mendapat tuntutan besar dari orang tua.
"Lo lagi suka sama seseorang?"
Ikara memilih menyakiti dirinya lagi.
Rasa cemburu itu masih ada. Tiap ia melihat Leo dengan sosok bernama Audra. Tiap ia mendengar rumor bahwa mereka dekat. Melihat namanya muncul di notifikasi hp Leo juga membuat hatinya tidak senang.
Karena sejak dulu Ikara ingin berada di posisi itu. Menjadi alasan Leo peduli, menjadi alasan Leo tertawa.
"Iya." jawaban Leo membuat jantung Ikara mencelos.
"Gue kenal orangnya?"
"Enggak."
Ikara tidak bertanya lagi malam itu. Ia berbalik badan sambil memeluk gulingnya. Berusaha menahan tangis semalaman.
💞💞💞💞💞
"Dulu kalian sahabat deket????"
"Ssstttt," Ikara melihat sekitar kantin dengan panik. Ia kemudian menunduk dan menyedot es jeruknya sambil mengangguk.
"Wait, kok gue lupa, ya?" gumam Ela. "Temen Leo dulu banyak gue bingung."
"Kita emang mainnya diem-diem,"
"Kenapa?"
"Papah gue nggak suka kita main bareng," jawab Ikara.
"Dulu sahabatan kenapa sekarang jadi kayak orang nggak kenal deh?" tanya Ela heran. Mereka berdua kalau ketemu udah kayak orang asing, malah sering berantem.
"Nggak tau,"
"Kok nggak tau?"
"Ya gue sampe sekarang juga nggak tau," jawab Ikara. "Lo nggak bakal nanya-nanya Leo soal gue kan? Jangan loh,"
Ela cengengesan. "Tadinya pengen,"
"Ihhh,"
"Serius gue penasaran banget sama kalian berdua, kayak plot twist gitu ternyata lo suka sama Leo dan dulu kalian sahabatan. Ini gue ketinggalan banyak banget,"
Ikara mendengus. "Nggak tau masih suka apa enggak,"
"Gue lebih heran kok bisa lo betah suka sama tuh orang,"
Ikara membasahi bibirnya, agak ragu bertanya. "Dia masih suka sama Kak Elia nggak?"
"Lo juga tau??"
Ikara mengangkat bahunya.
"Nggak tau, mereka tuh udah jarang ketemu lagi semenjak Kak Elia pindah. Leo tuh susah ditebak Ra, anaknya minim curhat."
"Emang,"
"Gue nih yang adeknya aja harus maksa dia cerita baru mau ngomong, lebih mau curhat sama Abel Willy."
"Mungkin karena sesama cowok,"
"Iya sih..." Ela mengangguk. "Tapi gue restuiin kalian berdua serius." katanya dengan senyum lebar.
"Apasih," Ikara tertawa. "Udah nggak ada harapan."
"Loh kenapa coba?? Gue kalo jadi Leo ditaksir sama lo nggak pake mikir dua kali,"
"Nggak," Ikara menggeleng dengan sangat yakin.
"Itu Leo bukan?"
Ikara langsung menoleh sambil mencari seseorang di kerumunan kantin. Garis wajahnya langsung berubah melihat Leo sedang berjalan dengan Audra membuat Ikara kembali menghadap depan.
"Jangan diliatin, La."
"Mereka ada hubungan apa sih berdua mulu?"
"Lo lagi suka sama seseorang?"
"Iya." jawaban Leo membuat jantung Ikara mencelos.
"Gue kenal orangnya?"
"Enggak."
Ikara mengaduk-aduk minumannya. Lalu menghela napas berat. "Leo mungkin suka sama Audra."
"Hah????"
💞💞💞💞💞💞💞💞
Bel pulang berbunyi. Semua murid berhamburan keluar dari kelas. Ada yang langsung bersiap-siap ekstrakulikuler, ada yang ngacir ke kantin dulu, ada yang tinggal karena piket.
Leo menyampirkan tasnya di bahu sambil melangkah menuju parkiran. Menoleh melihat sosok Audra masih mengikutinya di belakang sambil memandangi wajahnya di cermin.
"Serius nggak mau sharing rokok ke gue lagi?"
Leo menoleh sekilas. "Gue udah nggak butuh info lo,"
Audra mendengus. "Kalian akur sekarang?"
"Nggak,"
"Gue denger lo berantem waktu turnamen futsal sama si Fai. Yakin nggak butuh info tentang dia lagi?"
Leo meraih helm dan memakainya. Menoleh ke arah post memeriksa apakah Pak Somadi ada di sana karena tadi saat di kantin Bu Atun memberinya pesan untuk disampaikan.
"Gue butuh rokok," Audra masih berusaha mengajaknya bicara.
"Cari sendiri,"
"Lo tau gue nggak bisa."
"Derita lo."
Audra memutar bola matanya malas. "Rokok lo kemarin nggak enak,"
"Ikara!"
Leo melirik ke kanan mendengar nama tadi disebut. Melihat sosok Ikara sedang berjalan sendirian menuju luar, lalu ada Ali cowok nggak jelas yang mengejarnya di belakang. Mereka berdua tampak mengobrol saat berjalan. Ikara sempat melihat ke arahnya namun memutuskan pandangan duluan.
"Lah? Itu langganan club," celetuk Audra.
Leo melirik. "Siapa?"
"Ali, yang lagi jalan sama cewek," Audra menunjuknya sambil terkekeh. "Malem ngincer tante-tante, siangnya anak sekolahan."
"Pernah ketemu?"
"Tiap malem, gue pernah ditawarin fwb."
"Lo terima?"
"Gue nggak suka cowok nakal."
Leo langsung mendengus. "Jodoh cerminan diri."
"Sok tau,"
"Cowok baik nggak minat sama lo."
"Lo? Nyari cewek baik apa nakal?"
Leo diam.
"Ngaca, lo juga nggak pantes dapet cewek baik," jawab Audra. "At the and semua cewek maunya cowok baik."
"Leo,"
Leo menoleh, mendapat Willy dan Abel datang. Abel langsung berkomat-kamit sambil menunjuk Audra karena penasaran mereka abis ngapaiin.
"Nggak jadi badminton?" tanya Leo.
Willy menoleh kepada Audra. "Nggak jadi,"
"Kita mau ngebakso depan sana," ucap Abel. "Kalian mau kemana? Ngedate? Cielah Leo," Abel menaik turunkan alisnya jahil. Leo cuma mengernyit heran.
"Lo punya rokok?" Audra ganti bertanya pada Abel dan Willy.
"Buset kaget," celetuk Abel.
"Nggak usah minta mereka," decak Leo. "Cabut lo."
"Kenapa? Gue bisa ngasih penawaran baik," jawab Audra cuek.
"Ayo mau ngebakso di mana?" tanya Leo sambil naik ke atas motor.
Abel langsung ikut naik. "Gue nebeng sama lo, Willy kalo bawa motor kayak keong sakit pantat gue."
"Ayo, Will."
"Kalian duluan," Willy menunduk meraih tangan Audra dan membawanya pergi dari sana membuat Leo dan Abel saling melirik.
"Ini ada apa anjing?" gumam Abel. "Sejak kapan mereka kenal?"
"Dia ngincer orang yang bisa ngasih rokok,"
"Lah Willy kaga ngerokok,"
"Nggak tau."
"Ini jadi makan bakso nggak anjir??"
"Turun,"
"Ha?"
"Gue mau pulang."
"Dihhh katanya mau ngebakso," Abel memukul bahu Leo kesal. "Punya temen pada nggak jelas semua dah mending ngajakin Ela."
"Yaudah sana,"
"Leee ah elahhhh tai dah, Ela ujung-ujungnya minta belok ke warung topokki."
Leo memundurkan motornya setelah Abel turun, langsung pergi dari sana membuat Abel berteriak tak terima.
"TEGA LO SEMUA TEMEN SIALAN!"
Leo mengendarai motornya keluar dari sekolah. Mamah menyuruh Leo untuk menjemput dari rumah Tante Nayya karena papah sedang di luar kota. Sore nanti dia balik lagi ke sekolah setelah Ela pulang dari ekstrakulikuler.
Motor Leo berhenti tepat di lampu merah. Cowok itu menunduk untuk menghindari cahaya matahari yang menyorot wajahnya menembus kaca helm.
Melirik sekilas motor yang muncul di sampingnya.
"Ra, lo mau mampir beli es dulu?"
Kini Leo menoleh sempurna. Terus menatap Ikara yang sedang membenarkan kaitan helmya, lalu melirik Ali yang menyetir di depan.
"Pulang langsung aja, Kak."
"Nggak haus? Panas banget padahal,"
"Nggak kok," Ikara menoleh ke samping saat merasa diperhatikan. Langsung tersentak melihat sosok Leo di sampingnya, lalu melirik jok belakangnya yang kosong.
Kiraiin mau pulang bareng doinya.
"Tapi boleh Kak mampir beli es,"
"Nah gitu dong, lo beda tau dari cewek lain nggak bilang terserah pas ditanyaiin."
Leo langsung mendengus membuat Ikara melirik dengan tatapan bertanya.
"Sorry ya Ra lo jadi kenapasan gini, tau gitu tadi bawa jaket biar kulit lo nggak kebakar."
"It's okay, Kak."
"Gue nggak bisa Ra liat cewek nggak nyaman,"
"Gue nyaman-nyaman aja."
Ali menoleh. "Yang bener?" tanyanya sambil menarik ujung rambut Ikara membuat cewek itu mengerjap.
Garis wajah Leo sempat menurun melihat cara Ali bertingkah. Entah sudah berapa cewek yang ia lontari kata-kata manis. Nggak jelas. Alay. Ikara juga mau-mau aja. Sama-sama nggak jelas.
Lampu berubah menjadi hijau. Leo langsung menancap gas dan melaju cepat membuat Ali nyaris oleng karena terkejut. "Anjir bawa motor nggak bener." decaknya.
"Lo nggak papa kan, Ra?"
"Nggak papa, Kak."
💞💞💞💞💞💞
Abel : peri ikara yg terhormat
Abel : besok ada tugas??
Ikara : gaadaaa
Abel : YES
Ikara : seneng hah
Abel : oh yaiya
Abel : ra
Ikara : apalagi
Abel : lo ga papa kan?
Ikara : kenapa?
Abel : lo gatau?
Abel : chat kalian dimasukin story mulu sama ali
Abel : semua orang tau ali ngasih lo kebab buatan bokapnya wkwkkwkw ngakak
Ikara : gue syok bentar
Abel : WKWKWKWKKWKW
Abel : dia menceritakan dirimu dimana mana
Ikara : kok gue gatau ya?
Abel : makanya gue nanya lo gapapa?
Abel : yg sabar yh tahun ini mmg banyak cobaan
Ikara : gue gatau cara biar dia ga ngejar trs gimana
Abel : pasti anaknya maksa
Ikara : iya :(
Abel : lo jangan gaenakan jd terpaksa ngiyaiin
Ikara : susah
Abel : besok dia ngajak nikah jgn lo terima karena gaenak sis
Ikara : iya ya
Abel : kalian balik bareng aja udah rame di grub angkatan
Ikara : yang tadi?
Ikara : serius?
Abel : lo gamau balik bareng dia kan :)
Ikara : dia minta di depan banyak org
Ikara : kasian kalo gue tolak
Abel : ya lo mau gituiin semua cowok? gamau bilang enggak aja
Abel : paling nangis sehari
Ikara : bel :)
Abel : bilang aja lo ada cowok beres
Ikara : makin ribet
Abel : pantes ada cewek yg gue deketin hari pertama mau besoknya ngilang
Abel : berarti dia gaenak mau nolak
Ikara : sabar yh
Abel : yh
Abel : lo open jasa curhat gx
Ikara : jangan bilang soal kakaknya doi lo lagi
Bersambung....
swipe aja double