Arga ; Pusaran Sesal (Tamat)...

By RefiaAndriana

2.8K 239 275

Hanya kisah kakak beradik Arga pulang ke rumah setelah sepuluh tahun pergi. Tak ada sambutan atau tegur sapa... More

prolog
2. Kakak?
3. Menyusahkan
4. Egois
5. kemarahan
6. satu langkah maju
7. satu tanya
8. secuil kekecewaan
9. rumor yang baru didengar
10. terus mencoba memperbaiki
11. lembaran masa lalu
12. menggulung jarak
13. segenggam kebersamaan
14. mengambil hati
15. perbincangan hangat
16. kembali ke tim
17. beban
18. kotakmu harus sama denganku
19.melawan
20. di mana dirimu?
21. maaf
22. Terurai
23. Berakhir
24. bayang-bayang
25. Ulang tahun dan permintaan
26. kemenangan semu
27. kenyataan yang disembunyikan
28. berperang dengan waktu
29. Mengabulkan permintaan
30. Masih ingin bersama
31. Terima kasih, Kak
32. menemanimu
33. Aku menyayangimu
epilog.

1.Pulang

164 10 6
By RefiaAndriana

Taksi berwarna biru berhenti di pinggir jalan perumahan Mutiara Gading, Sleman.

“Thank you.” Lelaki berusia 27 tahun segera tersadar dengan ucapannya dan meralat. “Terima kasih.” Dia menyodorkan uang pembayaran dan keluar dibantu sopir yang mengambil kopernya.

Begitu taksi menghilang dari pandangan, lelaki itu terpaku sesaat, melihat bangunan dua lantai yang berada di seberang jalan. Sejenak ragu meneruskan langkah menuju rumah bercat abu-abu juga putih. Berat seperti ada keengganan untuk melanjutkan walau kenyataan kakinya sudah menapak hingga depan gerbang.

Memantapkan diri akan tujuan awal. Dia pun memencet bel. Sekali. Dua kali. Tak ada tanggapan. Pandangan beralih pada jam di pergelangan tangan yang sudah menunjukkan pukul dua.

“Apa aku salah rumah?” Lelaki itu memastikan nomor rumah sudah seperti dugaannya. “Ke mana Simbok?”

Lelaki itu mencoba peruntungan dengan meraba dari lubang gerbang bercat hijau muda. Tak terkunci.

Tak lama, dia masuk dan mendapati pemandangan yang jauh dari bayangan. Rumput liar sudah menggantikan tanaman bunga yang mulai layu. Belum lagi daun-daun kering yang berserakan. Air mancur yang berada di pojok taman sudah tak lagi mengeluarkan air. Menyisakan kerak.

Semilir angin bergesekan dengan dedaunan pohon Mangga, memecah kesunyian bangunan dua lantai yang sekilas tak berpenghuni. Namun juga menciptakan kesan angker.

Dia berjalan seraya mengedarkan pandangan. Memperhatikan bangunan yang menarik ingatan. Jendela tertutup rapat oleh gorden berwarna beige.

Sampai di teras, lampu depan masih menyala. Tanpa pikir panjang, dia mencoba peruntungan kedua kali dengan memutar knop pintu. Tak terkunci seperti dugaannya.

Lelaki yang memakai kaca mata itu melenggang masuk disambut aroma yang bercampur aduk. Hampir saja dia muntah jika tidak segera membuka jendela yang berada di samping pintu.

Begitu mendengar suara, sesosok lelaki yang tertidur di sofa tak jauh dari pintu mendongak. Matanya sayu dengan kantong hitam. Dia menguap sebelum kembali ke posisi semula.

“Ah, mengganggu saja!” umpatnya kesal.

Arga Satya Pratama terkesiap. Bukan sebuah sambutan yang diterima tapi umpatan karena telah mengganggu tidur nyenyak. Dia masih terpaku di depan pintu ketika lelaki berseragam SMA mencoba berdiri tegak dengan baju dan rambut acak-acakan.

Berjalan mendekat dengan sempoyongan, Chandra Angkasa melengos tak memperdulikan keberadaan lelaki yang baru saja datang. Arga dianggap makhluk tak kasat mata yang mengganggu kenikmatan yang baru didapatkannya.

“Aksa?”

Aroma pengar menguar begitu lelaki yang dipanggil Aksa melewatinya. Tentu Arga tahu pertanda apakah itu. Mabuk. Dia mundur selangkah, menghalau aroma yang dibencinya.

“Siapa Aksa? Gue gak kenal. Keknya lo salah masuk rumah.”

Mendengar hal itu, Arga mengedarkan pandangan. Melihat beberapa bingkai foto yang terpajang di ruang tamu. Benar. Dia tak salah rumah. Masih ada foto ibu, adiknya juga dirinya. Apa mungkin sudah disewakan? Rasanya tak mungkin.

Bukannya naik ke lantai dua, lelaki bermata sipit itu berjalan sempoyongan menuju kamar mandi di dekat tangga, memuntahkan isi perut. Berkali-kali hingga aroma yang memualkan mulai menyapa indera penciuman Arga yang sontak ikut mual.

Masih dengan tubuh sempoyongan, Aksa berusaha naik ke lantai dua. Berulang kali dia berhenti di anak tangga karena tak mempunyai daya. Terkadang menertawakan hal yang tidak lucu sama sekali bagi Arga.

“Sepertinya rumah ini mulai berhantu.” Aksa berbicara sendiri sampai di lantai dua lalu tertawa seolah apa yang dikatakannya lucu. Saking tak kuatnya berdiri, dia merangkak menaiki tangga. Sesekali ekor mata melihat Arga yang terpaku di tempat semula.

“Siapa lagi yang mengunci pintu!” Aksa yang sudah berada di depan kamar berusaha memutar knop pintu. “Kampret!”  Tubuhnya melorot karena usahanya tak menuai hasil. Dia telah kehilangan daya, bahkan untuk membuka pintu tak sanggup. Hanya racauan yang terus terdengar sebelum kesadarannya hilang.

Sementara itu di lantai satu, Arga masih bergeming di tempat semula. Setelah menghela napas panjang, dia berjalan ke arah tangga. Meninggalkan koper begitu saja dan menuju kamarnya yang berada di sebelah Aksa. Saat tangan sudah berada di depan kamar, dia memutar kepala. Melihat adiknya yang tergeletak. Ingin mengabaikan, tubuh tak mau menuruti perintah. Dia pun memutar tubuh.

“Kenapa aku harus memperhatikannya?”

Kini Arga sudah berada di dekat Aksa, memindai wajah adiknya seraya memasukkan tangan ke saku celana. “Aku hampir tak mengenalimu baik wajah maupun perilakumu.” 

Dia tak berniat membangunkan dan memilih masuk ke kamar Aksa. Langkahnya tertahan sejenak ketika indra penciuman menangkap aroma yang campur aduk. Begitu mulai terbiasa, dia berjalan menuju jendela yang berada lurus dari pintu. Membuka gorden, membiarkan cahaya masuk ke ruangan yang gelap itu. Pandangan yang tadinya tertuju pada pemandangan di luar, seketika beralih pada bingkai foto di samping ranjang. Potret kenangan saat dia dan Aksa masih kecil.

Sudut bibir terangkat dan senyum yang tak bisa dijelaskan terlukis di wajah Arga. “Buat apa kamu memajang foto ini?”

Tak ingin larut dalam suasana nostalgia, dia meletakkan kembali foto dan melangkah keluar, membiarkan Aksa tetap di lantai. Tubuhnya menolak berlama-lama di kamar yang sudah seperti gudang. Dia yakin adiknya akan masuk sendiri ke kamar.

Arga tidak langsung beristirahat walau tubuhnya sudah kelelahan dengan perjalanan panjang kali ini. Dia mengedarkan pandangan, melihat kamar berukuran 5x5 yang masih sama seperti saat ditinggalkan. Berjalan menuju jendela untuk menyibak gorden. Pandangannya langsung tertumbuk pada kolam renang yang dipenuhi daun dari pohon ketapang.

“Apa tidak ada pemandangan yang sedikit tidak membuat sakit mata?”

Dia memutar tubuh. Saat melewati nakas, jemarinya sontak mengusap, memastikan tak berdebu seperti pikirannya.

“Berapa tahun kamar ini diabaikan?” Dia berusaha menghilangkan kotoran yang menempel di ujung jari. Rasanya risih dan menyebalkan. Bukannya bisa langsung beristirahat kini isi kepalanya hanya dipenuhi untuk membersihkan debu yang berada di jangkauan matanya.

“Sialan! Mentang-mentang aku tak di rumah, tak ada yang membersihkan kamar.”

Lelaki berkulit kuning langsat itu memutar ingatan, di mana terakhir kali menyimpan vakum cleaner. Segera saja dia mencari di lemari bawah. Barang yang diinginkan sudah berubah, tapi tak apa. Memastikan ruangannya bersih sebelum menghidupkan pendingin ruangan, adalah tujuannya.

“Apa yang kulakukan? Seharusnya aku tidak pulang!” Arga berkacak pinggang tak lama setelah menggulung lengan kemejanya, menyadari tak hanya nakas yang berdebu. Namun, seluruh ruangan.

Hampir setengah jam dia membersihkan dan menyadari barang-barangnya masih tertata di tempat terakhir dia meninggalkan rumah. Buku pelajaran, medali dan beberapa bacaan kesukaannya. Sejenak dia terus memandangi foto-foto zaman sekolah dan tanpa disadari senyum mengembang di wajahnya yang lelah.

Memutar tubuh, dia puas melihat kamarnya sudah seperti harapannya.

“Begini lebih baik.”

Lelaki berkemeja biru itu menyadari telah berkeringat lebih banyak dari sebelumnya. Hal itu membuatnya tak nyaman. Dia segera turun ke lantai satu, membongkar koper, mengambil kemejanya yang lain.

Saat hendak masuk ke kamar, ucapan Aksa membuat langkahnya tertahan.

“Kenapa tidak pulang? Apa lo gak sedih Ibu meninggal?”

Tubuh Arga seketika terpaku. Tangannya tertahan memutar knop pintu. Perlahan dia menoleh, melihat adiknya masih meringkuk. Hanya igauan. Abaikan saja. Dia pun memilih masuk.

Niat awalnya hanya berganti baju, justru sekalian membersihkan diri. Tentu saja dia mengambil keperluan mandi di kamar adiknya. Hanya sementara sampai dia membelinya sendiri. Selesai mandi, lelaki yang sekarang jauh lebih segar langsung menghempaskan tubuh di ranjang. Memperhatikan langit-langit kamar.

Samar-samar pertanyaan Aksa menggema dalam benak. Namun, dia mati-matian mengalihkan pikiran yang berkecamuk dengan memejamkan mata. Yang ada kesadarannya tiba-tiba ditarik ke alam mimpi. Ya, dia tertidur.

Arga bangun dengan ogah-ogahan ketika hari menjelang sore. Badannya masih tersisa pegal yang tak kunjung menghilang, tapi cacing di perut sudah meminta jatah. Mau tak mau dia beranjak keluar kamar.

Melewati kamar Aksa, dia melihat adiknya sudah bergelung di ranjang. Dia tak peduli toh sudah menduga sebelumnya.

“Dasar! Pemalas!”

Belum juga menyentuh anak tangga, suara bel membuat langkahnya secara otomatis berubah cepat.

“Wait a second.” Lagi-lagi Arga lupa. “Tunggu sebentar.” Segera saja dia mengganti jawaban.

Ketika membuka pintu, seorang pria paruh baya tersenyum seraya membungkuk. “Maaf, apa benar ini rumah dari ananda Chandra Angkasa?”

Arga memindai lelaki di hadapannya dari atas ke bawah. Menerka siapa yang menanyakan adiknya. “Ya, Benar.” Dia maju satu langkah seraya membuka pintu lebih lebar. Sesaat ujung ekor mata tak mendapati keberadaan orang lain selain mereka.

Lelaki itu tersenyum membuat Arga bertanya-tanya.

Continue Reading

You'll Also Like

REAL LOVE By chovies

Teen Fiction

33.9K 3.5K 21
-lanjutan World Light- Di saat kebahagiaan di rasakan dua orang yang terikat oleh syariatNya. Maka di situ pula kan di uji olehNya berbagai permasala...
131K 14.9K 17
Elzaqta anak Papa. Dari lahir hidup sama Papa. Punya golongan darah yang sama seperti Papa. Punya garis wajah yang hampir menyerupai Papa. Tapi tidak...
14.7K 2K 9
**Jangan plagiat nyerempet copy paste** Si tokoh yang sakit selalu menjadi pemeran utama, yang selalu mendapat perhatian lebih: lebih disayang, lebih...
1.2M 3K 18
🔞 Bluesy area, mengandung 21+ 🔞 - oneshoot ! ranked; #1 Karina 24/6/2023 #1 Bluesy 25/6/2023 #1 Karinajeno 7/9/2023