BAD BUDDY SERIES (Hanya Teman)

By diadjani

26.8K 1.6K 37

"Kisah tentang dua orang yang tidak pernah bisa menjadi teman, menjadi dua orang yang tidak pernah bisa menja... More

EP.1 | Part 1
EP.1 | Part 2
EP.1 | Part 3
EP.1 | Part 4
EP.2 | Part 1
EP.2 | Part 2
EP.2 | Part 3
EP.2 | Part 4
EP.3 | Part 1
EP.3 | Part 2
EP.3 | Part 3
EP.3 | Part 4
EP.4 | Part 1
EP.4 | Part 2
EP.4 | Part 3
EP.4 | Part 4
EP.5 | Part 1
EP.5 | Part 2
EP.5 | Part 3
EP.5 | Part 4
EP.6 | Part 1
EP.6 | Part 2
EP.6 | Part 4
EP.7 | Part 1
EP.7 | Part 2
EP.7 | Part 3
EP.7 | Part 4
EP.8 | Part 1
EP.8 | Part 2
EP.8 | Part 3
EP.8 | Part 4
EP.9 | Part 1
EP.9 | Part 2
EP.9 | Part 3
EP.9 | Part 4
EP.10 | Part 1
EP.10 | Part 2
EP.10 | Part 3
EP.10 | Part 4
EP.11 | Part 1
EP.11 | Part 2
EP.11 | Part 3
EP.11 | Part 4
EP.12 | Part 1
EP.12 | Part 2
EP.12 | Part 3
EP.12 | Part 4

EP.6 | Part 3

324 24 0
By diadjani

Di pagi hari yang cerah, Pat belum menemukan Pran sejak ia terbangun dari tidur. Beberapa orang tampak sedang memungut sampah plastik di sekitar pantai. Pat memutuskan untuk bertanya pada Junior, keponakan Paman Tong si penanggung jawab kamp.

"Junior, kamu lihat kak Pran nggak?"

Berkat bantuan Junior, Pat dan Pran seolah bertemu secara tidak sengaja.

"Paman Tong, kak Pat bertanya apakah kita bisa memberinya tumpangan ke pasar?" Junior membawa Pat bertemu dengan pamannya yang sedang menyiapkan kendaraan roda empat berwarna kuning di sisi jalan.

"Boleh ikut?" Tanya Pat dari belakang Junior menimpali.

"Tentu. Tuan-tuan, naik saja." Kata Paman Tong mempersilakan.

"Baiklah," jawab Pat menuju ke bagian belakang mobil.

"Kak, bisa geseran sedikit?" Junior naik lebih dulu.

Pran yang sudah berada di belakang mobil menggeser duduknya dan melihat Pat dengan tatapan tidak menyenangkan.

"Pegangan yang erat, ya. Paman sangat cepat dan ngebut." Paman Tong berkata sambil bersiap membuka pintu mobil pick up-nya.

Pat baru saja naik dan duduk di sisi sebelah kanan ketika Paman Tong berbicara lagi.

"Kabar baik. Paman lupa kuncinya."

"Lagi?" Junior secara tidak langsung mengatakan bahwa Paman Tong sering meninggalkan kunci mobilnya. "Seperti biasa."

Pran tersenyum menampakkan lesung pipinya yang imut melihat tingkah Paman Tong. Namun senyum itu seketika sirna ketika matanya bertemu dengan mata Pat yang terus mencuri pandang ke arahnya.

"Selalu?" Tanya Pat memastikan, yang dijawab anggukan oleh Junior. Ia melirik Pran sesaat lalu melanjutkan percakapannya dengan Junior. "Lalu, Junior kelas berapa?"

"Kelas empat kak. Semester selanjutnya akan segera dimulai."

"Semester selanjutnya akan segera dimulai? Oh... Lalu, Junior punya banyak teman nggak?"

"Hmm...banyak kak. Saya punya teman..." Junior mulai menghitung dengan jari-jari tangannya. "Tujuh orang dalam kelompok saya."

"Tujuh orang?" Pat membuat ekspresi seolah memiliki tujuh orang teman dalam kelompok adalah hal yang luar biasa. "Dan apakah Junior punya teman yang tidak mau berbicara denganmu juga? Dia mengabaikan pertanyaanmu. Kamu tidak tahu apa yang terjadi padanya. Dia tiba-tiba jadi pendiam. Sesuatu seperti itu." Pat bicara sambil mencuri pandang ke arah Pran lagi, tapi pemuda itu sama sekali tidak melihatnya. Pandangannya lurus ke depan.

"Tidak ada. Memangnya ada orang yang seperti itu?"

"Ada loh, Junior. Ada." Pat sedikit terbahak mendengar pertanyaan polos Junior. "Lalu, apa yang akan Junior lakukan jika memiliki teman seperti itu?"

"Akhiri saja persahabatanmu dengannya." Jawab Junior enteng.

"Mengakhiri persahabatan? Ya ampun, bukankah itu sedikit terlalu kejam?" Pertanyaan Pat hanya ditanggapi dengan tawa oleh Junior. "Sebenarnya kakak mau mengakhirinya. Tapi kakak merasa kasihan padanya. Dia juga tidak punya banyak teman. Dia orang yang seperti itu."

Mendengar kalimat Pat, Pran meliriknya sesaat sambil mengerutkan bibirnya.

"Kak," kali ini Junior berbicara pada Pran yang duduk tepat di sampingnya membelakangi bangku kemudi.

"Ya?" Pran menanggapi anak laki-laki itu dengan sopan.

"Apakah kak Pran punya banyak teman?"

"Banyak." Jawab Pran singkat.

"Lalu, apa yang kakak lakukan jika teman kakak tidak mau bicara dengan kakak?"

Pat mulai menahan senyum mendengar pertanyaan yang Junior lontarkan untuk Pran.

"Hmm... Kakak tidak tahu juga, ya. Kakak Cuma punya teman yang banyak omong."

Pat menyunggingkan senyum canggung sambil terus memandang Pran yang tak kunjung balas memandangnya.

"Lalu, seberapa banyak bicaranya?" Junior penasaran.

"Luar biasa mengganggu." Jawab Pran mantap. "Sangat menjengkelkan."

"Paman di sini. Apakah paman membuat kalian menunggu?" Paman Tong sudah kembali dengan kunci mobil di tangannya. "Paman sudah punya kuncinya. Paman sudah tua dan pelupa."

Paman Tong baru membuka pintu mobil ketika Pat memujinya. "Paman masih muda."

"Oh, iya. Sebentar." Paman Tong menutup pintu mobil kembali dan berbicara pada Pat. "Ada baiknya kamu ikut. Paman akan mengantarkanmu ke pasar. Bisakah kamu mengambilkan sesuatu untuk paman di sana? Paman perlu menyelesaikan beberapa urusan."

Pat tersenyum penuh makna sambil memandang ke arah Pran sesaat sebelum menjawab Paman Tong. "Tentu saja, paman."

"Ya?"

"Tentu, khrap." Pat mengangguk dengan gembira. Ini kesempatan baginya untuk bisa berdua dengan Pran. Pat akan membuatnya bicara lagi.

"Jaga kakak-kakak ini, ya. Jangan biarkan mereka jatuh dari mobil." Paman Tong berpesan kepada Junior sebelum menduduki bangku kemudi.

"Baik," jawab Junior menurut.

"Apakah kita benar-benar pergi ke pasar?"

"Um." Jawab junior singkat.

"Kau belum pernah ke pasar sebelumnya atau apa?" Pran bicara tanpa melihat wajah Pat yang tersenyum memandangnya.

"Pegangan yang kuat." Paman Tong mulai menjalankan mobilnya.

Brummm!

"Paman!!" Pat hampir terjatuh karena belum bersiap untuk berpegangan. Matanya terus tertuju pada Pran sehingga ia tak menyimak aba-aba Paman Tong sebelum mobil mulai melaju. "Kenapa senyum-senyum?"

Pran berusaha menyembunyikan senyumnya tapi Pat bisa melihatnya.

"Kenapa kau senyum-senyum, Junior. Hah?" Pat menyebutkan nama Junior meski matanya sesekali melirik Pran.

"Tidak ada." Jawab junior mulai tertawa.

Pran membuang pandangnya ke sisi yang lain sambil meletakkan jemari ke bibirnya menyembunyikan senyum.

"Senyumin apa? Berhentilah tersenyum." Pat terus mengomel.

***

Usai mengantarkan Pat dan Pran di pasar, Paman Tong dan Junior meninggalkan mereka untuk urusan lain. Pat mulai mengikuti Pran yang memegang catatan daftar belanjaan di tangannya, sambil mengepit tas belanja yang melingkar di pundaknya.

"Apakah kita membutuhkan ini juga?" Pat menunjuk apa saja dan sesekali berhenti untuk mencari perhatian Pran.

"Cepatlah." Ajak Pran akhirnya bicara.

"Hei, aku mau makan mangga dan ketan."

"Beli saja apa yang ada di daftarnya." Pran mengibaskan kertas di tangannya.

Pat mengambil satu tomat buah kecil dan mencoba menyuapi Pran tapi Pran menolaknya.

"Berhentilah bermain." Pran mencoba menjauhkan tangan Pat darinya.

Pat bahkan merebut kertas catatan daftar belanja dari tangan Pran.

"Berikan itu padaku. Aku mau memastikan kita mendapatkan semuanya."

Pran mencoba merebut tapi Pat menariknya. Hal itu terjadi beberapa kali di depan penjual tomat sehingga satu pertanyaan muncul untuk mereka. "Apakah kalian berteman?"

"Ya, kami berteman." Pat yang menjawab, sementara Pran hanya tersenyum sambil mengatupkan bibirnya.

Pat mencoba menyuapi Pran lagi ketika Pran akhirnya menyerah. "Baiklah ambil saja."

"Wah, kamu mau bicara denganku sekarang?" Pat mulai menggodanya.

"Bisakah saya minta bawang putih juga? Saya butuh 100 gram." Pat terus menggoda Pran dengan berpose pura-pura mendengarkan ketika Pran bicara pada si penjual.

"Kalian sangat imut bersama." Lihatlah. Bahkan si penjual itu berkomentar demikian. Ini semua gara-gara Pat.

"Terima kasih," Pat malah merespon dengan senyuman.

"Khrap." Hanya itu yang bisa Pran ucapkan sambil mengatupkan bibirnya.

***

Di perjalanan pulang, mobil Datsun Paman Tong terhenti di perjalanan.

"Ada apa?"

"Apa yang terjadi, Paman?"

Pat dan Pran bertanya bergantian ketika Paman Tong turun dari kursi kemudi.

"Kita terjebak. Kita dalam masalah."

Pat dan Pran segera turun untuk membantu mendorong mobil tapi ternyata kekuatan dua pemuda raksasa itu tak cukup membuat mobil mampu bergerak dalam sekali dorong.

"Astaga, kak. Tenaga kakak cuma segitu aja?"

"Wooo!" Pat dan Pran yang mulai panas karena komentar Junior, berusaha mendorong semakin keras dan penuh tenaga.

Brum. Brum. Brummm!!

Mobil berhasil dijalankan, tapi Pran tersungkur jatuh ke tanah yang penuh dengan genangan air. Kedua telapak tangan dan tubuh Pran penuh dengan kotoran dari bawah leher hingga ke lutut. Pat berusaha menahan tawanya sampai salah satu tangan Pran yang berlumur tanah mengusap leher hingga ke dadanya. Mau tidak mau mereka akhirnya beristirahat sejenak untuk membersihkan diri ke laut. Pran pergi lebih dulu. Seperti biasa, Pat selalu berusaha menggodanya dengan mengirimkan beberapa percik air laut saat Pran sedang serius membersihkan diri.

"Berhentilah bercanda. Hentikan." Pran mencoba mengingatkan Pat dengan cara yang bersahabat, tapi pemuda itu tidak mengindahkannya. Percikan air yang datang padanya malah semakin besar.

Pat sangat menikmati menyiramkan air laut ke muka Pran.

"Ini yang kau inginkan, kan? Ini yang kau inginkan?!" Pran berlari mengejar Pat dan menjatuhkan tubuh pemuda jangkung itu ke laut.

Pat yang tak mau kalah pun balas menjatuhkan tubuh Pran. Mereka saling bergulat di air selama beberapa waktu hingga tak ada lagi kering yang tersisa dari tubuh keduanya.

"Kau sudah mau memberitahuku belum, kenapa sejak malam itu?" Pat yang setengah berbaring di pasir memulai pembicaraan. Satu tangannya menyangga kepala dan memandang wajah Pran yang duduk di sampingnya. Kelelahan bergulat, mereka lalu duduk di atas pasir memandang luas lautan.

"Bisakah kita tidak membicarakan itu?" Pran duduk dengan kedua tangan diletakkan di belakang balas memandangnya.

"Baiklah." Pat tidak mau membantah, ia membuang pandangannya ke laut.

Hening tercipta beberapa saat. Pran melihat pemuda yang masih memandang lurus ke depan di sampingnya. Ada kecewa di wajahnya.

"Kau membenciku, kan?" Pran memecah keheningan.

Pat balas melihatnya, seulas senyum mengembang di bibirnya. "Sebenarnya aku pernah bertanya pada diriku sendiri. Apakah kau pernah melakukan sesuatu yang membuatku membencimu."

"Lalu, apakah ada?"

Pat tergelak sesaat. "Sejak aku mengenalmu, hidupku jauh lebih sulit. Apapun yang aku lakukan, aku harus membandingkannya denganmu."

"Kalau begitu kau pasti sangat membenciku karena itu, kan?"

"Ya, benar." Pat bangkit dari posisi setengah berbaring lalu duduk dengan kedua tangan ke belakang menyentuh pasir seperti Pran. "Tapi kemudian aku mencoba memikirkannya baik-baik. Kau juga berada di situasi yang sama denganku, kan? Itu sebabnya aku tidak bisa memaksakan diriku untuk membencimu."

Pran memalingkan wajahnya dari pandangan Pat. Ia melipat kedua kakinya menekuk dan meletakkan kedua tangannya di atar lutut.

"Lalu bagaimana denganmu?"

Pran tidak segera menjawab. Dipandangnya mata Pat lekat-lekat selama beberapa saat lalu kembali memandang lautan. "Ketika kau adalah alasan aku dipindahkan dari sekolah, aku sangat marah padamu dan ibuku."

Keheningan tercipta lagi selama dua kali deburan ombak menyapa.

"Maaf, ya." Pat berkata dengan setulus hatinya.

"Tidak apa-apa." Seulas senyum tulus mengembang di wajah Pran. "Aku marah, tapi aku tidak membenci."

Pat tak bisa menahan senyum saat mendengarnya. Ia menghela nafas lega dan berkata, "Saat tidak ada orang di sekitar, aku bisa duduk di sebelahmu. Tapi ketika ada orang lain, hanya sekedar ingin bicara denganmu saja sudah seperti masalah hidup dan mati."

"Apa yang bisa kita lakukan? Kita berdua bukannya memang terlahir seperti ini?"

Keduanya saling berpandangan dalam keheningan beberapa saat sebelum Pat bicara lagi. "Mau mencobanya sebentar? Hanya duduk di sini, dan tidak perlu peduli apa-apa."

Keduanya lalu menengadah ke langit, menikmati debur ombak yang terus datang dan pergi. Sesekali Pat mencuri pandang ke arah Pran, ia lalu membenarkan duduknya dan tanpa sengaja tangan mereka bersentuhan. Keduanya lalu saling memandang lagi. Diam. Tak ada kata-kata.

"Kenapa sekarang kau diam?" Pat memecah keheningan.

"Berbicara baik-baik padamu, aku hanya tidak tahu bagaimana caranya."

"Sama lah." Pat terkekeh sesaat. "Terima kasih, ya. Karena sudah menyelamatkan Pha."

"Um." Pran hanya mengangguk.

"Lalu, jika aku tenggelam, apakah kau menyelamatkanku?"

Pran menggeleng dan tersenyum. "Akan kubiarkan ikan memakanmu."

Mendengar jawaban Pran, Pat segera berlari dan menjatuhkan dirinya ke lautan.

"Tolong. Tolong. Pran, tolong!" Pat mulai melambaikan tangannya berpura-pura tenggelam, tapi Pran sama sekali tidak menghiraukannya. "Sialan, Pran. Tolong Pat, Pat tenggelam di sini."

Pran hanya tersenyum menampakkan lesung pipinya melihat tingkah Pat yang sungguh kekanakan.

"Kau benar-benar tidak mau menolongku. Sial, Pran. Kau jahat sekali."

Pran benar-benar membiarkan Pat sampai kelelahan lalu kembali duduk di sampingnya.

"Kau benar-benar membiarkanku bermain sendiri." Kata Pat sambil mengatur napas. Sementara Pran hanya menggelengkan kepalanya. "Lalu, pernahkan kau membayangkan. Bagaimana jadinya jika orang tua kita tidak bertengkar?"

"Jika keluarga kita bukan musuh..."

Pran tidak meneruskan kalimatnya, membuang pandang ke lautan. Pat tersenyum melihatnya, pemandangan paling indah baginya.

***

"Paman. Paman." Pat memanggil Paman Tong usai mandi sesampainya mereka kembali ke penginapan.

"Loh, kak?" Junior baru saja menuruni tangga dari lantai dua.

"Dimana Paman Tong?"

"Dia keluar. Kurasa dia pergi keluar untuk mengambil sampah." Jelas Junior.

"Mengambil sampah? Tadi Paman meminta kakak untuk membeli tinta printer. Hei, lepaskan." Pat menepuk lembut tangan Junior yang hendak menyentuh tinta yang Pat bawa. "Kakak akan mengisi ulang tintanya untuk Paman kalau begitu."

"Hei, kau tahu caranya?" Pran yang menyandarkan diri ke Pilar meragukannya. "Kau yakin tidak akan merusak printernya?"

"Untuk model ini, aku bahkan bisa melakukannya dengan mata tertutup." Jawab Pat remeh.

Pat mulai mengganti tinta printer yang habis dengan yang baru. Sementara Pran dan Junior keluar ke teras.

"Mari kita tes dulu," Pat segera mengeluarkan ponselnya dan mencari foto untuk dijadikan contoh cetak.

Pran dan Junior telah kembali saat foto selesai dicetak.

"Selesai," kata Pat mengambil selembar foto dari mesin pinter dan mengangkatnya tepat di samping wajah Pran. "Kualitasnya sangat bagus."

"Ai'Pat." Pran yang menyadari foto itu adalah wajahnya saat tertidur saat di perjalanan kemarin segera berusaha merebutnya dari tangan Pat.

"Boleh saya lihat?" Junior mulai penasaran.

"Tidak. Tidak. Kamu tidak perlu melihatnya." Pran dengan cepat menjawabnya dan masih berusaha merebut foto dari tangan Pat yang mempermainkannya.

"Halo, anak muda. Apa yang sedang kalian lakukan?" Suara Paman Tong terdengar mulai masuk ke dalam rumah.

Bersamaan dengan itu, Pran akhirnya berhasil merebut fotonya dari tangan Pat dan menyembunyikannya di balik baju kemeranya. "Tidak ada," jawabnya saat Paman Tong tiba di hadapannya.

"Saya baru saja mengisi ulang katrid tinta paman." Pat memberi tahu.

"Luar biasa, Pat. Karena kamu tahu caranya, bisakah kamu mencetak ini untuk paman? Asisten paman tidak ada di sini." Paman Tong memberikan sebuah flashdisk hitam untuk Pat. "Dan paman tidak pandai dalam hal-hal semacam ini."

"Baiklah, paman mau saya mencetak apa?" Tanya Pat sopan.

"Daftar untuk undian berhadiah malam ini. Kalian akan dipasangkan dan bermalam di rumah penduduk desa." Pat dan Pran saling berpandangan mendengar penjelasan Paman Tong. "Ini adalah perubahan suasana.

***

Senja telah tiba, semua relawan kamp berkumpul untuk melakukan pengundian. Sesuai yang Paman Tong sampaikan kepada Pat dan Pran tadi sore, malam ini mereka akan menginap di rumah penduduk desa secara berpasangan.

"Dan yang terakhir akan diundi. Baiklah, dua orang dengan nama sayuran yang sama akan berpasangan." Sementara Paman Tong berbicara di depan, Junior membantu membawa kotak berisi kertas undian dan keliling mengitari para peserta kamp. "Pasangan pertama, siapa yang mendapatkan Kale?"

Dua orang dengan nama sayuran Kale mengangkat tangan dan saling bertemu.

"Jadi, kalian berdua adalah pasangan pertama. Selanjutnya, siapa yang mendapatkan Putri Malu?" Pasangan berikutnya mengangkat tangannya ke udara. "Oh, dua gadis."

"Selanjutnya, siapakah yang mendapatkan Ganja? Kalian akan tidur di rumah paman, siapa yang mendapatkannya?"

Pat mengangkat tangannya ke udara. Ia melihat Pran yang juga melihatnya. Pran tidak mengangkat tangan. Semua orang mulai mencari siapa yang akan menjadi pasangan Pat untuk tidur bersama di rumah penduduk desa.

"Siapa lagi yang mendapatkan Ganja?" Paman Tong menyebutkan nama sayuran itu sekali lagi. Seseorang mengangkat tangan di udara. Ia adalah Wai, sahabat Pran yang sangat membenci Pat. "Baiklah, kalian akan menjadi tim yang bagus."

"Selanjutnya siapa yang mendapatkan ketumbar?"

Sementara Paman Tong terus menyebutkan nama sayuran untuk menemukan siapa berpasangan dengan siapa, Wai memandang Pat dengan seringai tajam di wajahnya. Ia seperti memiliki suatu rencana di kepalanya.

***

Usai pengundian menemukan pasangan untuk tidur bersama di rumah penduduk desa, acara selanjutnya adalah makan malam. Mereka sedang berbaris mengantri untuk mendapatkan giliran sampai ke meja prasmanan.

"Chompoo, aku sedang buru-buru, bisakah aku duluan?" Pat berbisik pada gadis di depannya. Gadis bernama Chompoo itu pun mengangguk mengiyakan.

Pat segera mempercepat langkahnya ke depan dan berhenti di sela-sela antara Pran dan Louis yang sedang bicara sambil mengantri. Pran tidak menghiraukannya, ia terus melanjutkan antrian untuk mengambil makanan. Tapi Wai yang sudah memiliki piring berisi makanan datang dan berdiri di hadapan Pat. Mereka saling melempar tatapan. Wai memberikan tatapan mengancam, tapi Pat malah tersenyum jahil dan menusuk satu balok sayuran di piring Wai dan memasukkan ke mulutnya. Ia menelan sayuran itu lalu pergi menjauh.

"Apa-apaan dia tuh? Dia benar-benar memancing emosiku." Louis memulai.

"Sial, menurutku aku sudah cukup melihat kelakuannya."

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Malam ini, dia akan mendapatkan mimpi terindah yang pernah ada."

Dari jaraknya berdiri, Pran bisa mendengar Louis dan Wai membicarakan Pat.

***

Di meja makan, Pran bersama tiga orang teman Arsitekturnya sedang asik menyantap makanan. Sementara Wai, matanya tak lepas dari gerak gerik Pat di meja sebelah. Menyadari apa yang Wai lakukan, semuanya lalu melihat ke arah Pat kecuali Pran yang masih merunduk menikmati makan malam. Tapi Pat yang tak kenal takut bangkit berdiri dengan membawa piring dan gelas sisa makan malamnya, melewati meja anak-anak Arsitektur dengan santai.

Wai dan Louis saling menatap seolah memberi tanda sebelum Wai kemudian bicara kepada Pran. "Kami akan pergi istirahat sekarang."

"Louis." Pran buka suara ketika keempat temannya bangkit berdiri. "Bukankah kau dan aku tidur di rumah yang sama? Kak To, bukannya kakak sudah berpasangan dengan Bie? Kenapa kalian pergi dengan Wai?"

Tidak ada yang menjawab Pran, mereka hanya saling pandang dalam keheningan.

"Kalian mau ngeroyok Pat, kan?"

Bersambung...

Continue Reading

You'll Also Like

25.5K 2.1K 24
First pikir dia tidak akan jatuh cinta pada Khaotung, dan Khaotung pun berpikir demikian.
4M 30.3K 34
⚠️LAPAK CERITA 1821+ ⚠️ANAK KECIL JAUH-JAUH SANA! ⚠️NO COPY!
338K 15.5K 7
WARNING⚠️⚠️ TERDAPAT KATA KATA KASAR , BERBAGAI UMPATAN , ADEGAN UWU YANG BIKIN KALIAN JINGKRAK JINGKRAK , KOCAK SAMPE KALIAN NGIK NGOK 🚫 PLAGIAT?JA...
2.4K 310 24
Secuil kisah tentang hubungan love-hate nya minho dan jisung yang diisi oleh ke-bodohan dan ke-absurdan nya mereka ber2 Ini BxB ya sayang 🤭 "Kenapa...