My Frenemy ( AS 10 )

Від Salwaliya

3M 284K 120K

Ikara sama Leo kalo disatuiin? Kacau balau. Ikara tau banget Leo nggak suka sama dia karena kerap dijadikan b... Більше

Cast AS 10
Prolog
2. ⛳️ 📸📲
3. 🤳
4. 🚬
5. 📚
6. 👩🏼‍❤️‍💋‍👨🏼 ?
7. 👚🤦🏻‍♀️
8.
9. 📘📕
10
11. 🥟📲
12. 🫗
13. 😡
14. 📖
15.
16.📥
17. 🏊🏻‍♀️🚌
18. 🍓📸
19. ♨️
20. 🚑
21
22. ❤️‍🔥
23.
24. 🛤
25.
26. 🚲
27.
28
29
30.
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44 ( kebalik $
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72. END

1. 🥇🥈🥉

34.5K 4.2K 2K
Від Salwaliya


gatau masih pada inget sama semua member alega series apa enggak, jd semoga ga pd bingung krn gamungkin gue kenalin satu persatu lagi. ada gibran, ical, yuuka dll. semoga masi inget yh.

misal lupa bisa baca AS 1-9 pilih aja.

selamat membaca. buat konten ttg my frenemy gue share di IG salwaliya_


Ikara's vibes.








1. Peringkat.




"Selamat untuk Ikara Pearce, kamu ranking 1 seangkatan lagi. Untuk yang lain tetap semangat, kalian juga melakukan yang terbaik."





Ikara Pearce, murid kelas 11 IPS 3, pemecah rekor ranking 1 berturut-turut setelah beberapa tahun terakhir belum ada yang konsisten dengan peringkat mereka di Alega Highschool.

Ikara memiliki sebenarnya hanya murid biasa yang berangkat tepat waktu dan langsung pulang saat bel, pertemanannya tidak terlalu luas, suka belajar, pecinta segala jenis musik asal enak didengar, sedang di fase berusaha irit, dan suka ketenangan.


Mungkin karena dia anak tunggal? Terbiasa sendiri.



Segitu dulu, untuk perkenalannya.


Ikara mendongak, hanya tersenyum kecil saat seisi kelas memberi tepuk tangan untuknya. Ia beranjak dari kursi dan mengambil raport persegi panjang berwarna coklat.

"Hormat guys, si paling pinter lewat..." ledek salah satu temannya membuat Ikara mendelik sambil tersenyum.

"Pada belajar yang bener ya biar bisa gantiin gue," celetuk Ikara membuat mereka berseru meledeknya.

"Nggak ah Ra, tanggungannya gede jadi nomer 1,"

"Ya elu ranking paling bawah emang nggak ada tanggungan Bel,"

"Pertahankan Ra, biar kelas kita harum terus,"

"HAHAHHAAH,"



Ikara menarik kursi untuk duduk, lalu menghembuskan napas pelan. Ia mengambil hp dan memotret isi rapor nya untuk ditunjukkan kepada Papah. Berharap akan ada respon baik.




Ikara : sent a photo

Ikara : ranking 1 lagi

Papah : knp biologi 80? yg lain 9-10



"Berharap apa sama bokap lo?" Seseorang yang duduk di sampingnya mengambil hp Ikara, lalu mematikan layarnya. "Makan hati doang."

Ini sahabat cowoknya Fai, mereka sudah berteman sejak di bangku SMP. Agak beda dengan Ikara, kalau Fai anak aktif banget, ikut dua ekstrakulikuler sekaligus jadi kalau pulang bisa sampai malam. Ditambah orang tuanya yang nggak ketat jadi anak ini dibebasin banget.

Fai paling tau karakter papahnya seperti apa, tau juga jika pria itu tak pernah merasa cukup sebelum nilainya mencapai angka paling tinggi.

Ikara mencibir pelan. "Masih aja kurang ya di mata dia,"

"Makanya nggak usah ditunjukkin,"

"Nanti bakalan ditanya juga,"

"Nilai segitu udah keren banget, cukup itu yang perlu tau, jangan ngerasa kurang cuma karena respon bokap lo."

Fai dengan segala kalimat positifnya.


Ikara mengangguk. "Hm," sahutnya. "Tapi jujur gue sendiri sedih Bio cuma dapet 8,"

Fai mendengus. "Gue dapet 6 Ra," ucapnya sarkas.

Ikara cengengesan. "Tar kalo lo jadi gue ngerti deh, ngerasa masih kurang walaupun 8 udah bagus... di saat nilai lain sempurna,"

"Nggak tertarik jadi elo juga, karena segalanya nggak harus sempurna." jelas Fai.

"Udah nyindirnya?" Ekspresi Ikara langsung masam.

"Lo nggak diwajibin bagus di semua pelajaran Ra..." Fai mencoba memberi tahunya. "Orang bakatnya beda-beda."

"Gue masih bisa dapet 9 kok kalo upaya lebih," Ikara masih kekeuh.

Fai hanya mendengus malas membuat Ikara tertawa kecil. "Apa kata lo dah," Pemuda itu beranjak. "Ikut kantin kaga, udah bel noh."

"Aaaa bentar," Ikara merapikan buku-bukunya untuk dimasukkan ke dalam laci. Lalu berlari kecil menyusul Fai.

Sebenernya sahabat Ikara bukan Fai aja di sekolah ini, kebetulan mereka berdua yang sekelas. Ada dua lagi Berlina dan Gaffin. Mereka berada di kelas IPA sementara dia dan Fai masuk IPS.


Ikara akan mengenalkan sekolahnya, yaitu Alega Highschool. Kedua orang tuanya alumni tempat ini jadi Ikara didaftarkan di sini juga, nasib baik Fai juga mendaftar. Lalu saat kelas 10 mereka baru berteman dengan Berlina dan Gaffin.

AHS adalah salah satu sekolah internasional yang terkenal di Jakarta, namanya sangat populer bahkan di kalangan luar negeri. Banyak sekali orang yang mengincar sekolah dengan biaya besar ini. Walau bukan sekolah negeri, ada tes sulit untuk masuk ke sekolah ini. Pihak AHS juka tidak menampung banyak murid. Mungkin kalau ingin membayar dua kali lipat, yang masuk tidak perlu tes.


Ini dia bagian menariknya.




Sejak 5 tahun yang lalu Alega punya semacam kompetisi, bagi murid yang bisa juara 3 besar seangakatan berturut-turut, mereka akan dapat beasiswa di kampus apapun yang mereka inginkan.

Menjadi yang pertama selama dua tahun ini memang baik untuk Ikara, tapi jika rankingnya turun dari 1 menjadi 2 atau 3, kesempatan beasiswa akan hangus. Ya Ikara masih bisa dapat, tapi tidak untuk masuk ke Universitas Bridga yang ia inginkan.




Sekarang satu masalannya ada pada 1 orang, yang masih berusaha gencar mengambil posisinya. Ikara bukan merasa terancam, karena dia memang mampu, tapi tidak ada yang tau nasib berpihak pada siapa tahun ini.






Chrishtian Leo, adalah orang itu.






Saingan terberat Ikara yang sekarang menduduki posisi ke-2. Anaknya cukup aktif di sekolah, contohnya menjadi langganan BP karena kerap ketauan merokok di warung belakang, dan dikenal sebagai badsmart boy.



Alay nggak sih, badsmart boy apaan?


Dan yang ngelabelin kayak gitu cewek-cewek norak di AHS, yang menurutnya nggak banget. Ikara bukan iri atau apa karena dia kalah famous. Ketenaran bukan segalanya.

Crishtian Leo banyak kenalannya, bisa diliat kalau lewat pasti ada aja yang nyapa, dan rata-rata anak kelas 12. Pembawaannya santai banget, malah banyak yang bilang mukanya bukan muka pinter akademik.




Emang ada, ya? Muka pinter akademik?



"Le, oper sini Le!"

Lapangan sekolah ramai sejak 1 jam lalu, semua orang yang menonton di tribun tak lelah bersorak untuk memberi semangat pemain ber jersey nomor 7 yang sedang berusaha membawa bola masuk ke dalam gawang.



Sosok yang dipanggil dengan sebutan Le itu berlari cepat sambil menggiring bola di depan kakinya. Wajahnya merah dan berkeringat, matanya menelisik tajam, dan bawah bibirnya tergigit sesekali karena tak sabar memasukkan bola ke dalam gawang.

"GAS LE!"


Ini bagian yang ditunggu-tunggu.


"OPER LANGSUNG WOI!"

"GAS KE LEOOOO!"

"GOAL!!!!!!!"

Semua tim berlari menghampiri sosok bermata biru gelap yang sedang tersenyum miring setelah berhasil mencetak gol. Tubuhnya langsung dijadikan rebutan untuk dipeluk sampai sesak napasnya.

"Udah tai sakit badan gue," Leo mendorong sahabatnya Abel yang paling heboh.

"WOAAA MENANGG," Abel sengaja berteriak di telinga Leo membuat mereka tertawa. "LEO MAU TRAKTIRAN WOI TRAKTIRAN."

Naren, sebagai kapten tim lawan langsung menendang bola dengan ekspresi marah. Menjauh dari kawan-kawannya yang berusaha menenangkan. Ia pun pergi dari lapangan bersama sorakan-sorakan penonton.

"WOAAAA!!"

"SOTO BU TARA UDAH BUKA LEEE!"

"HIDUP LEOOOO!"

"LEO PERIODE 2!!"

"GIVEAWAY DESSERT BOKAP LO LE!"


Ini dia Crishtian Leo, anak pertama dari 3 bersaudara. Sulit sekali ditemukan di sekolah entah tempat nongkronynya di mana, sampai cewek-cewek caper harus sengaja lewat ke kelasnya dulu biar bisa lihat Leo.

Leo juga punya orang tua yang outlet dessertnya terpampang jelas di kantin lantai 4 dan selalu ramai tiap harinya. Gimana nggak terkenal? Wajahnya sengaja dijadikan poster sampai Leo nggak mau pergi ke kantin.



Leo mendengus heran akan kehebohan timmya, ia melangkah keluar dari lapangan sambil mengacak rambutnya yang basah. Di belakangnya ada Abel yang sibuk bikin story buat Instagram, caper ke doinya yang ngasih follback minggu lalu.

"Nih yang menang nihhh sombong amat lagaknya," Abel mengarahkan kameranya pada Leo. Dengan jahil membuka jersey miliknya dan merekam bagian perut cowok itu membuat seisi lapangan makin menggila.

"Si goblo," Leo menepis tangan Abel dan menurunkan kembali jerseynya. "Udah ada pengumuman raport?"

"Kelas gue guru yang ngumumin, kalo lo nggak tau lah,"

"Nggak guna lu," Leo mendengus dan pergi ke pinggir lapangan untuk mengambil hpnya.

"Si anjir gue bukan babu lo,"

"Naren udah emosi banget tuh, abis ini curhat ke gengnya yang oke." bisik Abel.

"Beli minum Bel, tar gue ganti."

"Gue bukan babu lo tai," ulang Abel.

Leo menoleh dengan alis terangkat. "Jangan harap bisa minjem PS,"

Abel langsung cengengesan. "Mau yang apa ganteng?"

"Soda aja,"

Abel nih dari lahir emang murahan, diiming-imingi sesuatu langsung hilang harga dirinya. Dapet follback dari doinya juga harus bikin story jungkir balik dulu, padahal udah dibilangin berkali-kali kalau gengnya Lolyta cuma main-main.

Leo mengambil hpnya di tas untuk memeriksa web sekolah karena hari ini pembagian raport akhir semester. Sambil melepas kaus kaki Leo duduk dan menatap fokus hpnya.





Garis wajah Leo langsung berubah melihat angka 2 di dalam layar hp.





Ia pikir akan tertulis angka 1.




Sial.



Cewek itu lagi yang dapat.



Abel dari kantin muncul membawa dua botol minuman. "Nih! Ganti tar, awas lo main ngebon mulu!" serunya. "Nyet, mampir lewat kelas Syahila sabi kali, ya?"


Itu doi Abel yang ke 4.


Leo malah beranjak mengambil tasnya dan pergi tanpa ekspresi membuat Abel mengernyit heran. "Woi malah cabut! Dapet ranking berapa???"


Selain Ikara, ada Leo juga yang selalu berada di peringkat kedua 2 tahun berturut-turut ini. Memang tidak ada masalah jika ranking tetap, bagus lagi kalau naik ke 1, tapi jika turun ke ranking 3 maka posisinya akan sangat bahaya.



Intinya ranking jika tetap maka aman, naik bagus, tapi kalau turun bahaya.



Leo cukup bekerja keras tahun ini untuk mendapat peringkat 1 tapi hasilnya tetap sama. Hal itu membuatnya kesal bukan main.



Sore itu Leo masuk ke dalam rumah, langsung disambut satu keluarga yang menunggunya pulang. Mamahnya Dilla langsung paham jika hasil Leo hari ini tidak cukup membuat putranya puas, dilihat dari wajah murung Leo.

Dill memperingati suami dan putrinya. "Guys jangan dulu—"

"SELAMATTTT ANAK PAPAHHH!!!"

"HIDUP LEO!!"

"LA AMBIL DESSERTNYA LA!"

Ale sang papah keluar dari kamar sambil meniup terompet yang kalo ditiup jadi panjang, disusul kembaran Leo si Ela yang membuat kalung dari bunga melati dan memasangkannya pada Leo.

"Gila, gue nggak muluk muluk sih mintanya, sesuai janji kalo ranking 1 beliin martabak red velvet sama green tea."

"Papah biasa aja sih, sate padang deket sekolah kamu aja dua bungkus," sahut Ale sambil cengengesan.

"Oh sama cilok ayam depan gang tapi pake sambel kacang,"

"Papah juga suka ceker temen sekolah kamu Le,"

"Satu-satu dulu coba biar Leo nggak bingung,"

Leo masih diam, kemudian menunduk dan melepas kalung melati itu membuat suasana hening. Mereka langsung menoleh pada Dilla yang sedang mendengus pelan, padahal mamah sudah memperingati tanya dulu sebelum memberi kejutan.


"Leo ranking 2," katanya.


"Yahh," celetuk Ela membuat Mamah mencubit lengannya. "Ehhh, nggak papa lah gila, keren cuy...."

Ale menatap yang lain bingung dulu. "SELAMATTTT WOEE GILA KEREN!" serunya berusaha mencairkan suasana agar Leo tidak berkecil hati.

"Proud of you, Bang." sahut Dilla menepuk lengan putranya.

Leo menghembuskan napas berat. Ia langsung melangkah ke lantai atas membuat suasana rumah makin hening. Bukannya nggak mau menghargai kejutan mereka, tapi suasana hatinya sedang sangat buruk, dan seluruh keluarga sempat berharap dia bisa memiliki kemajuan.


"Dibilangin nanya dulu kok," decak Dilla mengomeli suami dan putrinya.

"Ela sih tadi nggak sabaran," gerutu Ale mendorong lengan putrinya.

"Loh loh kok aku?? Papah tadi suruh ngecek web dulu nggak mauuu," Ela berusaha membela diri. "Katanya, La kalo abang kamu dateng langsung teriakin biar rame,"

"Nggak usah oper kesalahan, tinggal ngaku aja kok susah," ucap Dilla membuat mereka langsung diam. Udah kayak anak SD diomelin mamahnya.

"Berarti ranking 1 tetangga sebelah lagi," gumam Ela.

"Itu anak tetangga kayaknya sarapan pake kalkulator," celetuk Ale.

"Mungkin Mamahnya yang punya GO," tambah Ela.

"Diberesin itu, Mamah mau nidurin Haidar," Dilla beranjak dari kursi. Saat hendak masuk ke kamar ia menoleh melihat Ale mengekorinya. "Bersihin Le astaga."

"Mau tidur aku tuh..." lirih Ale melas.

"Papah curang banget main kabur ajaaa," seru Ela. "Bantuh ihhhh."

"Papah tuh mau bobo sama Haidar..." gerutu Ale.

"Nggak boleh masuk sebelum bersih," Dilla menunjuk lantai sebelum menutup rapat pintu. Ela langsung tertawa puas.

"Derajat Papah nggak beda jauh La sama satpam rumah."



💞💞💞💞💞💞






Family Besar ( 28 )


Luna : MANA RANKING KALIAN TUNJUKAN

Ela : GAMAO MALO

Ical : buset malem malem nanya nilai

Luna : @abel lu gausa pura" tidur di kamar ya

Zia : lohhh udah bagi raport kalian??

Jihan : mamah kok belum tidur

Zia : nemenin papah kerja syg

Willy : kerja bikin keturunan baru

Ela : astaga kak will?

Abel : kaget willy ngomong gini

Ical : maafin ketikan anak gue ya @zia @nathan

Luna : oh pinter join grub tapi ga bales chat mamah @abel

Elia : LUCU BGT IH JADI KANGEN SMA

Jihan : 2

Anara : 3

Egi : ga si...

Levi : 2

Elia : iya kan masa sma lo suram

Ela : WKWKWKWKWK

Egi : haha lucu

Ale : lo semua pada tidur deh

Ale : gue sama dilla lagi pacaran jadi keganggu

Luna : DIHHHHH

Dilla : gaada yang pacaran

Zia : gangguiin aja gasi

Nayya : anak anakku sayang ayo spill ranking

Ela : TAN KANGENNNNNN

Ela : om jaja lagi apa

Elia : istighfar la

Elia : om jaja sehat tan?

Levi : dih

Anara : gaada yang nanyaiin kabar gue?

Willy : enggak

Anara : ga kangen sama kakakmu will?

Willy : enggak

Abel : WKWKWKWKWKWKWKWK

Ela : WILLY UDAH MATI PERASAANNYA SEMENJAK OM ICAL PILIH KASIH

Anara : WKWKWKWKWK

Willy : malah ketawa

Ical : papah sayang kalian semua kok

Ela : boong

Abel : boong

Ale : boong

Zia : ikutan deh. boong

Ical : kalian jangan kompor :)

Luna : willy jadi anak tante aja sini, abel buang

Nayya : wkwkwkwk

Abel : ga mau spill raport ah tan takut dibandingin"in sama leo

Abel : insekyur

Willy : 2

Ela : bayangin gue satu rumah sama dia :)

Dilla : emang mamah pernah banding"in kalian?

Ale : papah ga ikutan ya

Ical : NAH LOHHHHHH

Luna : KALO URUSANNYA DILLA GUE DIEM

Zia : ela mau dibantu urus kk ga?

Abel : mampus @ela

Ela : TOLONGGGGG HIKSSS

Ela : MAKSUDNYA AKU INSEKYUR GITU LOH KAN LEO PINTER BUKAN DIBANDING"IN

Abel : alesan

Ela : apasih bel

Ela : tapi jangan ganggu leo guys

Ela : sedang badmood

Abel : tolonh siapapun hibur leo

Abel : dia udah dapet ranking 2 masih sedih apa kabar saya :)

Luna : ya kan pencapaian leo beda sama kamu

Luna : smgt ganteng @leo

Nayya : proud of you @leo

Nayya : gapapaaa lah semua juga tau u did ur best

Ale : dengerin @leo

Ale : ayo turun jangan di atas mulu

Dilla : @leo

Ela : pengen dong disemangatin juga .....

Abel : lo aman lo ganteng





💞💞💞💞💞💞




Meja makan malam itu juga tidak ada aura keceriaan seperti malam-malam sebelumnya. Ikara menusuk daging ayamnya dengan garpu tanpa ekspresi, menunggu kalimat apa yang akan dilontarkan papah atau mamah malam ini.


"Kamu nggak ada niatan daftar olim?"


Ini dia.


Ikara mengangkat kepala, lalu mengulum bibir tanpa memberi jawaban.


Mereka hanya tinggal bertiga di rumah ini, dulu ada beberapa pembantu tapi sudah dipecat karena mereka sekongkol mencuri perhiasan. Sisanya hanya Pak Seto satpam di rumah yang masih setia sejak Ikara kecil.

Itulah mengapa Ikara selalu kesepian, dia anak tunggal.

Papah dan mamah adalah orang berada, mereka dikenal di kalangan pebisnis. Papah memiliki bisnis penambang batu bara dengan kapitalisasi besar di bursa dosmetik. Wajah papah kerap muncul di sampul majalah Fortes Asia. Papah punya banyak saham atau semacam investasi yang Ikara kurang paham apa itu. Sementara mamah desainer baju yang karyanya sudah dikenal hingga ke tingkat internasional

Ikara sebenarnya tidak begitu tertarik mengikuti gaya hidup mereka yang selalu mewah dan anti sederhana. Bukan tidak bersyukur, kadang dia sering dibatasi dalam beberapa hal.

Sejak kecil sudah belajar cara bicara yang sopan, makan sesuai etika, hidup berkualitas, berpakaian rapi dan tidak mencolok, merawat diri, makan sehat, dan cinta belajar.

"Diambil, hal bermanfaat kayak gitu jangan dianggurin aja kalo ada kesempatan," ucap papah sambil mengiris steak dengan pisah berwarna emas.


Bayangkan seberat apa menjadi anak tunggal dan punya orang tua yang sudah sukses. Harapan mereka pasti sangat tinggi.


"Iya Pah," jawab Ikara tanpa memprotes.

"Kuliah nanti mau masuk mana kamu? Semisal beasiswa hangus,"



Semisal hangus.




"Ikara belum tau," jawabnya jujur. "Sejauh ini kan masih ranking 1 Pah, jadi belum mikir ke sana."

"Kenapa belum mikir ke sana?" tanya mamah yang karakternya 11 12 sama papah. Karir dan pendidikan nomor satu.

"Karena..." Ikara diam lama.

"Nilai 8 kamu itu bahaya Ra, upayamu berarti kurang. Papah cek di web Alega, skor kamu sama anak tetangga beda tipis, dia maju selangkah lagi kamu bisa turun."


Begitulah telitinya Papah. Orang tua murid memang diberi akses oleh sekolah untuk melihat nilai anak mereka agar tidak ada yang memalsukan nilai.


Anak tetangga yang dimaksud jelas Leo. Bukan berarti selalu menjadi ranking 1 tidak dibanding-bandingkan.


"Iya, Pah."

"Pendidikan nggak boleh disepeleiin, di umur kamu fasenya pengen bebas terus lupa kalo punya tanggung jawab di masa depan," jelas papah.




"Ikara apa punya pacar?" tanya mamah tiba-tiba.



Ikara langsung mendongak dan menggeleng cepat. "Enggak, nggak ada."

"Pacar bisa jadi faktor terbesar kemalesan kamu,"

"Ikara nggak punya, Mah."

"Good, tetep kayak gitu."

Usai makan Papah berdiri dan meletakkan garpunya, mustahil akan ada cengkrama seru di antara mereka. "Mah, siapin obat Papah."

"Iya, Pah."

Mamah mengangguk, ia menatap putrinya sesaat sebelum beranjak dan meninggalkan meja makan. Ikara langsung menghela napas berat, menoleh dulu memeriksa apakah mereka benar-benar pergi.


Barulah Ikara mengambil hpnya untuk memeriksa apakah teman-temannya sudah membalas pesan. Kesempatan itu ia pakai untuk naik ke atas berganti pakaian dan diam-diam keluar rumah.

"Pak, jangan bilang Papah," Ikara memberikan sebatang coklat pada satpam rumahnya, Pak Seto, kemudian melangkah pelan menuju gerbang.

Pak Seto ini satpam yang bekerja sejak dia masih kecil, mereka berdua udah kenal deket banget. Makanya udah nggak kaget kalo Ikara suka kabur diem-diem karena dia tau keluarganya kayak apa.

"Mba Ara... jangan malem-malem ya, saya nggak mau nanti kena marah lagi loh,"

"Aman kok," Ikara mengacungkan jempolnya. "Aku masuk lewat belakang nanti."

"Kabarin saya ya kalo udah pulang,"

"Siap, Pak Seto."

Ikara keluar dari rumah sambil mengeratkan jaketnya, ia menoleh pada Pak Seto untuk mengisyaratkan agar menutup gerbang.

Namun saat berbalik tubuhnya menabrak bahu seseorang membuat Ikara termundur beberapa langkah.


"Eh eh," Ikara menyentuh tembok untuk menahan tubuhnya.



Fakta unik, rumah Ikara dan Leo bersebelahan. Sungguh persaingan sengit dan ketat.



Ikara belum bilang, ya? Leo nggak pernah ramah sama dia, mukanya sinis banget kalo ketemu, keliatan banget kalo nggak suka sama Ikara. Dia hampir jarang melihat cowok ini di sekolah, mereka tidak pernah berinteraksi.


Leo menatap Ikara di balik tudung hoodienya, menaikan alis sesaat sebelum melangkah pergi dengan cuek.


"Nggak bakal keluar maaf ya di mulut lo," celetuk Ikara, malah sengaja mencari masalah.

Leo berhenti dan menoleh, aura dinginnya langsung terasa sampai bulu kuduk Ikara merinding. "Mata lo yang nggak dipake, malah nyalahin orang."




Kan? Liat? Leo nggak suka sama dia.



Ikara melipat kedua tangannya di depan dada. "Jadi siapa yang harus minta maaf?"

"Pertanyaan bodoh," tukas Leo kembali berbalik melanjutkan langkahnya.

"Gue nggak bermaksud padahal," Ikara lagi-lagi memancing.

Leo menoleh lagi. "Apaan dah?"




"Kayaknya sensi lo dua kali lipat meningkat. Apa gara-gara pengumuman hari ini?" tanyanya.


Tau kok, Ikara yang nyari masalah.



Garis wajah Leo tampak berubah, dan Ikara sadar dia baru saja mengibarkan bendera perang. "Jangan bacot kalo nggak mau dikataiin balik,"

"Mau ngataiin kayak gimana emang?"

"Nilai lo banyak yang turun di mapel peminatan," ucap Leo membuat Ikara diam. "Gue maju dikit lagi, lo bukan cuma turun ke ranking 2, tapi bisa ke 4."



Ikara sudah tidak bisa menjawab lagi dan menjadi sangat terbungkam.



"Nggak usah sok jadi orang." Leo berkata dengan nada sinis. Kemudian melangkah pergi dengan slop nike andalannya, untuk pergi ke indomaret membeli rokok.


Gadis itu hanya berdiri di tempatnya dengan tatapan kosong.







Ikara cuma bisa pake topik sensitif tadi biar dia bisa denger suara Leo, bisa berinteraksi walau sangat tegang, dan melihat wajahnya dari dekat.








Karena sampai sekarang perasaan itu masih ada. Dan Crishtian Leo nggak pernah tau.









💞💞💞💞💞💞






Leo adalah anak pertama, lalu anak kedua Ela, dan yang ke tiga Haidar. Inget banget dulu Mamah Dilla bilang cukup dua anak aja makanya jarak umurnya dengan Haidar sangat jauh, bocah cilik itu masih berumur 4 tahun.

Di keluarga ini, ada Papah Ale sama Ela yang watak dan karakternya mirip. Mereka itu yang bikin suasana rumah rame, karena berisik banget.  Kalo Leo satu kelompok sama Mamah Dilla, tim yang diem-diem doang ngadepin mereka.



Di rumah ini itu yang paling berkuasa Mamah Dilla, setelahnya baru Haidar, terus Leo dan Ela.




Kalo Ale, kadang nggak ada harga dirinya di rumah.




Mau gimana lagi, papah nggak mencerminkan jiwa seorang ayah yang gagah dan bijaksana. Anaknya berantem aja malah disorakin, disuruh jagaiin Haidar malah sibuk main ps. Pernah waktu itu Haidar ilang sampe komplek sebelah karena kelalaian papah.

Tapi papah penyayang banget, selalu maju nomer satu kalo anaknya kena masalah. Temen-temen sekolah Leo yang rese pada takut semua sama papah. Walaupun kelakuannya kayak bocah, tapi siapapun nyaman berada di sekitar papah Ale.

"Buset Ela..." Ale terheran-heran saat Ela membawa belanjaan satu keranjang penuh.

Ini Ela, adik Leo anak kedua. Sifatnya emang bikin geleng kepala, biasanya jadi beban rumah karena tenaga maupun otaknya nggak bisa dipake. Mungkin kelebihannya mau disuruh-suruh dan membuat suasana rumah menjadi ceria.

Papah juga punya sahabat lengket, namanya Om Ical. Orangnya royal abis, makanya kalau mereka mau belanja keperluan dessert, anak-anak pada ngikutin biar bisa ditraktir.

"Udah itu aja?" tanya Om Ical sambil membuka dompetnya yang berisi banyak kartu dan uang. "Langsung aja La taroh kasir, biar digabung sama punya Om."

"Oke Om lopyu," Ela cengengesan.

"Perasaan sama Papah nggak pernah gitu," ucap Ale iri.

"Papah pelit,"

"Dih," Leo yang barusan lewat meliriknya malas. "Bayar sendiri, La."

"Lah Om Ical bilang mau nraktir,"

"Jangan, Om." ahut Leo.

"Apasih, Le???"

"Papah nggak ikut-ikutan," Ale ngacir dulu dari sana.

"Yaudah buru taroh kasir jan pada berantem," ucap Om Ical. "Punya Leo juga disatuiin aja."

"Nggak mau," jawab Leo kembali masuk ke dalam untuk memilih barang.

"Nggak papa Le, Om Ical kan sultan," celetuk Ale bukannya negur anaknya. "Duitnya nggak abis-abis."

"Lah iya, nih Indomaret bisa gue beli," ucap om Ical sombong.

"Widihhhhh cakepppp," Ela tertawa puas. "Mba Kasir, ini tolong sultan dilayani dengan baik dan benar ya," katanya membuat pegawai kasir tertawa. "Siapa tau beneran dibeli tokonya."

"Biar dia aja Mba yang ngitung belanjaannya," celetuk Ale. "Dulu kebetulan pegawai Indomaret juga."

"Aaaaa," Ela makin tertawa. "Bener, Om?"

"Iya dulu," Ical mengangguk. "Papah lu bagian ngangkatin galon ke dalem."

"Mulut lo bau tai," balas Ale sewot.

"Berapa, Mba?" tanya Ical. "Kalo nggak mahal nggak mau bayar ah."

"YAAAAAA,"

"MAHALIN MBA MAHALINNN,"

"Badan lo jual situ Le, biar nambah totalnya,"

"Si Leo dari tadi milih nggak kelar-kelar dah, Le!"

"Milih sikat gigi dia,"

"Sebulan udah ganti 3 kali emang dasar tuh anak,"

"Sama sikat gigi aja pemilih apalagi jodoh."


Leo masih berdiri memandang deretan sikat gigi dengan bermacam variasi. Dia ini memang pemilih, harus yang paling nyaman dipakai. Bentuknya harus yang lembut jadi tidak menyenggol gusinya yang kadang sensitif.

Akhirnya Leo menemukan yang ia cari, namun saat mengulurkan tangan ada tangan lain yang mengambil barang tersebut. Leo spontan menoleh, melihat tetangganya sudah berdiri di samping.

"Gue duluan," Leo berusaha mengambil barang tersebut tapi Ikara mundur menjauh.

"Gue yang sentuh duluan," Ikara dengan cuek melewati Leo. Tapi dengan mengejutkan cowok itu meraih pergelangan tangan Ikara dan menariknya mendekat, lalu maju untuk mengambil sikat gigi yang Ikara sembunyikan di belakang.

"Apaan sih??" Ikara masih berusaha menyembunyikan sikat giginya.

"Gue butuh itu,"

"Nggak,"

"Gue duluan,"

"Cari yang lain lah,"

"Gue maunya itu."



Ini bukan soal ada barang lebih dari satu jika mau meminta ke kasir, ini soal siapa yang menang dan kalah. Itulah mereka mereka berdua.



"Jangan kayak anak kecil, Le."


Ikara sempat menertawai dirinya, karena dia tau siapa yang bertingkah seperti anak kecil sekarang hanya untuk mencari perhatian.

"Nggak mau," Leo masih kekeuh.

"Gue duluan padahal. Gila apa lo?"

"Lo kali gila,"

"Tinggal ambil yang lain lah kenapa dibikin ribet?"

Leo akhirnya menjauh, menatap Ikara tak suka. Lalu berbalik badan tanpa mengatakan apapun dan pergi dari sana.

Ikara terus menatapnya tak habis fikir. "Nggak dari tadi," cibirnya. Ia memutuskan untuk pergi ke kasir sambil membawa sikat gigi tadi.

Melihat Leo berada di kasir dengan keluarganya sedang membayar, yang tak begitu asing di mata Ikara karena ia kerap melihat mereka bersama. Kayaknya keluarga Leo besar banget. Mereka sudah pergi dari sana dan antrian terus berlanjut sampai giliran Ikara.

"Total 72 ribu ya, tunai atau debit, Kak?"

"Tunai aja,"

"Baik, silahkan."

Setelah membayar Ikara membawa belanjaannya keluar, namun saat sampai di depan pintu ia mendengar suara kencang sekali terarah padanya. Ikara seketika kaget, melihat beberapa satpam menghampirinya, lalu semua orang menatapnya serempak.

"Saya cek dulu."

"Saya nggak ambil apa-apa, Pak," Ikara menggeleng panik.

"Tolong kami periksa dulu mohon kerjasamanya,"

"Pak—"

"Satpam tolong bantu cek ke sini!"

Ikara menelan salivanya susah payah, mau tak mau memberikan tas tersebut. Dan benar ada beberapa sikat gigi di dalam tasnya membuat Ikara melebarkan mata.

"Mba Caca, ini dia ambil barang dari dalem! Satpam!"


Ikara sudah panas dingin dengan tatapan kosong dan bingung, semua orang menatapnya dengan menakutkan. Bahkan ada yang mengacungkan hp ke arahnya seolah ia pencuri.

Ini gimana? Dia jika panik tidak bisa bereaksi.


Lalu di luar sana, ia melihat sosok Leo sedang membuka pintu mobil sambil melihat ke arahnya. Begitu melihat Leo tersenyum miring, Ikara sadar betul siapa ulah kejadian ini.



Memang Leo sialan.







TBC....


soooo how was the first episode????? do u like it???


ketemu kapan?
besok jam 7 malem?
atau jam 3 sore?

Продовжити читання

Вам також сподобається

The Story Of Janeta 2 Від R A Y

Підліткова література

842K 102K 13
"Gilaa lo sekarang cantik banget Jane! Apa ga nyesel Dirga ninggalin lo?" Janeta hanya bisa tersenyum menatap Dinda. "Sekarang di sekeliling dia bany...
SAGARALUNA Від Syfa Acha

Підліткова література

3.4M 173K 27
Sagara Leonathan pemain basket yang ditakuti seantero sekolah. Cowok yang memiliki tatapan tajam juga tak berperasaan. Sagara selalu menganggu bahkan...
HERIDA Від Siswanti Putri

Підліткова література

619K 24.4K 36
Herida dalam bahasa spanyol artinya luka. Sama seperti yang dijalani gadis tangguh bernama Kiara Velovi, bukan hanya menghadapi sikap acuh dari kelua...
Transmigrasi Mantan Santri? Від manusiaa~

Підліткова література

2.7M 276K 64
Gimana jadinya lulusan santri transmigrasi ke tubuh antagonis yang terobsesi pada protagonis wanita?